Perjuangan
itu harus diringankan dengan alat-alat kerja yang modern. Tenaga manusia harus
terpelihara, dengan bantuan teknik!
Sejalan
dengan pemindahan penduduk seperti itu, maka dapat dimajukan industri
berangsur-angsur menurut plan yang teratur. Di Jawa maupun di daerah-daerah
baru itu. Apabila persebaran penduduk sudah lebih baik, maka dasar penghidupan
di tanah Jawa bertambah baik pula, tenaga pembeli rakyat bertambah besar. Di
tanah seberang di tempat-tempat yang di buka itu timbul tenaga pembeli baru.
Dengan bertambahnya tenaga pembeli rakyat dapatlah didirikan berbagai macam
industri, yang pada gilirannya nanti memperbesar pula tenaga pembeli yang ada.
Tentang
industri dan transmigrasi di Indonesia lebih lanjut diterangkan dalam buku
karangan saya Beberapa Fasal Ekonomi bagian VI, sehingga tak perlu
diuraikan dengan panjang lebar di sini. Yang di atas ini cukuplah untuk
menyatakan pokoknya!
III.
Dengan uraian di atas nyatalah, bahwa Indonesia berangsur-angsur mesti menempuh
jalan industrialisasi. Tetapi Indonesia tak boleh mengabaikan dasarnya yang
asli, yaitu negeri agraria. Penghidupan rakyatnya mestinya terutama pertanian.
Dalam hal pokok hidup yang terutama ini ia tidak boleh menggantungkan hidupnya
kepada negeri lain. Apa lagi karena tanahnya amat luas. Dalam soal makanan
Indonesia harus mencukupi keperluan rakyatnya, sekalipun jiwanya nanti
bertambah sampai 100 juta atau lebih. Tetapi disebelah pertanian mestilah ada
industri yang sempurna. Pendek kata, Indonesia mesti menjadi negeri separo
pertanian dan separo industri.
Segala
alat dan mesin yang perlu untuk menjalankan industrialisasi dapat diimpor dari
luar negeri. Untuk lembarannya harus disediakan barang-barang ekspor yang
dihasilkan oleh bumi Indonesia: karet, kapok, kina, minyak, timah, berbagai
barang hutan dan banyak lagi lainnya.
Jika
benar, bahwa dunia baru sesudah perang yang baru lalu ini akan menyelenggarakan
cita-cita ekonomi, yang disebut oleh Roosevelt freedom from want, yaitu
bebas dari kemelaratan hidup, maka perlulah perekonomian dunia diatur
dengan cita-cita kemakmuran bersama bagi seluruh bangsa di dunia.
Jalan
yang ditempuh oleh Indonesia untuk memperbesar kemakmuran rakyatnya mestilah
pula ditempuh oleh negeri-negeri lain yang selama ini tertindas ekonominya.
Istimewa negeri-negeri yang luas tanahnya mestilah bersifat separo industri.
Untuk menjalankan industrialisasi di sana perlu mesin-mesin yang dihasilkan
oleh negara-negara industri berat. Berhubung dengan itu perlu diatur pertukaran
internasional menurut dasar normatif, dasar yang telah dirancang lebih dahulu.
Ini hanya bisa diselenggarakan oleh konferensi perekonomian internasional!
Dengan
jalan mengadakan industrialisasi seluruh Asia Timur saja menurut plan yang
teratur, maka negeri-negeri industri berat tukang membuat mesin-mesin besar
segala rupa, akan memperoleh pekerjaan yang cukup banyaknya, sehingga kaum
buruh mereka akan terlepas dari bahaya pengangguran, yang sekarang senantiasa
mengancam.
Untuk
mengatur susunan perekonomian dunia, perlulah negeri-negeri di dunia disusun
dalam beberapa lingkungan kesatuan ekonomi. Umpamanya Asia Timur dengan
Australia dapat dibentuk jadi satu lingkungan. Maupun kedudukan geografinya,
maupun struktur perekonomiannya menghendaki daerah ini dijadikan suatu
lingkungan “kemakmuran bersama”.
Lingkungan
ini bisa menjadi satu satuan ekonomi dalam ekonomi dunia yang tersusun dalam
berbagai golongan. Di sebelah golongan Asia Timur dan Australia serta kepulauan
sekitarnya hendaklah ada golongan Asia Barat, golongan Sovyet-Rusia yang
merupai benua sendiri dalam bangunan dan ekonominya, golongan Eropa, golongan
Laut Tengah, golongan Afrika Selatan, golongan Amerika Utara dan Tengah, golongan
Amerika Selatan. Diantara berbagai golongan itu, yang satu-satunya menjadi satu
satuan ekonomi dapat diadakan pertukaran barang yang lebih mudah daripada yang
terjadi dalam stelsel perekonomian dunia yang tidak teratur, kerja bersama
antara berbagai golongan ekonomi untuk mencapai kemakmuran bersama lebih mudah
dan teratur. Dan dengan cara begitu akan tercapai ketentraman dan kesejahteraan
dalam perekonomian dunia. Oleh karena itu terjamin pula perdamaian yang kekal.
Hukum
kemajuan perekonomian mendorong ke jurusan itu. Apakah cita-cita yang tersebut
di atas tercapai di masa yang akan datang ini, itu sukar mengadimkannya.
Kapitalisme memang semakin berubah sifatnya, dan tampak arahnya akan digantikan
oleh perekonomian kolektif. Akan tetapi, selama kapitalisme belum lenyap sama
sekali sifat individualisme masih ada, dan yang diuraikan di atas tidak akan
tercapai dengan begitu saja.
Dengan
uraian ini teranglah, bahwa soal ekonomi Indonesia di masa datang ialah
pembangunan ke dalam yang berarti menimbulkan kemakmuran rakyat dan pembangunan
ke luar yang berarti mengadakan koordinasi dalam pembangunan perekonomian
seluruh dunis.
Sekian
tentang asas dan garis besar dari politik perekonomian Indonesia di masa
datang.
***
Tetapi
sebelum kita dapat melangkah ke jurusan penyelenggaraan asas politik
perekonomian kita, perlulah lebih dahulu diselesaikan soal-soal hidup yang
mendesak pada waktu ini. Inilah yang akan menjadi acara permusyawaratan
ekonomi, yang dimulai hari ini.
Kesulitan
ekonomi Indonesia tidak akan beres kalau tidak dimulai dengan melikuidasi
politik perekonomian militer Jepang, yang berdasarkan kepada regionalisme,
yaitu sistem blok-blokkan. Dalam sistem itu tiap-tiap daerah disuruh berusaha
untuk mencukupi sendiri segala keperluan hidupnya. Akibat dari sistem itu ialah
pembagian keperluan hidup yang tidak rata. Barang yang berlebih pada satu
daerah tidak dikirimkan kepada daerah yang berkekurangan. Tiap-tiap daerah
mempunyai kelebihan satu macam barang di sebelah kekurangan akan barang-barang
lain. Tetapi tindakan tukar-menukar kelebihan barang tidak dapat dilangsungkan,
karena tiap-tiap daerah mulai mengutamakan kepentingan daerahnya sendiri.
Barang masuk dibolehkan, barang keluar dicegah. Karena itu dagang gelap jadi
merajalela.
Maksud
sistem ini ialah, supaya tiap-tiap daerah berusaha dengan segiat-giatnya untuk
menghasilkan seberapa dapat segala barang keperluan hidup rakyatnya. Muslihat
itu diadakan berhubung dengan keadaan perang. Dalam peperangan mungkin jalan
perhubungan dirusak dan diputus oleh musuh dengan bom. Kalau yang demikian
terjadi, maka satu daerah jadi terpencil dari daerah yang lain. Oleh karena
itu, diusahakan supaya, tiap-tiap daerah belajar mencukupi sendiri akan
keperluan rakyatnya.
Akan
tetapi muslihat seperti itu tidak berarti, bahwa barang penghasilan yang
berlebih pada satu daerah tidak boleh dikeluarkan untuk daerah lain. Sungguhpun
begitu, orang salah raba. Pengeluaran barang dari satu daerah untuk daerah lain
dipersukar, sehingga seluruh ekonomi jadi timpang.
Oleh
karena itu sistem regionalisme Jepang itu, yang membawa kerugian ekonomi pada
segala tempat harus dibongkar selekas-lekasnya, dicabut dengan akar-akarnya.
Republik Indonesia yang mengenal rakyat Indonesia seluruhnya, tidak mengakui
pada dasarnya sistem yang didasarkan kepada kepentingan golongan. Tujuan
Republik Indonesia ialah meratakan pembagian barang-barang keperluan hidup
kepada seluruh rakyat. Daerah yang berkelebihan akan sesuatu barang, istimewa
beras, harus membantu daerah yang berkekurangan akan barang itu. Badan-badan
pemerintah hendaklah mengusahakan, supaya barang yang mengalir dari tempat yang
berkelebihan itu ada tukarnya yang pantas dan sepadan. Maupun dengan uang
ataupun dengan barang lain.
Satu
akibat lagi dari peperangan atas ekonomi Indonesia ialah bahwa pertukaran
barang yang dengan perantaraan uang jadi terganggu. Orang tani yang
menghasilkan barang makanan, suka menerima uang sebagai tukaran barangnya, asal
ia dapat membeli barang pakaian dengan uang yang diterimanya itu. Akan tetapi
kita tahu, bahwa pakaian yang dibutuhkan oleh orang tani hampir tak ada di
jual. Oleh karena itu buat apa uang baginya? Sering ia tak mau menerima uang
sebagai tukaran padi atau berasnya. Uang diterimanya juga sekedar untuk pembeli
barang keperluan hidup lainnya, yang tidak dihasilkannya sendiri. Tetapi dalam
praktek hidup sekarang, sering juga ia tidak dapat membeli barang-barang yang
lain itu yang tidak berasal dari pertanian.
Orang
tani ingin mendapat garam, gula, ikan asin, rokok, minyak tanah untuk mencukupi
keperluan hidupnya. Tetapi, betapakah sukarnya bagi mereka untuk memperoleh
semuanya itu dan betapa pula mahal harganya?
Lebih
sukar lagi hidup orang kota, yang sebagan besar terdiri dari pegawai dan buruh,
yang tidak langsung menghasilkan barang-barang keperluan hidup. Barang
penghasilannya ialah jasa yang diberikan kepada badan-badan pemerintah atau
majikan, dan tukaran jasanya diterimanya dengan uang. Dan dengan uang yang
diperoleh sebagai gaji dan upah tidak selamanya dia dapat menukari
barang-barang keperluan hidupnya. Kita yang pernah hidup di kota-kota besar
tahu, bahwa tukang sayur, tukang jual telur dan ayam atau orang yang menjual
beras sering-sering tidak mau menerima beli barangnya dengan uang. Ia meminta
barang sebagai tukarnya. Terutama ia meminta pakaian, kadang-kadang rokok,
“kooa” diterimanya juga. Tetapi nyatalah, bahwa pertukaran langsung barang
dengan barang tidak dapat dipenuhi oleh orang kota dengan terus-menerus. Pada
suatu ketika – dan ketika itu cepat datangnya – persediaan pakaiannya mulai tipis,
dan tinggallah keperluan minimum bagi dia sendiri. Dari mulai itu ia tidak
dapat lagi melakukan pertukaran langsung.
Dengan
bukti-bukti ini yang dapat kita alami setiap hari, nyatalah bahwa tindakan
memutar ekonomi perang jadi ekonomi biasa tidak tercapai dengan merombak saja
pagar-pagar perekonomian antara daerah dengan daerah yang diperbuat oleh
Jepang. Pertukaran merdeka tidak dapat dilangsungkan, sebab mesti kandas
jalannya.
Ketimpangan
yang timbul dalam perekonomian sekarang ialah, karena pertukaran yang seimbang
antara kota dan desa tidak ada lagi. Di masa damai kota hidupnya dari industri
dan dagang itu dipertukarkan dengan orang desa, yang menghasilkan barang
makanan. Selama perang, industri dan dagang di kota sangat mundur, dan
bagian-bagiannya ada yang mati sama sekali. Dan kerajinan yang dahulu banyak
bertempat di kota, pindah ke desa, sebab bahan-bahannya ada di desa. Orang tani
seberapa dapat membuat pakaiannya sendiri dari kapas dan kapok atau serat yang
ditanamnya sendiri. Dan ada kalanya orang kota datang ke desa untuk membeli
pakaian yang perlu dipakainya. Karena itu pertukaran antara kota dan desa tidak
seimbang lagi. Aliran barang tertuju ke satu jurusan saja, dari desa ke kota,
tidak lagi timbal-balik. Dan oleh karena itu uang mengalir ke desa dengan tiada
dapat dipergunakan oleh orang tani. Lalu masyarakat menghadapi kesukaran
pembagian yang berpengaruh atas keinsafan produksi.
Sebelum
perhubungan impor-impor dengan luar negeri berjalan normal, ekonomi kota akan
terus menghadapi kesukaran. Hidupnya industri dalam kota banyak bergantung dari
impor bahan dan mesin.
Oleh
karena itu pasal yang terutama yang harus dibereskan dengan segera ialah:
a).
Cara bagaimana mengatur pembagian barang-barang keperluan hidup yang terbatas
jumlahnya itu, dengan jalan sebaik-baiknya, sehingga dalam garis kemungkinan
yang ada tercapai kemakmuran sebesar-besarnya bagi segala penduduk.
b).
Dengan alat yang jauh dari pada cukup dan sempurna, bagaimana mengatur
organisasi produksi dengan mengindahkan tuntutan motif ekonomi: mencapai hasil
yang sebesar-besarnya dengan tenaga yang sedikit-dikitnya? Bulatnya kita harus
menyusun tenaga dan alat yang ada sedemikian rupa, sehingga tercapai
penghasilan yang sebaik-baiknya.
Kedua
hal ini bersangkut-paut, dan kesempurnaan kedua-dua usaha itu sangat bergantung
kepada alat pengangkutan. Sebab itu pokok segala soal produksi dan
pembagian ialah memperbanyak alat perhubungan: kereta api dan oto-gerobak.
Antara jalan kereta api dan jalan oto-gerobak mestilah ada koordinasi. Oleh
karena itu jawatan kereta api dan jawatan oto-gerobak mestilah berpusat pada
satu tangan yaitu kementrian perhubungan. Kalau perhubungan tidak beres, jalan
pembagian barang tidak beres pula.
Kita
semuanya tahu, bahwa alat pengangkutan sekarang sangat kurang. Jalan kereta api
banyak yang dirombak oleh Jepang; relnya dibawa ke Birma untuk membuat jalan
kereta api di sana. Demikian juga lebih dari 40% dari alat pengangkutan kereta
api, lokomotof dan wagon diangkut keluar. Dan yang diangkut itu adalah yang terbaik,
sehingga kapasitas pengangkutan kereta kurang dengan 60%. Alat pengangkutan
atau gerobak hampir habis sama sekali. Di sini – boleh dikatakan – terdapat
kemunduran yang hampir 100%.
Kalau
kita dapat mengadakan perhubungan tukar-menukar dengan dunia luaran, yang
terutama sekali yang harus didatangkan ialah alat pengangkutan
sebanyak-banyaknya.
Untuk
menyelenggarakan keintensifan dan koordinasi produksi serta mencapai pembagian
barang kepada seluruh rakyat dengan jalan yang sebaik-baiknya, hendaklah diadakan
sentralisasi dari pejabatan kemakmuran negara. Hanya dengan adanya sentralisasi
itu, dapatlah dilakukan pemindahan barang dari daerah yang berkelebihan ke
daerah yang berkekurangan, dengan mengingat pemakaian transpor yang
sedikit-dikitnya. Dalam menyelenggarakan ekonomi pembagian, ekonomi transpor
tidak boleh diabaikan; istimewa pada waktu kekurangan alat seperti sekarang
ini.
Pembagian
yang adil menghendaki pembagian yang sama rata bagi seluruh rakyat,
sekurang-kurangnya tentang bahan makanan yang terpenting. Pembagian beras
sekarang tidak rata. Ada daerah yang membagikan 200 gram beras kepada seorang
sehari, ada yang 150, malahan
ada yang 100 gram. Jika pejabatan kemakmuran disentralisasi, dengan produksi
padi yang dicapai sekarang, kepada tiap-tiap orang dapat dibagikan 200 gram
sehari.
Gula
pasir adalah barang yang berlebih-lebih. Apakah tidak mengherankan, kalau masih
saja berlaku sistem yang seorang mendapat pembagian gula sekilo, sebulan,
sedangkan keperluan seseorang akan gula rata-rata 3 kilo sebulan? Kekurangan
yang 2 kilo itu terpaksa dibeli di pasar gelap, dengan harga yang bukan main
mahalnya? Ini bukan ekonomi lagi! Dengan menaikkan bagian seseorang akan gula
pasir sampai 3 kilo sebulan, maka dengan sendirinya hilang pasar gula gelap, yang
menguntungkan kepada beberapa tukang catut saja. Juga sistem pembagian Jepang
ini harus dibongkar sama sekali.
Kepentingan
tentang beras adalah sama antara orang kota dan orang tani. Kedua-dua golongan
mesti mendapat beras, karena nasi adalah dasar hidup yang terutama. Tetapi
terhadap berbagai barang ada perlainan antara keperluan orang kota dengan
keperluan orang tani. Pembagian minyak kelapa sangat perlu dalam kota,
sedangkan orang tani sebagian dapat memperbuatnya sendiri. Sebaliknya pembagian
minyak-tanah sangat dibutuhkan oleh orang tani, sebab di desa umumnya
tidak ada listrik. Orang kota tidak begitu perlu akan minyak tanah.
Kalau
seterusnya dapat diadakan sistem pembagian keperluan hidup lainnya, seperti
jagung, singkong, ubi, kedele, kacang hijau, buah kelapa, garam, ikan asin,
sabun, dan rokok, yang boleh berlain-lain susunannya menurut keadaan tempat dan
kebiasaan hidup penduduknya, maka akan ternyata, bahwa Indonesia dan Jawa
khususnya tidak kekurangan makanan. Yang kurang hanya sistem pembagian bahan
makanan dan keperluan hidup yang teratur. Marilah kita tumpahkan segala minat
kita untuk mengadakan sistem pembagian yang teratur dan adil, supaya bertambah
kemakmuran rakyat. Kalau kita sanggup menyelenggarakan ini, maka tidak sedikit
sumbangan kita kepada rakyat untuk memperkuat tenaga produktif dan tenaga
perjuangan!
Tentang
produksi, tidak perlu dipaparkan dengan panjang lebar, bahwa tiap-tiap produksi
harus diintensifkan. Dan memang dapat diintensifkan, dari mulai sekarang juga.
Sebagai
akibat daripada politik perekonomian Jepang, yang menyita dan memeras dengan
harga yang jauh lebih rendah daripada ongkos produksi, maka banyak sekali
kemunduran dalam pertanian dan perkebunan. Dimana-mana terlihat bekas dari
pemerasan hasil. Perhatikanlah saja tanaman kelapa seluruh Jawa. Banyak sekali
pohon yang tidak berbuah atau kurang buahnya, akibat daripada kebanyakan
memetik buah yang masih muda di masa yang baru lalu. Orang berbuat begitu,
karena tak mau menjual buah kelapanya kepada pemerintah dengan harga yang
sangat murah. Karena itu dipetik selagi muda dan dijual dengan diam-diam.
Juga
penghasilan padi banyak mundurnya. Bukan saja karena banjir atau musim kemarau,
melainkan juga karena terlalu banyak tenaga tani dikerahkan sebagai romusha.
Bahaya
kekurangan tenaga dalam pertanian akan mengancam terus, jika kita tidak sanggup
mengatur pembagian tenaga pekerja yang seimbang antara produksi dan perjuangan.
Banyak pemuda tani yang ditarik ke tempat perjuangan atau ke belakang tempat
perjuangan, dengan tiada mempergunakannya sepenuh-penuhnya. Berbagai macam
barisan meminta pula tenaga untuk persiapan perjuangan dan untuk menjaga jalan
dengan cara yang melebih-lebihi. Oleh karena itu banyak sawah dan ladang yang
terlantar atau tidak sempurna dikerjakan. Penghasilan mundur. Jikalau barisan
perjuangan dan penjagaan diatur secara rasional dengan mengadakan koordinasi
yang tepat, maka banyak sekali tenaga yang separo menganggur dalam lapangan ini
yang dapat dikerahkan kembali untuk mengintensifkan produksi.
Demikian
juga peternakan dan perikanan! Dalam daerah inilah terdapat kemunduran yang
sebesar-besarnya. Pembaruan yang berdasar kepada plan yang teratur harus
dijalankan dengan selekas-lekasnya.
Bahwa
hutan yang banyak tandus harus dibarui selekas-lekasnya, tidak perlu dipaparkan
dengan panjang lebar. Kita semuanya tahu, bahwa keadaan hutan penting artinya
bagi pertanian.
Dalam
pada itu, dengan segala tenaga yang ada pada rakyat kita, kita harus
menjalankan industri yang ada dengan sebaik-baiknya. Tenaga teknik kita sangat
kurang. Oleh karena itu tuntutan ekonomi perusahaan the right man on the
right place harus dipenuhi dalam segala lapangan pekerjaan. Istimewa pada
pimpinan! Di sini kita harus belajar efficiency.
Yang
terpenting dalam hal ini ialah soal mengadakan koordinasi antara berbagai macam
industri yang saling membutuhkan, oleh karena barang-sudah yang dihasilkan oleh
industri yang satu menjadi bahan bagi industri yang lain. Umpamanya, pabrik
kertas memerlukan sebagai bahan kaustiksoda yang dihasilkan sebagai
barang-sudah oleh pabrik soda. Soda itu juga perlu bagi industri lain, misalnya
industri sabun.
Berhubung
dengan itu, maka perlu sekali diadakan koordinasi antara berbagai macam
produksi, supaya jalan penghasilan itu lancar dan teratur, tidak tertegun-tegun
karena menunggu selesainya produksi yang lain. Untuk memudahkan usaha
mengkoordinir itu, perlulah diadakan gabungan atau konsentrasi
perusahaan-perusahaan yang serupa hasilnya. Pada dasarnya perusahaan harus
digabungkan menurut perhubungannya yang semestinya. Tidak menurut
daerah. Selanjutnya tiap-tiap perusahaan harus memandang usahanya sebagai
bagian daripada usaha rakyat seluruhnya, sebab itu hasil tiap-tiap perusahaan
bukanlah semata-mata untuk mereka yang bekerja di dalamnya saja, melainkan
untuk memperbesar kemakmuran rakyat seluruhnya.
Demokrasi
mesti ada dalam perusahaan! Tetapi demokrasi ekonomi janganlah dipahamkan
salah, hingga menjadi syindikalisme. Oleh karena tiap-tiap perusahaan adalah
bagian yang tidak lepas daripada perusahaan rakyat seluruhnya, maka pimpinan
tiap-tiap perusahaan takluk kepada dasar yang lebih tinggi. Persatuan pimpinan
adalah di tangan pemerintah, Negara atau pada badan yang diserahi oleh
pemerintah dengan pimpinan dan pengawasan. Kontrol atas pimpinan negara adalah
pada Badan Perwakilan Rakyat Kaum buruh tiap-tiap perusahaan berhak memajukan
usul tentang pimpinan pekerjaan, tetapi tak dapat mengubah pimpinan dengan
sesuka-sukanya saja, dengan tiada setahu atau persetujuan pemerintah. Tetapi
kaum buruh berhak memutuskan secara mufakat tentang segala hal yang
mengenai keselamatan mereka bekerja. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara
mereka yang memimpin pekerjaan dan buruh. Semuanya sama-rata dan sama-rasa.
Tetapi
sebaliknya, dalam waktu bekerja disiplin mesti berlaku. Yang bekerja tunduk
kepada yang memimpin. Demokrasi ekonomi tidak bermaksud merombak disiplin,
malahan memperkuat. Sebab demokrasi ekonomi memang tanggung jawab bersama
dari segala kaum buruh terhadap hasil perusahaan kepada masyarakat.
Cara
menyusun koordinasi produksi, supaya tertanam dasar yang teguh bagi pembangunan
perekonomian rakyat, adalah juga acara konferensi ekonomi ini dan bagi
konferensi yang akan datang.
Marilah
kita rundingkan semuanya itu dengan seksama.
Dengan
ini saya buka sidang konferensi ekonomi ini.
Pidato ini diucapkan pada Pembukaan
Konferensi Ekonomi di Yogyakarta, 3 Februari 1946, Membangun Koperasi dan
Koperasi Membangun.
Sumber: Inti Idayu Press, 1971, Hal.
139 – 156
{ 1 komentar... read them below or add one }
The Gambling Hall in Washington - DrmCD
It's the center 충주 출장마사지 of the casino scene and one 광주광역 출장샵 that offers some of the best 안양 출장안마 entertainment on 하남 출장샵 the Las Vegas 아산 출장안마 Strip. The Gambling Hall Rating: 5 · 9 votes
Posting Komentar