Saudara-saudara
sekalian,
Barangkali
saudara-saudara melihat saya masuk ruangan ini dengan muka marah. Memang,
marah! Masa, pantas kamu orang yang dipersilahkan datang di sini jam 7, kan
kamu orang minta supaya ini malam datang di sini, menyuruh presiden satu jam
menunggu! Tadi saya memakai perkataan “inlander’ kamu orang sekalian!
Ya, rapat
baru setengah enam habis.
Go to
hell dengan setengah enam!
Inikah
Golongan Karya? Inikah yang dinamakan katanya menjunjung tinggi, patuh kepada
Kepala Negara, Presiden. Saya marah, saudara-saudara!
Kalau
saudara-saudara meladeni revolusi cara begini, No, tidak akan revolusi itu
selesai. Jangan mengeluarkan alasan kepada saya: ya sidang baru setengah enam
habis. Kalau sidang akan memakan waktu begitu banyaknya, mulai pagi-pagi betul!
Jam berapa mulai sidang?
Mulailah
jam lima pagi! Inlanders!
Saya
bekerja mati-matian tanpa berhenti. Ya mati-matian tanpa berhenti saya bekerja!
Kamu orang enak-enak membuang waktu. Terus terang, saya marah!
Saudara-saudara,
dan memang diwaktu-waktu yang belakangan ini saya terus marah-marah kepada
segala pihak dan golongan. Oleh karena apa? Oleh karena omong kosong, jikalau
orang mengatakan, ya kami semuanya untuk revolusi. Omong kosong!
Sebenarnya
bukan untuk revolusi, dan menepati, mentaati segala hukum-hukum revolusi,
tetapi berbuat segala sesuatu yang merugikan kepada revolusi.
Saya di
muka MPRS, di muka kabinet, di muka Pancatunggal, dimana-mana saya berkata,
bahwa saya ini diwaktu yang akhir-akhir ini, yang selalu dikatakan taat kepada
Bung Karno, berdiri bulat di belakang Bung Karno, menjalankan segala apa yang
dikomandokan oleh Bung Karno, tetapi saya merasa diri saya ini kadang-kadang
seperti dikentuti. Ya, saya ulangi malahan saya pernah berkata, dua kali saya
berkata, malahan memakai bahasa asing saudara-saudara, als jullie mij nog lust,
behoudt mij. Als Jullie mij niet meer lsut, trap mij eruit! Malahan
saya tidak perlu di-trap eruit, saya akan mengundurkan diri sendiri. Sebab apa?
Kebanyakan daripada pemimpin-pemimpin kita itu. Cuma di lidah dan di bibir
saja: mengabdi kepada revolusi, mengabdi kepada revolusi, mengabdi kepada
revolusi, tetapi menyimpang daripada revolusi.
Saya
dijadikan Pemimpin Besar Revolusi, bukan kehendak saya sendiri. MPRS yang
menetapkan saya menjadi Pemimpin Besar Revolusi. MPRS menetapkan saya menjadi
Presiden seumur hidup, jadi bukan kehendak saya sendiri. Dan saya
saudara-saudara, saya mempelajari revolusi-revolusi, dan saya berikhtiar untuk
memimpin revolusi menurut garis-garis revolusi yang sebenarnya.
Di
kalangan karyawan banyak yang dengan kata saja: Ya, mengikuti segala
ajaran-ajaran dari Bung Karno. Petanono atimu dhewe (selidiki hatimu sendiri),
telah engkau punya hati sendiri, apa betul saudara-saudara menjalankan ajaran
Bung Karno?! Apakah betul saudara-saudara menjalankan Panca Azimat daripada
revolusi? Pancasil? Inggih Pancasila. Nasakom? Ya, Nasakom. Tapi banyak yang
sebenarnya tidak menjalani Nasakom. Ya, terutama sekali di waktu yang
akhir-akhir ini, saudara-saudara. Trisakti demikian pula dengan Berdikari,
demikian pula dengan ajaranku yang lain-lain.
Pancasila,
tadi disebutkan oleh Djuhartono, Garuda Pancasila. Apakah tidak benar kalau
saya berkata, bahwa di waktu yang akhir-akhir ini, Pancasila dipergunakan
sebagai satu barang an sich. Aku Pancasila! Maksudnya apa orang yang berkata
demikian itu? Aku anti komunis. Nah, Ginting koq manggut-manggut. Ya apa
tidak?! Perkataan dipakai untuk sebetulnya mendemonstreer anti kepada “Kom”.
Padahal Pancasila itu sebetulnya tidak anti-Kom. “Kom” dalam arti ideologi
sosial untuk mendatangkan di sini satu masyarakat sosialistis. Kalau dikatakan,
ya aku Pancasila, tetapi dalam hatinya anti Nasakom, komnya ini, Pancasila juga
dipakai untuk mengatakan aku Pancasila, tetapi aku anti-Nas. Aku Pancasila
tetapi aku anti A. Ya apa tidak? Pancasila adalah pemerrsatu, adalah satu
ideologi yang mencakup segala. Dan aku sendiri berkata, aku ini apa? Aku Pancasila.
Aku apa? Aku perasan daripada Nasakom. Aku adalah nasionalis, aku adalah A, aku
adalah sosialis, kataku. Tapi banyak orang memakai Pancasila itu sebagai satu
hal yang anti. Ya apa tidak Emma? Ayo, terus terang yaaa! Anti Gestapu lain!
Kom, kom, kom, saya katakan, sebagai ideologi untuk mendatangkan di sini satu
masyarakat yang adil dan makmur. Saya tidak mengatakan anti Gestapu, saya
sendiri menghukum kepada Gestapu. Saya sendiri memerintahkan diadakannya
Mahkamah Militer Luar Biasa. Tetapi saya melihat, bahwa perkataan Pancasila itu
sekarang dipakai untuk itu. Pancasila, pancasila, pancasila, tetapi sebenarnya
anti kepada bagian kom daripada Nasakom. Pancasila, pancasila, pancasila. Lha
kalau begitu lha mbok ya anti kepada Nas-nya juga. Pancasila, Pancasila,
Pancasila, kalau begitu juga anti kepada A-nya juga. Tidak!
Saudara-saudara
ik laat me niet bebonderan. Saya tahu, saya tahu terhadap orang-orang yang
menjalankan Gestapu; artinya, perbuatan pada tanggal 1 Oktober itu. Sebetulnya
bukan 30 September, 1 Oktober pagi, jam 4 pagi. Ha itu saya sendiri mengatakan
itu salah, harus dihukum. Sayalah yang memerintahkan untuk diadakan Hakim
Militer, Militare Rechtbank Luar Biasa untuk menghukum mereka itu. Tetapi
sebagai ideologi kom, what is in a word, ideologi sosialisme, ideologi untuk
mengadakan satu masyarakat yang adil dan makmur yang progresif revolusioner,
itu yang saya maksudkan.
Sekarang
perkataan progresif revolusioner pun dipakai sebagai macam barang dagangan.
Tapi saya tegaskan selalu, progresif revolusioner bukan hanya revolusioner
saja. Apa artinya progresif? Progresif yaitu merombak yang sekarang, maju
kepada satu taraf yang lebih maju. Itu yang dinamakan kiri. Kalau cuma
revoluusioner saja, saya tempo hari berkata Hitler adalah revolusioner. Dia
merombak sama sekali, dia menghantam de oude orde, dia malahan menangkap orang
puluhan ribu dimasukkan dalam concentratiecamp, dia mengedrel orang ratusan,
ribuan, dia membawa orang-orang Yahudi puluhan ribu, bukan saja di dalam
condentratiekamp, tetapi di dalam gaskamer, dibunuh dengan gas. Dia dus orang
revolusioner, tetapi dia bukan progresif revolusioner. Dia adalah malahan
retrogressif revolusioner. Retrogressif artinya membawa ke belakang. Bukan
memajukan.
Nah ini
karyawan-karyawan, saudara-saudara karyawan. kenapa dinamakan karyawan?
Terutama ialah mereka itu pekerja, kerja, kerja, kerja. Kerja apa? terutama
ialah mereka pekerja untuk mengadakan masyarakat baru, satu masyarakat
progresif. saudara adalah karyawan, saudara adalah karyawan, saudara adalah
karyawan, saudara adalah karyawan. Untuk apa, kerja apa? Kerja di bidang
pekerjaan saudara masing-masing. Membangun satu masyarakat baru yang
progressif, yaitu kiri. Karena itu, aku menegaskan hal ini, saudara-saudara.
Pendek kata, kalau saudara mengaku atau menamakan dirimu anak Bung Karno, saya
tidak mau punya anak yang tidak kiri. Ya, saya tidak mau punya anak yang tidak
kiri. Kalau yang cuma mulutnya saja progresif revolusioner, tetapi di dalam
hatinya sebetulnya kanan.
Tempo
hari saya berkata, banyak orang yang mengatakan, revolusioner, revolusioner,
progresif revolusioner, tapi bukan hanya anti Landreform, misalnya
menghalang-halangi berjalannya Landreform. Ini nyata ini, bukan kiri ini,
kanan, kanan, kanan! Sebab Landreform adalah satu syarat mutlak untuk
masyarakat sosialis. Landreform adalah satu syarat mutlak untuk mendirikan satu
masyarakat yang adil dan makmur. Tidakkah banyak saudara-saudara,
golongan-golongan dikalangan kita yang anti Landreform, bukan saja, tetapi
malahan menghalang-halangi Landreform. Jadi meskipun berteriak: aku progresif
revolusioner, aku progresif revolusioner, aku progresif
revolusioner, tapi jikalau anti Landreform, go to hell dengan engkau punya
perkataan progresif revolusioner.
Ini
yang saya kehendaki daripadka seluruh masyarakat Indonesia supaya mengerti,
mengerti, mengerti, mengerti revolusi kita ini, revolusi apa? Yaitu revolusi
yang dengan perkataan aku katakan kiri, Trisakti saudara-saudara, adalah kiri.
Berdaulat di lapangan politik, itu adalah kiri. Berdaulat di lapangan ekonomi,
itu adalah kiri. Dan berdikari di lapangan ekonomi adalah syarat mutlak bagi
sosialisme.
Waaah,
di kalangan karyawan, di kalangan Front Nasional, he saya menyatakan, aku anti
atheist. Aku anti atheist,
aku anti atheist,
aku anti atheist.
Di dalam hatinya ia benci kepada Marxisme, katanya karena Marxisme adalah atheist. Tidak!
Ayo, saya minta tulisan Marx atau Engels yang menyatakan benar-benar atheisme, Marx dan
Engels anti kepada Gereja, kepada praktek daripada Gereja.
Anehnya,
di kalangan ini saudara-saudara, di dalam surat kabar surat kabar ada satu
perkataan yang lho, tadinya selalu menuduh kepada Marxisme itu atheisme. Kok
lantas ada perkataan di dalam surat kabar itu, kalau tidak salah kemarin atau
ini hari muncul lagi: Marxisme
religious. Lho, Imam praktiknya, apa itu Marxisme religious, dat bestaat niet.
Itu perkataan sebetulnya timbul daripada hati yang benci kepada Marxisme.
Tetapi oleh karena ia, Presiden ini Marxist, dus ya, saya setuju kepada
marxisme, Maar
yang religious. Lho, lho, lho, kip
zonder kop ini, Saudara-saudara. Ya, kip zonder kop. Ayam tanpa kepala.
Nah,
saya menghendaki agar supaya rakyat Indonesia itu janganlah ayam tanpa kepala,
apalagi dari Front Nasional, yang Front Nasional itu saya adakan justru untuk
membuat seluruh rakyat Indonesia itu menjadi ayam jantan yang mempunyai kepala,
agar supaya revolusi kita itu bisa berjalan betul diatas hukum-hukum revolusi
menuju kepada tujuan revolusi 17 Agustus 1945.
Front
Nasional kalau ikut-ikut, saya sudah marah tempo hari kepada Djuhartono, kalau
ikut-ikut Front Nasional kepada membakar, membakar semangat gontok-gontokan
satu sama lain, saya bubarkan Front Nasional itu! Ya, saya bubarkan Front
Nasional, tidak peduli, saudara-saudara! Saya di dalam waktu sekarang ini merasa
diperintahkan oleh seluruh masyarakat Indonesia untuk menyelamatkan bangsa
Indonesia ini. Dan siapa yang mencoba untuk meretakkan bangsa Indonesia ini
berhadapan dengan Soekarno. Siapa yang menang, tidak tahu. Tetapi jelas akan
berhadapan dengan Soekarno. 40 tahun daripada saya punya hidup ini saya dedicate kepada
bangsaku, dedicate kepada persatuan bangsaku. Oleh karena hanya dengan
persatuan bangsa kita bisa mencapai apa yang dicita-citakan oleh rakyat jelata,
rakyat gembel ini, yaitu apa yang dinamakan Ampera=Amanat Penderitaan Rakyat.
Sampai-sampai
saya menggali ajaran-ajaran dari pemimpin-pemimpin lain. Sampai-sampai saya
citeer, baik Gibbon, maupun Arnold Toynbee yang berkata, “a great civilization never goes
down unless it de storys it self from within”. Jadi, kalau saudara
ikut destroy our
nation from within, saudara-saudara adalah penghianat bangsa. Ya,
kalau saudara-saudara ikut-ikut merobek-robek bangsa Indonesia itu, dadanya
bangsa Indonesia saudara robek-robek dengan menganjur-anjurkan gontok-gontokkan,
panas-panasan, saudara sebetulnya pengkhianat bangsa!
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar