Sejak
kira-kira tiga puluh tahun lalu, pergerakan kebangsaan Indonesia kuat
membangkitkan semangat “self help”. Jika engkau hendak maju, berusahalah
sendiri dengan tiada mengharapkan pertolongan orang lain, demikianlah kira-kira
ujudnya semboyan itu. Dan bagi rakyat yang lemah ekonominya, tiada jalan lain
yang terpakai bagi memajukan usahanya, selain dari koperasi. Koperasi adalah
senjata persekutuan bagi si lemah untuk mempertahankan hidupnya.
Seperti
dengan tiap-tiap usaha baru, orang tidak serentak pandai dan cakap, melainkan
jatuh bangun dahulu, barulah tegap tegaknya. Demikianlah dahulu gerakan
industrialisasi di Eropah, demikian sejarah perekonomian Barat di Indonesia,
demikian juga keadaan gerakan koperasi kita. Banyak jatuh dari bangun. Tetapi
celakanya bagi rakyat Indonesia yang datang di belakang, kegiatannya bekerja
sering diperlemah oleh senjata-senjata psikologi yang dipergunakan oleh bangsa
Barat. Dahulu tidak berhenti-hentinya surat-surat kabar putih menanam perasaan
di dalam kalbu bangsa kita, bahwa orang Indonesia tidak sanggup bertindak
sendiri dalam daerah ekonomi. Tiap-tiap usaha Indonesia yang jatuh, disusul
dengan injeksi bahwa orang Indonesia mempunyai derajat yang rendah dalam
perekonomian: ekonomische minderwaardigheid.
Economische minderwaardigheid itu disebut sebagai sifat
bangsa kita. Inilah yang sering mematah hati.
Tetapi
sebenarnya tidak begitu. Memang bangsa kita banyak menyatakan keadaan yang disebut
“economische minderwaardigheid”. Dalam hal produksi, daripada menjadi tukang
membuat lebih suka jadi tukang menjual saja. Sebab itu setiap waktu tampak
terjadi, bahwa semangat yang kuat bermula patah di tengah saja. Kemunduran
dalam gelanggang politik diikuti oleh kemunduran semangat ekonomi. Sebab itu
tidak pula mengherankan jika tiap-tiap gerak bangun kembali didorongkan oleh
seorang ahli politik.
Tetapi
bagi kita hanya dapat maju tetap, jika ia tidak lupa akan semboyan yang menjadi
pedoman baginya. Semboyan asing hendak menindis semangat ekonomi kita yang mau
bangun. Sebagai senjata dipakainya injeksi “economische minderwaargheid”. Satu
senjata psikologi, tetapi maknanya dalam. Tidak kurang tikamnya dari pada
konkurensi (persaingan) dalam masa monopoli-kapitalisme yang pernah diberi nama
“Gewaltkonkurrenz”, kompetisi memperkosa. Terhadap semboyan asing buat menindas
kita, jangan lupa mengingat semboyan sendiri “self-help dan koperasi”.Sekarang
bangsa kita insaf lagi akan semboyannya. Semangat koperasi kuat kembali. Bank
baru-baru bermula sebagai “koperasi kredit”. Badan perniagaan baru memakai merk
“koperasi”.
Berhubung
dengan kegiatan itu perlu diperingatkan kepada perusahaan yang baru bermula
itu, supaya mengambil pelajaran dari masa yang lalu. Jatuhnya koperasi di masa
yang lalu harus diketahui sebabnya. Selanjutnya jangan dilupakan bahwa koperasi
mempunyai sifat sendiri. Kalau tidak diperhatikan sifatnya yang tertentu itu,
maka perusahaan bisa meleset.
Dahulu
banyak perusahaan yang diberi nama “koperasi”, tetapi keadaannya yang
sebenarnya adalah kongsi biasa, persekutuan dagang mencari keuntungan. Koperasi
di waktu itu troef, sebab itu orang suka memakai merk koperasi sebagai topeng.
Itulah yang menjadi sebab, maka banyak sekali perusahaan yang patah. Manakala
koperasi mulai dihinggapi oleh semangat mencari keuntungan, ia memutar lehernya
sendiri.
Ada
beberapa fasal yang jelas tampaknya pada beberapa—untuk tidak pada
semua—koperasi di masa yang lalu, yang perlu disebutkan di sini.
Pertama,
ada koperasi yang anggota-anggotanya sangat giat untuk mendapat dividen yang
besar habis tahun. Untuk mencapai maksud itu dipaksanya koperasinya menjual
agak mahal. Supaya anggota-anggota jangan membeli ke tempat lain, diadakan
“perintah halus” membeli kepada toko koperasi sendiri. Siapa yang tidak mau,
dicap “pengkhianat”. Sebenarnya ini menipu diri sendiri dan juga berpedoman
dengan egoisme. Dividen besar yang dibagikan itu didapat dengan memahalkan
pembelian sendiri. Apa yang dikaut dengan tanggan kanan, dibawakan oleh tangan
kiri. Cuma pembagiannya tidak rata. Siapa yang membeli banyak dengan harga yag
dimahalkan itu, banyak pula mendatangkan keuntungan kepada koperasi. Tetapi
bagian keuntungan yang diperolehnya, tidak sepadan dengan itu, melainkan
menurut jumlah andilnya.
Siapa
yang sedikit membeli menerima keuntungan besar dari kawan-kawannya yang membeli
banyak. Anggota semacam itu mempergunakan koperasinya sebagai jalan pemuaskan
egoismenya yang sempit. Dalam koperasi semacam itu anggota-anggota yang jujur akan
persekutuannya menjadi makanan anggota yang bersifat sebagai parasit. Tidak
heran, jika dalam koperasi yang bukan-koperasi itu anggota-anggota parasit
itulah yang sangat terkemuka mempersoalkan dividen. Mereka juga tak malu
mengetok pada rasa kebangsaan kawannya untuk melakukan perintah halus membeli
kepada koopersi sendiri. Kejatuhan koperasi itu digambarkannya sebagai kerugian
yang mengenai kehormatan bangsa. Sebab itu diwajibkan saban anggota memelihara
koperasinya.
Itu
memang, tetapi sifat parasit yang mereka pakai itulah yang terutama menjadi
bahaya bagi kehormatan bangsa. Itulah musuh dalam selimut yang meracun koperasi
dan mematahkan dasarnya. Pada sebuah koperasi yang keruh sifatnya, pengurusnya
yang mempunyai ideal tidak dapat memimpin perusahaannya ke jalan yang baik.
Akhirnya ia terpaksa mengundurkan diri dan menyerahkan pimpinan kepada mereka
yang rupanya aktif, tetapi tidak mempunyai pandangan yang sehat tentang tujuan
koperasi.
Kesalahan
yang kedua, yang sering juga kelihatan di masa yang lalu, ialah kepicikan paham
menjalankan taktik penjualan. Ada koperasi yang hanya menjual kepada
anggota-anggota sendiri. Orang luar tidak dibiarkan membeli. Ini bodoh, sebab
tindakan ini mengecilkan penjualan. Banyak atau sedikit penjualan, ongkos
tetap, sebagai sewa toko, gaji personil serta ongkos lampu dan ketandasan
perkakas toko, sebegitu juga. Jika penjualan sedikit, segala ongkos itu berat
menimpa tiap-tiap sebuah barang. Sebab itu barang terpaksa dijual mahal. Harga
mahal mengurangkan keanggupan bersaing. Ongkos-ongkos itu jadi kecil
perbandingannya, jika banyak penjualan, banyak omzet. Dan karena itu barang
dapat dijual lebih murah. Ini hanya dapat dicapai, jika dibiarkan pula orang
luar yang bukan anggota membeli pada koperasi itu. Selanjutnya taktik seperti
itu mendidik orang luar yang bukan anggota ke jalan menghargai koperasi itu.
Akhirnya hati mereka tertarik dan menjadi anggota.
Pendirian
yang dipakai, bahwa menjual hanya boleh kepada anggota saja, adalah pendirian
yang tidak sepadan dengan semangat koperasi. Maksud koperasi bukan persekutuan
egoisme bagi segolongan manusia, akan tetapi persekutuan ekonomi dan sosial
bagi kaum yang lemah. Tujuannya mendidik perasaan sosial, di samping memperkuat
keinsyafan akan harga diri sendiri. Sebab itu koperasi sering juga disebut
orang persekutuan rohani.
Siapa
yang akan mendirikan badan koperasi, harus tahu membedakan mana yang koperasi
dan mana yang bukan. Persekutuan yang ujudnya mengejar keuntungan bukanlah
koperasi, tetapi persekutuan sero (perseroan) atau persekutuan andil. Perseroan
itu, sekalipun memakai merk “koperasi” adalah lebih dekat pada Firma atau pada
Persekutuan Terbatas (P.T).
Memang,
juga koperasi mencapai keuntungan, tetapi keuntungan itu bukan tujuan baginya.
Tujuannya ialah usaha bersama dengan jalan yang semurah-murahnya. Keuntungan
yang didapat dalam perusahaan harus dipandang sebagai barang tersambil. Jadinya
keuntungan yang diperoleh bukan tujuan, melainkan akibat dari pada pekerjaan
berjual-beli yang mesti dikerjakan untuk membela keperluan bersama tadi. Yang
diutamakan oleh koperasi ialah supaya sekutunya dapat membeli barang dengan
harga murah. Koperasi adalah terutama pembelian bersama. Di sebelah itu juga
penjualan bersama. Dan tiap-tiap pembelian dan penjualan bersama itu dapat
dilakukan dengan sekali banyak. Sebab itu murah ongkosnya.
Apa yag
mesti diperbuat dengan keuntungan yang didapat dengan tersambil itu, tentang
itu bermacam-macam pendapat. Ada yang menyangka supaya keuntungan itu sekalipun
tidak dimaksud mendapatnya, dibagikan kepada anggota-anggota koperasi. Tetapi
ada pula yang mengatakan, bahwa sebagian kecil saja keuntungan dibagi seperti
itu. Anggota-anggota sudah beruntung dengan membeli murah. Keuntungan yang
tersebar hendaklah dipergunakan sebagai premi bagi mereka yang membeli menurut
perbandingan pembeliannya. Tiap-tiap orang yang membeli barang kepada kooprasi
itu mendapat sebuah bon. Di atas bon itu tertulis harga pembeliannya. Habis
tahun keuntungan koperasi bagian yang terbesar dibagi antara mereka itu, menurut
perbandingan jumlah harga pembeliannya, yang ternyata pada bon-bon yang ada
ditangannya. Pembagian keuntungan seperti itu dipandang adil, sebab mereka yang
membeli itulah yang menolong memajukan koperasi tadi.
Akan
tetapi lebih dekat kepada semangat koperasi yang sebenarnya ialah, kalau
keuntungan itu tidak dibagi, melainkan dijadikan uang cadangan, reserve.
Anggota-anggota sudah memperoleh keuntungan dengan membeli murah. Dengan
memupuk reserve dari pada keuntungan yang tersambil tadi, kapital koperasi
semangkin lama semangkin banyak. Akhirnya koperasi itu hidupnya tidak
tergantung lagi pada uang iuran anggotanya. Iuran itu pada hakekatnya bukan
uang tetap.
Kalau
seorang anggota berhenti jadi sekutu, uang iuran mesti dikembalikan. Tiap-tiap
uang yang dikembalikan itu mengurangkan kapital koperasi. Semakin banyak
anggota yang berhenti, semakin banyak penarikan kapital dari koperasi. Tetapi
kalau diadakan uang serep, yang dipadu dari pada keuntungan yang tersambil
tadi, maka anggota yang keluar tidak besar pengaruhnya atas usaha dan
perjalanan koperasi. Selanjutnya uang reserve itu memperkuat kedudukan koperasi
dan memberikankepadanya dasar yang kukuh untuk meluaskan perusahaan.
Kalau
sekiranya penjualan koperasi tidak dapat lebih murah dari pada penjualan
toko-toko biasa, bolehlah sebagian dari pada keuntungan dibagikan kepada
anggota dan kepada si pembeli. Tetapi bagian yang terbesar hendaklah dijadikan
uang cadangan.
Ujud
koperasi, seperti disebut tadi, ialah membela keperluan orang kecil. Mencapai
keperluan hidup dengan ongkos yang semurah-murahnya, itulah yang dituju. Bukan
keuntungan. Sungguhpun begitu koperasi tetap memenuhi syarat ekonomi yang biasa
disebut motif ekonomi. Motif ekonomi ujungnya mencapai hasil yang
sebesar-besarnya dengan tenaga atau ongkos yang sekecil-kecilnya. Juga koperasi
yang mengemukakan keperluan, berusaha begitu. Keperluan bersama akan
barang-barang dibeli sekali banyak. Karena itu lebih murah harganya dan lebih
kurang ongkosnya. Selain dari itu koperasi dapat menyingkirkan keuntungan orang
dagang yang memahalkan harga barang. Jadi nyatalah, bahwa koperasi ujudnya
mencapai keperluan bersama dengan ongkos yang semurah-murahnya. Dalam hal ini
koperasi berekonomi seperti tiap-tiap orang berekonomi. Tidak melengahkan
tuntutan motif ekonomi. Malahan tuntutan motif ekonomi itu lebih sempurna di
tangan koperasi. Koperasi menyingkirkan tingkat yang berlebih dalam cendera
pertukaran ekonomi dan sebaliknya tidak mengejar kedudukan monopoli.
Setelah
dinyatakan, bahwa ujud koperasi ialah memenuhi keperluan bersama, bukan mencari
keuntungan, perlulah lagi dinyatakan dasarnya, yang harus diperhatikan benar.
Koperasi, jika mau subur hidupnya, mesilah berdiri atas dua tiang, yaitu
solidaritas, setia bersekuu, dan individualitas, kesadaran akan harga diri
sendiri. Sadar diri ini adalahs uatu sifat, karakter kukuh yang tidak boleh
diperkacaukan artinya dengan individualisme, dasar yang mendahulukan hak
orang-seorang dari pada hak masyarakat. Individualisme menuntut kemerdekaan
orang-seorang bertindak untuk mencapai keperluan hidupnya. Ia tak mau
orang-seorang diikat oleh masyarakat. Tetapi individualitas adalah sifat pada
orang-seorang yang menandakan kehalusan budi beserta dengan keteguhan wataknya,
yang memaksa orang lain menghargai dan memandang akan dia.
Kedua-duanya
itu, solidaritas dan individualitas mesti ada pada koperasi. Koperasi yang
cocok dengan ukuran cita-citanya, mestilah berdiri pada tiang yang dua itu.
Apabila kurang salah sebuah, koperasi itu kurang baik jalannya. Ia masih bisa
berdiri dan bekerja, tetapi tidak menurut yang semestinya. Sebab itu koperasi
Indonesia yang baru bangun kembali, hendaklah menyempurnakan kedua tiang itu.
Koperasi
ada tiga macam, yaitu:
1.
Koperasi Konsumsi.
2.
Koperasi Kredit.
3.
Koperasi Produksi.
Marilah
kita perhatikan sebentar betapa duduknya kedua tiang, solidaritas dan
individualitas itu pada tiap-tiap tipe itu. Kita mulai dengan
koperasi-konsumsi. Inilah macam koperasi yang terbanyak di benua Barat dan yang
paling pertama pula timbulnya. Itu tidak mengherankan, sebab yang terlebih
dahulu terasa bagi orang kecil ialah fasal mendapat barang keperluannya dengan
harga yang semurah-murahnya. Sebab itu pula kaum buruhlah yang terutama dan
pertamakali memajukannya. Kaum buruh tidak menghasilkan barang dengan tanggungannya
sendiri, melainkan menerima upah. Barang yang dihasilkan dengan cucur peluhnya
itu harus dibelinya lagi dengan upah yang diperolehnya, jika ia ingin akan
barang itu. Jadinya mendapat barang dengan ongkos yang semurah-murahnya, itulah
yang diutamakannya. Dengan gaji atau upah yang diterimanya itu,
seboleh-bolehnya dapat dibelinya barang keperluan hidupnya sebanyak-banyaknya.
Makin murah harga tiap macam barang, makin banyak macam keperluannya yang dapat
dipuaskannya. Sebab itu kaum buruh lekas tertarik hatinya kepada
koperasi-konsumsi, koperasi-membeli-barang pakaian dan makanan.
Apabila
kaum buruh tidak ada mempunyai individualitas, tidaklah ada semangatnya untuk
membela keperluan hidupnya. Perasaan menyerah kuat menekan kemanuannya. Niatt
berkoperasipun hilang. Sekalipun ada koperasi, orang acuh tak acuh. Manusia
yang tidak insyaf akan harga dirinya dan tidak punya kemauan yang tetap, tidak
sanggup mencapai sesuatu tujuan. Paling banyak ia tahu mengelamun, tiba-tiba
hati memikirkan nasib yang sengsara. Sebab itu, mendidik individualitas itu
adalah kewajiban besar bagi penganjur koperasi.
Apabila
anggota koperasi tidak mempunyai rasa solidaritas, ia tidak merasa kepentingan
bersama. Koperasi baginya jalan untuk pembela keperluannya snediri. Dalam
keadaan semacam itu, koperasi mudah dirusak oleh konkurennya yang menjual
barang keperluan umum. Lawan tadi menurunkan buat sementara harga
barang-barangnya. Anggota yang tidak mempunyai rasa solidaritas mudah terpedaya
dengan taktik semacam itu. Ia lari membeli ke tempat lawan koperasinya sendiri.
Nanti, jika koperasi sudah mati, ia baru merasa sakitnya. Karena, toko yang
menjual murah tadi, sekarang menaikkan kembali harga barangnya.
Nyatalah,
bahwa solidaritas dan individualitas, keduanya tiang koperasi. Jika hilang
salah satu dari tiang yang dua itu, koperasi tidak sempurna duduknya. Selagi
solidaritas mendorong senantiasa memperhatikan keperluan bersama,
individualitas menginsyafkan harga diri sendiri dan memperkuat semangat
memajukan usaha bersama tadi. Pengurus koperasi yang tidak mempunyai
kedua-duanya sifat itu padanya, tidak sanggup memajukan koperasi dan lambat
laun tidak terpakai. Sebab itu pemimpin koperasi tidak bergaji. Jika ia
terhitung orang yang tidak mampu, ia hanya dibantu dengan memberikan kepadanya
nafkah hidup yang sederhana. Dengan ini terdapat bagi koperasi pemimpin yang
mempunyai cita-cita, yang memandang ideal koperasi itu sebagai buah mata yang
dipinang-pinangnya. Hanya orang yang mempunyai perasaan sosial dapat menjadi
pemimpin koperasi yang sebenarnya. Bagi orang semacam itu, yang jadi tujuan
adalah koperasi sebagai badan persekutuan untuk membela keperluan bersama. Ia
mau sehidup semati dengan tujuannya itu.
Demikian
juga koperasi-kredit. Kemajuannya bergantung pada tiang yang dua tadi:
solidaritas dan individualitas. Di sini barangkali individualitas mesti ditaruh
di muka.
Koperasi-kredit
lain sedikit duduknya daripada koperasi konsumsi. Koperasi-kredit sifatnya
semata-mata aktif. Ia didirikan untuk membela keperluan anggotanya akan kredit,
bbiasanya yang menjadi anggota ialah orang dagang kecil, yang tidak mudah
mendapat kredi dari bank besar. Sebab itu pula kredit itu semata-mata
dipinjamkan kepada anggotanya saja. Kepada orang yang bukan anggota tidak
dipinjamkan. Di sini tampak perbedaannya dengan koperasi konsumsi, yang menjual
juga kepada orang yang bukan anggotanya.
Anggota
koperasi-kredit yang meminjam itu, jika ia hendak maju, mestilah aktif bekerja.
Sebab itu individualitas terkemuka pada koperasi-kredit. Individualitas membawa
rasa mau maju, mau mendapat penghargaan atas diri sendiri. Tetapi kalau sifat
itu tidak disertai dengan rasa solidaritas, ia bakal menguntungkan diri sendiri
saja. Di mana sifat individualitas ada beserta dengan sifat solidaritas,
kemajuan dan penghargaan yang didapat bagi dirinya sendiri itu memperkuat
cita-cita akan menarik kaum seper-sekutuan kemuka. Ketiadaan solidaritas pada
koperasi-kredit sering menjadi sebab, bahwa seorang anggota yang meminjam hanya
mementingkan keperluannya saja. Asal dapat ia meminjam, akibatnya tidak
dipedulikannya.
Fasal
mengembalikan kredit itu pada waktu yang sudah ditetapkan, tidak menjadi
perhitungan baginya. Jika pada tempo mengembalikan uang yang dipinjamnya itu
tampak olehnya jalan yang baik untuk mempertukarkan kembali uang itu, ia tak
enggan mengerjakannya. Kredit tidak dipulangkannya dan ia lebih suka membayar
denda yang dijatuhkan oleh koperasi kepadanya. Uang yang tertahan padanya itu
merugikan kawan yang lain, yang harus mendapat giliran kredit.
Mendidik
rasa solidaritas dan sifat individualitas anggota koperasi kredit amat enting.
Sebab individualitas di sini yang terkemuka, jika tidak awas, individualitas
itu bisa berputar menjadi individualisme, mengingat keperluan diri sendiri
saja. Egoisme itulah musuh yang sebesar-besarnya bagi koperasi. Individualistas
harus dididik selalu dalam keadaannya dua serangkai dengan solidaritas.
Kita
lihat lagi kedudukan koperasi-produksi. Persekutuan semacam ini banyak terdapat
di negeri agraria, negeri pertanian. Sebab itu sangat berkembang ia di
Denemarken. Juga Indonesia banyak mempunyai harapan akan maju kejurusan ini.
Negeri industri kurang mementingkan koperasi produksi. Kaum industri sangat
kuat bersemangat kompetisi, sebab itu tidak suka akan koperasi. Bagi mereka tujuan
organisasi ialah monopoli dan konsentrasi. Dan selama ada kapitalisme, industri
tidak suka dengan koperasi. Sebab itu koperasi-konsumsi kepunyaan kaum buruh
yang banyak terdapat dalam negeri industri.
Bagi
negeri pertanian, koperasi-produksi itu menjadi cita-cita yang tinggi.
Pertanian sejak semulanya sifatnya usaha bersama. Semangat tolong-menolong kuat
pada orang tani. Ini terbawa oleh keadaan masyarakatnya. Pekerjaan mengusahakan
tanah, seperti menanam padi dan menuai serta mengangkut buahnya pulang, jarang
terpikul oleh orang-seorang. Sebab itu pada dasarnya sudah ada semangat
koperasi pada pertanian. Rasa solidaritas sudah ada. Semangat berkompetisi
kurang sekali pada orang tani. Perusahaan terutama dikerjakannya untuk memenuhi
keperluan hidupnya sekeluarga. Baru sisanya, jika ada, dijual untuk pembeli
keperluan hidup yang kurang.
Selagi
rasa solidaritas sangat kuat pada orang tani, sifat individualitas sangat
tipis. Orang hidup menuru kebiasaan. Penghargaan diri sendiri sudah ditentukan
oleh masyarakat. Sebab itu soal utama untuk membangunkan koperasi di daerah
agraria ialah membangun individualitas itu. Kalau individualitas itu tidak
dapat dimasukkan, maka sukar mendirikan koperasi pertanian. Rasa solidaritas
saja tidak mampu apa-apa untuk membangunkan organisasi. Guna koperasi-produksi
ialah merasionilkan penghasilan dan membesarkan harga barang yang dihasilkan.
Harga barang tani dapat dibesarkan, jika ia dibawa dari tempat yang
berkelebihan ke tempat yang berkehendak akan itu. Buat itu perlu organisasi.
Organisasi hanya dapat diatur oleh mereka yang mempunyai individualitas. Rasa
mau dihargai itu memperkuat tindakan. Juga untuk mengatur jalan ke pasar tidak
cukup rasa solidaritas saja. Orang mesti tahu jalan ke pasar yang menentukan
harga barang, barulah berarti koperasi tadi. Kalau pimpinan koperasi tidak
mempunyai individualitas, tak akan berhasil koperasi-produksi itu. Dan bukan
pemimpin saja harus mempunyai individualitas, tetapi juga anggota-anggota
koperasi itu harus mempunyainya banyak sedikitnya. Semangat berjuang untuk
membela keperluan bersama mesti kuat. Jadinya koperasi-produksi mesti
memperkuat individualitas untuk menggenapkan solidaritas. Solidaritas yang
tidak disusul dengan individualitas, tidak berdaya dalam perekonomian model sekarang.
Memperbanyak kecerdasan umum orang tani dengan berbagai penerangan tentang soal
hidup dunia sekarang adalah jalan yang sebaik-baiknya untuk membangunkan
individualitas dalam dirinya. Inilah yang dituju dahulu oleh Grundtvig di
Denemarken dengan cita-citanya yang diberi nama “Sekolah Tinggi Rakyat”.
Maksudnya bukan memberikan pengetahuan yang tinggi-tinggi yang tak kan tercapai
oleh pak tani, melainkan memajukan keinsyafan akan harga diri.
Sekarang
nyatalah, bahwa rahasia koperasi terletak pada dua tiang: solidaritas dan
individualitas. Jika hilang salah satu dari yang dua itu, tidak sempurna
jalannya. Bangsa kita yang mau menempuh jalan ini bagi perusahaan ekonominya
mesti memperlihatkan dasarnya itu. Keduanya itu tidak didapat begitu saja,
melainkan dengan didikan.
Memang
koperasilah yang mesti dianjurkan untuk mendapat kemajuan yang tetap dalam
medan ekonomi. Tidak ada lain jalan bagi rakyat kita yang lemah ekonominya
untuk memperbaiki hidupnya. Koperasi memang senjata si lemah. Tetapi
perhatikanlah tabiat jalan yang ditempuh itu, supaya ada harkatnya. Kalau salah
membawa fiil, usaha akan jadi kocar-kacir.
Sekarang
kita perhatikan dengan sepatah kata cara membangunkan dan mengatur perkumpulan
koperasi. Siapa yang ingin membangunkan koperasi, hendaklah diperiksa lebih
dahulu siapa-siapa yang akan diajaknya berteman. Koperasi ujudnya usaha
bersama. Untuk mencapai maksud itu mestilah mereka yang bekerja bersama-sama
itu kenal betul akan satu sama lain serta percaya-mempercayai. Sebab itu tak
baik, kalau koperasi dimulai dengan anggota yang terlalu banyak, yang satu sama
lain tidak begitu kenal. Biar kecil mulanya, asal semangatnya baik dan kemauan
sama bulat. Tiap-tiap organisasi yang mempunyai cita-cita tinggi dimulai oleh
segolongan kecil, yang banyak itu mengikut di belakang. Kalau koperasi itu
telah baik jalannya, anggotanya pasti akan bertambah, dan barangkali bertambah
dengan cepat. Dikeliling pusat yang teguh dan satu hati itu tambahan jumlah
mudah tersusun. Semangat yang dibawa oleh golongan promotor tadi akan
mempengaruhi lingkungannya.
Anggaran
dasar koperasi itu mesti menerangkan maksudnya dan usahanya dengan
sejelas-jelasnya. Hak dan kewajiban anggota mesti diatur betul-betul. Kalau
anggota keluar dari perkumpulannya, sampai berapa lama terus tanggungannya.
Kalau ada kerugian, bagaimana memikulkannya kepada anggota-anggota koperasi
itu. Kedudukan koperasi membawa pertanggungan bersama. Tetapi oleh karena
anggotanya tidak sama mampu, pembagian pertanggungan itu menurut keadilan harus
ditentukan. Dan terhadap orang luar aturan pembagian pertanggungan itu mesti
terang.
Sebaik-baiknya
koperasi mempunyai badan penasihat dan badan pengawas. Ini menguatkan kedudukan
koperasi di mata orang luar. Dalam anggaran dasar disebutkan juga beberapa
aturan tentang menjalankan pengawasan itu. Ini perlu, supaya jangan timbul
persengketaan kelak antara pengawas dan pengurus yang diawasi.
Dalam
anggaran dasar mesti juga disebutkan asas-asas menjalankan perusahaan. Ini
menjadi pedoman bagi pengurus atau bagi pemimpin-usaha. Peraturan itu akan
memberi ingat senantiasa kepadanya, supaya jangan diabaikan dasar koperasi dan
jangan dikerjakan tindakan spekulasi.
Bagi
koperasi-konsumsi dimuat dalam anggaran dasarnya larangan kepada anggotanya
membeli barang ke tempat lain, selama barang itu ada dijual oleh koperasi.
Kecuali kalau pengurus mengijinkan berhubung dengan keadaan yang luar biasa.
Anggotapun tidak boleh menjual kembali kepada orang lain barang yang dibelinya
dari koperasinya. Maksud koperasi-konsumsi ialah membeli bersama untuk
keperluan sendiri, bukan untuk menjualnya kembali. Dalam keadaan yang biasa
orang lain juga boleh membeli kepada koperasi itu. Apa sebab ia mesti membeli
kepada seorang anggotanya? Anggota yang membeli dan menjual lagi itu biasanya
angggota yang curang. Maksudnya ialah mencari keuntungan baginya sendiri dari
penjualannya kepada orang lain itu. Anggota yang semacam itu melanggar dasar
perkumpulannya dan tak patut ditahan dalam koperasi. Sebab itu sebagai
peringatan ke jalan yang benar, larangan menjual kembali itu mesti disebutkan
dalam anggaran dasar.
Bagi
koperasi-kredit mesti diadakan dalam anggaran dasarnya peraturan meminjamkan
uang kepada anggotanya. Disebutkan juga aturan denda kepada anggota yang
melanggar aturan meminjam itu. Selanjutnya disebutkan pula asas-asas tentang
mengurus dan menjalankan modal dan uang simpanan, yang tidak dipinjamkan kepada
anggota. Ini perlu, karena anggota semuanya yang menanggung akibat tindakan
pengurus atau pemimpin usaha.
Suatu
fasal yang penting juga bagi koperasi ialah cara memelihara kerukunan.
Perselisihan antara anggota atau antara anggota dengan pengurus harus
diperdamaikan dengan memberi kepuasan kepada kedua belah pihak. Oleh karena itu
anggaran dasar mestilah pula memuat peraturan tentang memperdamaikan
perselisihan itu.
Sekianlah
fasal yang penting-penting, yang harus diperhatikan benar waktu mendirikan
koperasi. Hal-hal yang lain itu, tentang kedudukan pengurus, tentang rapat
anggota dan rapat tahunan dan lain-lainnya, sudah mudah mengaturnya, apabila
dasar-dasar yang terutama telah jelas benar.
Sumber: Bab IV buku Beberapa
Fasal Ekonomi (Jalan Ke Ekonomi dan Koperasi), Mohammad Hatta,
Perpustakaan Perguruan Kementerian P. P. dan K. Jakarta, cetakan pertama 1942 –
cetakan kelima 1954.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar