Pidato dalam Kongres Persatuan Perjuangan tanggal 4-5 Januari 1946
Orang
Jerman mencoba memutar-mutar roda ekonomi dan memutar-mutar otaknya. Tetapi
terpaksa juga kembali kepada pokok – pangkalnya soal: haves dan haves-nots.
Yang dipikirkan Jerman cuma: Kita mesti punya koloni! Mendapatkan koloni dengan
politik curang, dengan merebut, dengan mendesak, kita orang Indonesia tidak
setuju. Dengan Jerman tak setuju, dengan Inggris dengan seiya apapun tidak!
Tetapi menurut hemat kita yang membawa Jerman ke arah politik-perang itu tak
lain dan tak bukan karena dunia mesti terbagi atas “haves” dan “haves-nots”
itulah! Lantaran masih ada negara yang satu dua biji warganya mesti di layani
oleh ½ juta budak putih dan hitam.
Alat
peranglah dibikin Jerman. Kita masih ingat kapal Jerman yang hebat. Tank
raksasa, kapal selam, meriam! Semua itu Jerman bikin, bikin!
Kaum
buruh bekerja lagi. Mereka jalan terus, sampai tahun 1939. dalam 7 tahun Jerman
hidup kembali. Kembali seperti sediakala malah lebih hebat. Mau apa sekarang
dengan kapal selam dan alat perang lain-lainnya itu? Jawab: perang! Senjata
ada, kemauan ada. Jangan sekarang orang menyalahkan bangsa ini, bangsa itu;
keadaan ekonomi, itulah yang menjadi pangkal segala-galanya itu.
Semua
itu dimulai dari tahun 1932. Dalam tahun itu Jerman mulai menjadi fasis. Ia
menghendaki produksi, ia membutuhkan besi, minyak, ia berkehendak menghasilkan
kain, oto, mesin; mesin yang dapat menghasilkan mesin … Tetapi, jika tidak ada
pasarnya, bagi hasil produksi itu, tak ada gunanya. Semua hal inilah yang membawa
kita ke pintu gerbangnya Perang Dunia ke-II.
Hitler
ada mempunyai sahabat karib di Selatan. Namanya Mussolini dan nama negaranya
Italia.
Dalam
beberapa hal Mussolini lebih pintar daripada Hitler. Malah dia gurunya Hitler.
Tetapi Italia jauh lebih miskin daripada Jerman. Italia tak mempunyai bahan
seperti arang, besi, minyak tanah, timah, kapas, karet dan lain-lain. Sistem
ekonomi hampir seperti Jerman juga.
Hasil
pabriknya sudah mempunyai melimpah. Tetapi pasar tak ada buat membeli bahan dan
menjual barang pabrik. Dia incerkan matanya dan tujukan meriamnya ke Abessinia.
Dia tahu adanya Volkenbond. Tetapi dia tahu Volkenbond itu tak berkuasa.
Mussolini tidak memperdulikan Volkendbond itu!
Sekarang
ada juga badan yang mirib dengan Volkenbond itu, yaitu United Nations. Orang
belum tahu lagi bagaimana kelak badan itu.
Uraian
di atas ini bukan agitasi, hendaklah orang membaca dengan tenang uraian ini.
Uraian mengenai soal: Apa obat krisis itu? Apa obat krisis Jerman? Apakah kelak
United Nations, ialah penjelmaan almarhum Volkenbond itu kelak bisa
menyelesaikan krisis dunia sekarang?
Yang
ikut salah dalam semuanya itu ialah: the biggest of all, negara yang terbesar
dari dalam segala itu, Amerika. Negara itu juga disebut orang: country of the
free, negara merdeka! Kalau 11 juta pekerja dikeluarkan dari pabrik (karena krisis):
merdeka! Kalau berkeliaran di jalan raya dan pasar perburuhan itu artinya:
merdeka!
Kalau
ada warga negara yang di –“Lynch” (disiksa): merdeka! Memang country of
freedom, negara merdeka, dengan 11 juta kaum buruh yang menganggur tetap,
merdeka mondar-mandir ke sana-sini menawarkan tenaganya kepada mereka yang
merdeka pula menetukan apa akan dibeli apa tidak. Sedang dalam negeri itu
gandum yang ditanam, dipotong, diangkut, diirik dengan tractor bertimbun-timbun
banyaknya, tetapi bertimbun-timbun pula yang lapar, yang tak berbaju,
berkeliaran mencari kerja dan syarat hidup.
Jadi
bagaimana sekarang dikumpulkan orang-orang yang cerdik pandai,
profesor-profesor. Mereka mengadakan “braintrust”, kumpulan otak dari pada
orang yang pandai-pandai. Memang Roosevelt adalah orang besar dalam dunia
demokrasi. Ia menyerukan New Deal, perubahan baru. Sebelumnya Roosevelt tampil
ke muka maka kalau petani kebanyakan gandum semboyannya: bakar! Atau buang
dalam laut! kain telah banyak: bakar saja! Mendapatkan barang baru, pun menjadi
barang melimpah, tak berguna. Pendapatan yang baru itu dapat menggunakan kaum
buruh yang lebih sedikit jumlahnya. Lantaran itu maka terpaksalah pula kaum
buruh disusutkan. Jadi pendapatan baru itu tidak dijalankan, karena keadaan
akan bertambah jelek. Akan lebih banyak lagi yang masuk partai seperti komunis,
dan sebagainya; akan bertambah yang melawan undang-undang negeri! Itu durhaka!
Jadi supaya jiwa orang jangan sesat, supaya lebih banyak yang masuk gereja,
supaya banyak yang pergi ke tempat moralis, maka pendapatan tidak dijalankan.
Rencana pendapatan baru itu dibeli oleh kapitalis yang tak suka memakainya buat
dipendam atau dibakar. Begitulah nasibnya negara kapitalis yang terbesar. Satu
peristiwa yang mengandung kemajuan itu dianggap sebagai musuh.
Tetapi
adalah orang yang bisa mendapat cara untuk memakai hasil dengan tidak susah
membuang, membakar, dan sebagainya?
Roosevelt
pikir dia bisa. Bank sekarang banyak yang bangkrut tak sanggup membayar
hutangnya lantaran krisis. Pinjami atau kasih uang banyak kata Roosevelt. Kasih
kredit banyak-banyak kepada kaum tani membayar hutang juga. Akibatnya: gandum
ada lagi. Kasih kredit kepada yang punya pabrik yang sudah bankrut dan ditutup.
Pabrik jalan lagi, hasil bertambah-tambah. Tetapi: ada yang penting lagi,
bagaimana menjualnya? Orang 11 juta yang menganggur tak beruang buat membeli
keperluannya. Karena itu pun dikasih kredit juga. Bangunan “umum” disuruh bikin
banyak-banyak. Ratusan ribu kaum buruh mendapat pekerjaan. Akbatnya: roda
ekonomi mulai berputar perlahan-lahan. Pabrik-pabrik yang baru disuruh buka.
Jalan-jalan raya baru disuruh bikin, pabrik terbuka, buruh bekerja, mendapat
gaji dan bisa membeli barang. Hasil pabrik yang dikirim ke pasar mendapatkan
cukup pembeli. Pabrik dan pasar bergandengan kembali.
Tetapi
ada pabrik yang dibantu oleh pemerintah Roosevelt menjadi saingannya pabrik
kapitalis perseorangan. Kapitalis ini atau itu menuduh Roosevelt menjalankan
politik sosialistis. Buat menghindarkan persaingan dengan kapitalis
perseorangan, Roosevelt terpaksa lari dari lapangan bangunan umum saja.
Seperti
jalan raya, kebun, kanal, tanah lapang dan sebagainya. Tetapi akhirnya sampai
juga kepada jalan buntu.
Benar
jalan-jalan raya dapat disuruh bikin sampai ke Utara Amerika. Tetapi pabrik dan
perekonomian seluruhnya goyang lagi. Hasil mulai baik dan terus melimpah pula.
Dimana sekarang Roosevelt mendapat teman! Ini lucu: orang yang selama ini
dianggap demokrat sebenarnya mendapat teman seorang fasis ialah Hitler, Begini:
si fasis sadar ada alat perang dan mulai menyerang Polandia, Denmark … sampai
Inggris. Inggris tentu tidak dapat membikin alat-alat perang sendiri
sebanyak-banyaknya karena diserang Jerman. Jadi pabrik senjata Amerika dibuka
lagi. Industri perang jalan lagi. Betul dalam hakekatnya fasisme cerobohlah
yang meneruskan berputarnya ekonomi Amerika. Pada fasisme Jermanlah sebenarnya
kaum kapitalis Amerika berterima kasih karena lantaran perang anti-fasislah
roda ekonomi Amerika bisa jalan. Tetapi sesuatu kebenaran itu tak selalu bisa diakui
berterang-terangan.
Begitulah
keadaan Amerika. Negara yang “the biggest of all” itu sampai pecahan Perang
Dunia ke-II.
Bagaimanakah
sejarahnya satu Badan Internasional, ialah Volkenbond yang maksudnya bermula
ialah menyelesaikan perselisihan antara negara dan negara di dunia dan dengan
begitu menghindarkan peperangan? Sekejap akan kita tinjau! Kita ingin tahu bisa
atau tidakkah badan ini mengobati krisis dunia. Nama Volkenbond tak bisa
dipisahkan dengan nama Wilson, Presiden Amerika di masa Perang dunia ke I.
Nama
Wilson itu tak pula boleh dipisahkan dengan semboyan “self-determination”.
Semboyan ini mengakui hak sesuatu bangsa memilih pemerintahannya sendiri Wilson
juga diakui sebagai bapaknya Volkenbond itu sesuatu perselisihan mesti
diserahkan kepada satu majelis buat menentukan siapa yang salah dan siapa yang
benar. Yang salah akan dihukum (sanction) dengan pemboikotan. Belum sampai
orang ke tingkat mengadakan politik dunia buat menjalankan hukuman terhadap negara
oleh Hakim Volkenbond dianggap salah itu. Tetapi memangnya sudah satu kemajuan
Internasional apabila negara salah ceroboh itu benar-benar diboikot
perdagangannya.
Tetapi
apa yang sebenarnya terjadi? Presiden Wilson itu, yang di Eropa di puji-puji
orang, disambut orang dengan seruan “Hosanna-Hosanna” (Bahagialah!) seperti
terhadap Yesus Kristus, sekembalinya di Amerika oleh Senat, Amerika tidak
dizinkan masuk Volkenbond. Negeri yang kuat, yang rajin, yang 5 juta mil
persegi luasnya “The Biggest of All” tidak dibolehkan oleh Parlemen Amerika memasuki
Volkenbond. Jadi yang masuk siapa? Inggris, Perancis, Spanyol dan negeri-negeri
kecil, plonco-plonco: Rumania, Belanda, Swedia, Norwegia. Inilah yang kita
maksudkan di atas tadi, kalau kita katakan, bahwa Amerika ikut salah. Amerika
memancarkan diri dari kekalutan dunia disebabkan Perjanjian Versailles. Amerika
tak mau tanggung jawab. Dia yang melakukan Volkenbond, tetapi sesudah anaknya
itu lahir, anak itu dilemparkannya. Anak itu dirobek-robek oleh macan
imperialisme Barat.
Bagaimanakah
kedudukan yang sebenarnya negara kecil-kecil di Eropa itu? Negara-negara kecil
itu harus dibantu oleh Negara Besar. Mereka itu tak dapat berekonomi sendiri.
Dalam politik katanya Belanda itu “vrij” (merdeka), tetapi dalam ekonomi mesti
bergantung kepada Inggris. Begitu juga Portugis, Denmark dan lain-lain. Jadi:
ke dalam Eropa, Inggris membuat plonco dari negeri-negeri kecil. Terhadap ke
luar Eropa terhadap Asia dan Afrika, Inggris mengadakan jajahan dan
daerah-daerah yang di bawah pengaruhnya! Dari jajahan itu dapat diambilnya
macam-macam bahan mentah sebanyak-banyaknya seperti: besi, minyak, timah,
kapas, getah juga barang-barang makanan. Di koloni itu sendiri diadakan
macam-macam kebun, seperti kebun kopi, kebun gula. Barang bahan diangkut ke
Eropa. Dengan bahan itu di Eropa dibuat mesin, dan mesin yang menghasilkan
berjenis-jenis mesin pula. Sedangkan koloni itu cuma buat menghasilkan barang
makanan, barang bahan dan jadi pasaran hasil pabriknya saja.
Demikianlah
sekarang terhadap dua macam pool: pada satu pool terdapat kemewahan,
bermacam-macam ahli dalam segala lapangan pengetahuan; sedangkan pada pool
lainnya terdapat kemiskinan, kebodohan. Maka bangunlah sekarang seorang poet
(penyair) yang kesohor, Rudyard Kipling, dengan seruannya: "West is West
and East is East, and never the twain shall meet” (Barat itu Barat, dan Timur
itu Timur, dan dua-duanya itu tak akan pernah mendapatkan persesuaian). Memang
begitu, yang satu main golf, yang lain disuruh jadi budaknya, disuruh membawa
tongkat golf.
Permainan
apa golf itu? Sebenarnya permainan orang yang malas! Di Singapura kantor
Inggris besar. Yang tampak ada di luar ialah opas-opas bangsa Indonesia.
Sesudah melewati beberapa kamar maka barulah berjumpakan dewa pegawai Inggris
yang berada jauh di dalam. Begitulah keadan di dunia! Tidak mengherankan,
karena si Haves di bawah pimpinan Inggris, yang memecah-belah. Negeri yang
besar-besar, seperti Perancis, Russia, atau Jerman diadunya satu sama lain.
Kalau Perancis kuat di Eropa, maka Inggris dengan tangan sembunyi membantu
Jerman. Kalau sebaliknya Jerman menjadi kuat, maka Inggris membantu Perancis.
Sedangkan negara kecil-kecil selalu menjadi permainan diplomasi dan
dikantonginya!
Asia
dan Afrika selalu dikangkanginya!
Bagaimana
nasib dunia seluruhnya kalau yang satu punya banyak, yang lain tak punya
apa-apa? Tentu yang tak punya tersembunyi atau terbuka menentang yang punya.
Untuk mengadakan imbangan dalam kekuatan, yang disebut Balance of Power,
dibentuk laskar jajahan, terdiri dari Gurkha dan sebagainya. Dengan memecah belah
dan mengadu dombakan Eropa, mengadu dombakan dan mengangkangi Asia dan Afrika
serta membentuk Tentara Gurkha, Inggris mencoba meneruskan “imperialisme”-nya.
Maka
masa 1918-1939 itu adalah sebenarnya ‘gewapende – vrede” saja, damai
bersenjata, selalu siap – sedia. Syahdan pada waktu 1939 itu Jerman telah
kembali pula seperti sedia kala (tahun 1914). Senjata sudah ada pula
berlebih-lebihan. Orang dan serdadu sudah banyak siap sedia pula.
Sedikit
tentang strategi. Buat kita perkara ini penting sekali. Strategi itu ada dua
macam.
Yang
pertama ialah gerak-cepat. Yang kedua ialah mundur maju. Jerman punya strategi
gerak-cepat, menurut sistem Napoleon. Kumpulkan tenaga sebanyak mungkin, dan
sekonyong-konyong serbu, pecahkan dia punya garis yang lemah, kepung, hancurkan
satu-satu pecahan itu. Inilah sistem yang dicocoki oleh Nazi.
Ahli
siasat perang Jerman, seperti Von Berhardi dan Ludendorff juga bersandar atas
siasat “gerak cepat” Di tangan para opsir Jerman, terutama bagian pemuda, sudah
seia buku “Alan Sprah Zarathustra” yang memuja “Ubermensch”, filsafatnya
Nietsche, filsafat imperialisme, filsafat menyerang, filsafat memuja satria
perang cocok dengan semangat Jerman-Nazi. Tetapi bagaimana bisa menyerbu
sekonyong-konytong, kalau peperangan modern menghendaki pengumuman (ultimatum)
perang lebih dahulu? Pada permainan bola, si Referee (pemisah) mesti tanya dulu
kepada kedua belah pihak apakah masing-masing sudah siap. Baru ditiup peluit
sebagai tanda pertandangan sudah boleh dimulai. Tiada boleh salah satu kesebelasan
menyerbu saja, sebelum peluit berbunyi. Begitu juga adat orang bermain silat di
Minangkabau. Rendah sekali dianggap lawan yang mencida (mencedera), yakni
menyerang dengan tak memaklumkan lebih dahulu. Begitupun dalam perang modern,
lawan itu mesti diperingati lebih dahulu, bahwa kalau ini dan itu tak
diperkenankan (ultimatum) maka peperangan akan dimulai pada tanggal ini atau
itu!
Sebaliknya
Inggris adalah pengikut muslihat mundur-maju. Semboyan Inggris ialah “siapa
tahan lama” (Ausduern) itulah yang bakal menang. Pada permulaan perang, Inggris
cuma mempertahankan diri saja. Sementara itu ia terus menyusun tentara, ekonomi
dan bantuan dari luar negaranya dengan diplomasi yang sudah terkenal itu.
Apabila dorongan (shock) itu yang pertama bisa ditahannya, maka pastilah pada
akhirnya Inggris akan menang. Hal ini terjadi terhadap Napoleon dan Perang Dunia
I dan II. Muslihat mundur-maju itu dengan jaya ratusan tahun lampau dijalankan
oleh Roma terhadap serangan Carthago di bawah pimpinan Hannibal yang termasyhur
itu. Muslihat itu membutuhkan tempo yang lama.
Ringkasnya
Hitler perlu tempo sedikit. Inggris mau main lama. Makin lama ditunggu makin
baik buat Inggris karena letaknya di seberang laut.
Industrinya
bisa dirubah menjadi industri perang. Para diplomatnya yang ulung bisa
dikerahkan buat mencari kawan.
Kawan
itu lebih mudah didapat, karena kebanyakan negara sudah tergabung pada
Volkenbond. Dalam Volkenbond ini Inggris-lah yang memainkan biola dengan suara
paling tinggi.
Buat
Jerman Nazi, yang ingin mendapatkan putusan cepat di medan peperangan.,
perlulah ditilik kekuatan Volkenbond itu. Hitler dan Jerman Nazi sudah saksikan
bagaimana lemahnya Volkenbond terhadap Jepang ceroboh mencaplok Manchuria.
Lemah pula terhadap Mussolini, yang merampas Abessinia.
Jaya
atau gagalnya Volkendbond itu tergantung pada bisa atau tidaknya ia menjalankan
hukuman (sanction) terhadap negara ceroboh. Tetapi bagaimana si Ceroboh bisa
menghukum si Ceroboh? Inggris itu si Ceroboh juga! Semua jajahannya didapatnya
dengan jalan ceroboh semenjak 300 tahun yang lampau. Si Ceroboh Inggris
menghukum kecerobohan Jepang, Italia atau Jerman dalam hakekatnya akan berarti
menghukum kecerobohan diri sendiri. Harakiri itu bukanlah sifat imperialisme
Inggris. Pertentangan dalam diri sendiri, di antara para pemimpin Volkendbond
itulah yang sebenarnya menghancurkan Volkendbond itu.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar