Saudara
boleh berkata, ya aku anti Gestapu! Ya aku juga anti Gestapu, aku juga
memerintahkan agar supaya orang-orang yang menjalankan Gestapu itu dihukum.
Tetapi, wacht even,
kalau ada orang dengan antinya Gestapu itu juga merobek-robek dadanya bangsa
Indonesia, dia akan berhadap-hadapan dengan saya. Tuhan yang akan memberi
bantuan kepada saya, insya Allah SWT. Gemampang saudara-saudara! Kamu orang itu
buat apa disini, buat apa? Ya kamu karyawan-karyawan buat apa? Aku bertanya
lagi, buat apa engkau? Buat apa engkau? Buat bangsa dan negara.
Kenapa
engkau kadang-kadang, saya tidak mengatakan engkau, benar engkau, tetapi kenapa
kadang-kadang, nama berbakti tapi memecah-mecah bangsa. Nama berbakti kepada
negara, tetapi merugikan kepada negara. Kenapa?
Ya,
kami anti Gestapu!
Ya,
Gestapu kan lain. Emma Puradeja, itu kan lain! Malah saya di dalam pidato saya
di hadapan Kabinet pleno pernah saya mengatakan, menguraikan kepada tuan-tuan
dan nyonya-nyonya pemimpin, bahwa perbuatan Gestapu adalah satu , ditinjau dari
Marxisme, eine
kinderkrankheit des kommunismus, kinderkrankheit des kommunismus.
Yang sudah terjadi pula di Soviet Uni, di zamannya Lenin. Zaman-zaman Lenin itu
ada orang yang mengira, ho, sosialisme tidak bisa dijalankan, kalau dijalankan
dengan cara begini ini. Sosialisme hanyalah bisa dijalankan kalau kita potong
lehernya orang-orang yang tidak mengikuti sosialisme. Lantas pemuda-pemuda
Soviet Uni ini menembak mati beberapa jendral, seperti di sini ini 1 Oktober.
Ada yang membakar rumahnya orang-orang yang bekas kapitalis. Lenin terus
bangun, hukum perbuatan yang demikian ini. Malahan Lenin mengatakan ini adalah Kinderkrankheit,
anak kecil yang tidak mengerti kepada revolusi.
Demikian
pula saudara-saudara, kataku tempo hari itu, Darul Islam, itupun Kinderkrankheit des Islamismus.
Orang mengatakan, mengira masyarakat Islam itu tidak bisa diadakan dengan
bicara seperti sekarang ini. Masyarakat Islam harus dijalalankan dengan
orang-orang hh!, yang bukan Islam harus dibunuh! Hukum-hukum Qur’an ini harus
dipaksakan! Dikatakan malahan oleh Kartosuwirjo harus semacam satu total war
terhadap orang-orang yang tidak menjalankan hukum Qur’an itu. Saya sendiri
melihat foto-foto saudara-saudara, bagaimana Kartosuwirjo di dekat Bandung
lhoo, ya, 40 km dekat Bandung, laki-laki, perempuan-perempuan, anak-anak,
bayi-bayi dibunuh sama sekali. Itu katanya, ini caranya kita mengadakan
masyarakat Islam.
Nah,
persis apa yang dikerjakan oleh orang-orang Gestapu pada tanggal 1 Oktober yang
lalu, tetapi sebagai ideologi saudara-saudara, ideologi yang saya gariskan
sebagai iedologi untuk mengadakan masyarakat adil dan makmur tanpa exploitation de l’homme par
l’home ideologi itu adalah satu
inhrentie,
inhrentie artinya satu hal yang Indonesia. Suprobo, saya panggil
dia selalu Suprobo, apakah engkau bisa membayangkan revolusi itu tanpa Nas?
Tanpa A? Tanpa apa yang saya namakan Kom? Tidak bisa. Tidak bisa. Sebab
ketiga-tiganya ini adalah hasil dari apa yang saya katakan di dalam pidato saya
tempo hari inspiratie
van de geschiedenis, inspiratie van de masyarakat.
Saya
kasih keterangan lebih dahulu tadinya, ini keterangannya. Inspirasi itu apa?
Kalau engkau sudah mencipta, waaah…aku dapat inspirasi, atau engkau dapat
inspirasi. Aku dapat inspirasi untuk membuat ini. Padahal kalau engkau pakai
otakmu sendiri sebetulnya tidak sampai kepada, hhh, aku akan menciptakan hal
itu. Karena itu, dikatakan inspirasi, kukatakan inspirasi itu adalah de scheppende ontmoeting
tussen het bewuste en het onderbewuste in de mens. Mens itu,
manusia itu mempunyai dua hal. He anak kecil, mengerti apa tidak? Kalau tidak
mengerti, bilang saja pada pak Djuhartono nanti.
Manusia
itu mempunyai dua hal: Alam pikiran yang sadar, otak bekerja itu, bewust, sadar. Ada
juga alam pikiran yang sebetulnya kita tidak rasakan. Itu onbewust, bawah
sadar, onderbewust.
Misalnya ya, misalnya, saya sendiri sering, sering, sering, ada satu hal, saya
pikirkan, pikirkan, pikirkan, sampai jauh malam, pikirkan lho, aktif dengan
otak saya, bagaimana memecahkannya? Tidak bisa. Saya tidak bisa memecahkannya.
Ternyata, bewust saya itu tidak bisa memecahkannya. Kemudian saya tidur. Pada
waktu saya tidur itu, bewust
tidur, saya punya bawah sadar, onder
bewust ziyn saya ini bekerja terus, bekerja terus, memikir. Pagi
saya bangun, gregah!, kata orang Jawa, bangun, sadar, ee, jawaban pemecahan
soal itu sudah ada pada saya. Jadi, nyata ini saya bisa mendapatkan pemecahan
daripada soal yang sulit itu pada waktu saya tidur, yaitu dijalankan,
dikerjakan oleh onderbewustziyn
saya ini.
Nah,
manusia itu begitu, ada yang bewust
ada yang onderbewust
yang tidak kita rasakan kalau dua hal yang berpikir ini, yang bewust dan yang onderbewust ini
bertemu, bertemu secara membangun, secara schappen, secara mencipta, itulah
yang dinamakan inspirasi. De
scheppende ontmoeting tusen het onderbewuste van de mens. Nah, itu
mengenai manusia.
Lantas
aku memberi keterangan mengenai revolusi. Revolusi itu apa? Wong revolusi itu
bukan bikinan manusia. Bukan bikinanku. Aku tidak merasa membuat revolusi
Indonesia ini. Aku malahan merasa sebagai perasan daripada revolusi Indonesia
ini. Malahan aku kadang-kadang merasa seperti didorong-dorong oleh sesuatu hal
gaib yang bernama revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia ini bukan buatanku,
bukan buatan Hatta, kataku, bukan buatan siapapun. Dan revolusi itu apa? Lantas
saya berkata, revolusi adalah inspirasi daripada masyarakat. Malahan, bukan
saja yang berarti kecil-kecilan,
razende inspiratie. Razen yaitu bergelora, menggeledek, mengguntur,
itulah razende inspiratie. Razende
inspiratie daripada masyarakat.
Memang
nyata ini, bukan bewust thok. Apakah Marhaen yang tidak bisa membaca dan
menulis mengetahui? Oo, harus Berdikari. Oo, harus mengadakan aturan ini. Oo,
harus mengadakan simbol yang berupa Garuda Pancasila. Oo, harus….Tidak, tidak,
tidak! Marhaen bewust tidak tahu apa-apa! Mereka ya memang orang yang
katakanlah bodoh. En toch dia adalah satu tenaga yang beslissend fundamentael
di dalam revolusi ini. Oleh karen apa? Oleh karena revolusi adalah inspirasi
dalam kalbunya seluruh rakyat Indonesia. Dan inspirasi adalah kekuatan tadi, de scheppende ontmoeting van
het bewuste en het onderbewuste.
Oleh
karena itu, maka saya berkata, revolusi sebetulnya leidetezichzelf, memimpin
dirinya sendiri. Saya dinamakan Pemimpin Besar Revolusi. Bahasa asingnya the revolution leads it self.
Emma jangan mengira, engkau bisa memimpin revolusi. Aku pun jangan mengira,
sudah, aku sebetulnya memimpin revolusi. Engkau tidak bisa, engkau tidak bisa,
engkau tidak bisa, engkau tidak bisa. Djuhartono, meskipun engkau Brigjen,
tidak bisa! Kita oleh karena itu harus jalan di atas rel yang ditentukan oleh
revolusi itu. Katakanlah dalam bahasa Jawa tut wuri handayani. Tut Wuri
artinya, tut mburi, ngetut dari belakang mengikuti dari belakang. Handayani
yaitu memberi, mendayani, kalau revolusi kita nabrak, itu ee, dibetulkan
sedikit. Kalau revolusi itu nabrak, itu dibetulkan sedikit. Tut wuri handayani.
Ada
seorang pemimpin revolusi yang berkata, sesudah kejadian-kejadian hebat di
dalam revolusi itu yang perlu didayani itu, dia berkata, “One can teach the leaders”,
orang bisa mengajar pemimpin-pemimpinnya.
One can teach the masses as well, orang bisa mengajar rakyat. But one cannot teach the
revolution anything. One
can teach the leaders, one can teach as well, we cannot teach the revolution
something. Oleh karena revolusi mempunyai jiwa sendiri. Oleh karena
revolusi adalah sebetulnya inspirasi daripada rakyat. De schappende ontmoeting van
het bewuste in de rakyat, en het onderbewust.
Rakyat
jelata itu tidak tahu apa-apa, tidak tahu hukum, dan jumlah, tidak senang ini,
tanah airku ini kok dijajah oleh Belanda. Tidak bisa berbuat segala apa yang
kita mau, karena ada Belanda. Ha, timbul nasionalisme di dalam kalangan rakyat
itu, menghendaki agar supaya Indonesia menjadi satu negara yang merdeka.
Ada di
dalam kalangan rakyat jelata yang bodoh itu semaunya, saya bilang, rakyat
jelata itu boleh dikatakan tidak mempunyai mulut, karena itu aku menyebutkan
diriku sendiri penyambung lidah daripada rakyat jelata, rakyat jelata berkata,
ah tidak enak ini, kok kita tidak bisa menjalankan agama kita sebagai
diperintahkan oleh agama kita sendiri. Islam tidak bisa berjalan menurut
ajaran-ajaran islam. Kristen Katolik tidak bisa berjalan menurut ajaran-ajaran
Kristen Katolik. Protestan tidak bisa berjalan menurut ajaran-ajaran Protestan.
Onderbewust ingin, ingin kepada satu masyarakat yang berdasarkan kepada agama.
Nah,
timbullah apa yang saya namakan A. Nas sudah, A sudah.
Nah,
begitu pula di dalam kalangan rakyat jelata yang selalu lapar, yang selalu
harus makan sedikit sekali, bahkan kurang daripada cukup. Masa manusia biasa
itu memerlukan paling sedikit katakanlah, 2500 kalori satu hari, kok ia, si
miskin itu hanya dapat 1000 kalori satu hari. Mustinya rumahnya itu kalau ada
angin jangan dia keanginan, mustinya istrinya itu kalau anaknya itu lapar bisa
terus memberi air susu kepada sang anak, kok ini tidak bisa memberi air susu,
oleh karena istrinya sendiri itu kekurangan makan. Mustinya, ia ingin si anak
itu, anaknya bisa membaca dan menulis, kok ini tidak. Hanya anak-anak
ndoro-ndoro yang bisa membaca dan menulis.
Apakah
kita heran, jikalau di dalam masyarakat yang demikian itu lantas timbul
keinginan, onderbewuste pula timbul keinginan untuk satu masyarakat yang cukup
makan, cukup sandang, cukup perumahan, cukup pendidikan, cukup segala-galanya.
Yaitu satu keinginan kepada satu masyarakat adil dan makmur. Wah, timbullah apa
yang saya namakan ideologi Kom-kah, ideologi Sos-kah, ideologi Marxis-kah.
Pendeknya satu ideologi yang menghendaki masyarakat yang adil dan makmur tanpa
explotation de l’homme par l‘ hommme. Jadi, ini adalah satu objektifitas.
Lha kok
ada orang yang tidak mau menerima atau tidak mau mengakui adanya ini, ke-Kom-an
di dalam masyarakat kita, lantas pakai alasan Gestapu. Nothing to do with this Gestapu,
saudara-saudara. Sebelum ada Gestapu sudah ada ini perasaan yang demikan ini.
Dan saya kata, sesudah Gestapu, tahun muka, tahun muka, tahun muka, tetap akan
ada ideologi yang menghendaki satu masyarakat yang adil dan makmur. Katakanlah
itu komunis, katakanlah itu Marxis, katakanlah itu sosialis, katakanlah itu apa
saja, tetapi ini ideologi, ini tetap. Dan ideologi ini ada tetap bersemayam di
dalam dada dan pikirannya sebagian besar daripada rakyat Indonesia. Karena itu,
siapa yang tidak mau menerima Nasakom, dia sebetulnya, die snapt niets van de
Indonesische revolutie. Tidak mengerti revolusi Indonesia ini. Jangan bawa-bawa
Gestapu saudara-saudara. Lantas membawa Gestapu dengan hendak menghukum Gestapu
ini, memecah-belah bangsa Indonesia ini! Orang Front Nasional ada yang
ikut-ikut dalam hal ini.
Padahal
aku berkata, pokok dari segala pokok ialah bangsa Indonesia yang bersatu. Pokok
dari segala pokok. Apakah ada negara Republik Indonesia kalau tidak ada bangsa
Indonesia yang bersatu? Tadi, saudara itu yang duduk di sana itu, mengatakan
mengabdi kepada bangsa dan negara. Apa ada negara Republik Indonesia. Siapa
yang membuat Angkatan Darat ini? Bangsa Indonesia. Angkatan Udara ini? Bangsa
Indonesia. Angkatan Laut ini? Bangsa Indonesia. Apakah ada angkatan Kepolisian
Negara ini? Bangsa Indonesia. Apakah ada pemerintah Republik Indonesia yang
sekarang ini presidennya/nama Soekarno, lain hari saya tidak tahu kalau tidak
ada bangsa Indonesia ini. Bangsa Indonesia ini yang telah mengadakan negara.
Negara ini yang mengadakan pemerintah. Ya, bangsa Indonesia dipecah-belah.
Padahal bangsa ini pokok daripada segala pokok, Emma Puradiredja! Pokok
daripada sekalian pokok!
Inilah
maksud saya kalau saya berkata, mula-mula saya berkata kita mau membunuh tikus
yang makan kue di dalam rumah kita, janganlah bakar rumah kita itu! Tangkap
tikus itu, tikus yang makan kue. Ada orang, yaaa, pak, ini bukan makan kue, de
kwestie, tikus ini ngegrogoti tiang-tiang rumah kita. Maksudnya, itu PKI
ngegrogoti tiang-tiang rumah kita.
Saya
berkata, lha mbok misalnya benar tikus itu ngegrogoti tiang-tiang rumah kita
bunuhlah tikus itu, tetapi jangan bakar rumah ini, apa dengan membakar rumah
itu tikus menjadi mati?! Membakar rumah! Bahasa Belandanya apa? Bahasa
Belandanya: het kind
met het vuile bakwater wekggooien. Ada, tempat pemandian anak kecil
anak kecil dicuci di dalam semacam ember, tetapi air ember ini menjadi kotor,
harus dibuang. Biarkan airnya yang dibuang, tetapi ya, sama sekali, si
embernya, si airnya, si baby-nya dibuang. het kind met het vuile bakwater
wekggooien. Ya engkau senyum, tapi keadaan memang begitu saudara-saudara,
sekarang.
Nah,
sekarang karyawan, saya ulangi lagi, karyawan itu karyawan apa, bekerja buat
apa? buat menyelenggarakan revolusi kita ini. Ya revolusi kita ini
hukum-hukumnya apa? Jangan lepas daripada hukum-hukum ini. Ya revolusi ini
mau mengadakan apa? Jangan lepas daripada apa yang hendak diadakan oleh
revolusi ini. Kalau engkau memang mengatakan bahwa Bung Karno adalah engkau
punya bapak. Tadi dikatakan oleh Djuhartono, anak-anak bapak. Kalau engkau
memang mengakui sebagai Pemimpin Besar Revolusi, ikuti aku. Jangan menyimpang
sedikitpun, jangan njegal kepadaku, jangan pura-pura, ya ikut taat kepada
Presiden Soekarno, tetapi sebetulnya njegal. Menyerahkan persoalan ini kepada
Bapak Presiden Soekarno, tetapi tidak menyerahkan. Menyerahkan kan sudah,
sumonggo, kami menunggu, semonggo. Paling-paling memberi advies, tapi sumonggo,
monggo. Tapi, ada orang yang monggo-monggo, tidak. Saya di-dictee didesak. Kami
menyerahkan hal ini kepada Presiden Soekarno, tetapi Presiden Soekarno
didesak-desak, kata orang jawa dipletet-pletetkan. Zo moet ‘t zo moet ‘t zo moet ‘t,
beginilah, beginilah, beginilah harusnya, Pak Presiden harus begini! Fait
accompli-kan Presiden itu. Lho katanya menyerahkan kepada Presiden Soekarno,
tetapi saya di-dicteer, tetapi saya didesak, tetapi saya dipletet-pletetkan.
Saudara-saudara
saya tidak mau di-dicteer. Saya malahan berkata, als jullie mij nog last, peganglah
saya, tidak membenarkan kepada saya, trap
mij eluit, bilang saya, bung, wij
lusten U Niet meer, oo, terima kasih, saya kan mengundurkan diri,
saudara-saudara. Kepada karyawan saya sekali lagi berkata, kalau betul-betul
kamu mengakui atau menamakan dirimu anak Bung Karno, ikuti Bung Karno di dalam
segala halnya. Jangan di dalam mulut berkata A, tetapi di dalam perbuatan
sebenarnya bewust atau onbewust, menjegal. Jikalau demikian saudara-saudara,
maka saya merasa gembira, bahwa saya mempunyai anak-seperti kamu orang.
Dan
lagi saudara-saudara, tetap saya marah saudara-saudara adalah “inlanders”!
Revolusi kita itu satu gerak cepat, satu gerak cepat. dan saya sendiri
saudara-saudara, kadang-kadang tidak tidur, saya kerja terus, lha kok
saudara-saudara enak-enak! Nou
zeg, die Bung Karno kan wachten. kalau berkata, Bung Karno kan
wachten masih tidak jadi apa. Nou zeg, presiden kan wachten. Masya Allah,
Presiden kan wachten , Presiden boleh menunggu ini anggapan apa,
saudara-saudara? maka saya marah pada saudara-saudara!
Perhatikan
amanat saya ini.
Terima
kasih.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar