Apa Sebab Negara Indonesia Berdasarkan Pancasila [1]

Diposting oleh poentjak harapan on Minggu, 18 Maret 2012


Pidato di Surabaya, 24 September 1955
 
 Saudara-saudaraku sekalian
Saya adalah orang Islam, dan saya keluarga Negara Republik Indonesia. Sebagai orang islam, saya menyampaikan salami salam kepada saudara-saudara sekalian, “assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”.
Sebagai warga Republik Indonesia, saya menyampaikan kepada saudara-saudara sekalian, baik yang beragama Islam, baik beragama Hindu-Bali, baik yang beragama lain, kepada saudara-saudara sekalian saya menyampaikan salam nasional “Merdeka”!
Tahukah saudara-saudara, arti perkataan “salam” sebagai bagian daripada perkataan assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu? Salam artinya damai, sejahtera. Jikalau kita menyebutkan assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, berarti damai dan sejahterahlah sampai kepadamu. Dan moga-moga rahmat dan berkat Allah jatuh kepadamu. Salam ber-arti damai, sejahtera. Maka oleh karena itu, saya minta ke-pada kita sekalian untuk merenungkan benar-benar akan arti perkataan “assalamu alaikum”.
Salam—damai—sejahtera!
Marilah kita bangsa Indonesia terutama sekalian yang beragama Islam hidup damai dan sejahtera satu sama lain. Jangan kita bertengkar terlalu-lalu sampai membahayakan persatuan bangsa. Bahkan jangan kita sebagai gerombolan-gerombolan yang menyebutkan assalamu alaikum, akan tetapi membakar rumah-rumah rakyat.
Salam—damai—sejahtera! Rukun—bersatu! Terutama sekali dalam di dalam revolusi nasional kita belum selesai ini.
Dan sebagai warganegara yang merdeka, saya tadi memekikkan pekik “Merdeka” bersama-sama dengan kamu. Kamu yang beragama Islam, kamu yang beragama Kristen, kamu yang beragama Syiwa Buddha, Hindu-Bali atau agama lain. Pekik merdeka adalah pekik yang membuat rakyat Indonesia itu, walaupun jumlahnya 80 juta, menjadi bersatu tekad, memenuhi sumpahnya “sekali merdeka tetap merdeka”!
Pekik merdeka, saudara-saudara, adalah “pekik pengikat”. Dan bukan saja pekik pengikat, melainkan adalah cetusan daripada bangsa yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imprealisme—dengan tiada ikatan penjajahan sedikit pun. Maka oleh karena itu, saudara-saudara, terutama sekali fase revolusi nasional kita sekarang ini, fase revolusi nasional belum selesai, jangan lupa kepada pekik merdeka! Tiap-tiap kali kita berjumpa satu sama lain, pekikkanlah pekik “merdeka”!
Tatkala aku mengadakan perjalanan ke tanah suci beberapa pekan yang lalu, aku telah diminta oleh khalayak Indonesia dikota Singapura untuk mengadakan amanat kepada mereka. Ketahuilah, bahwa di Singapura itu berpuluh-puluh ribu orang Indonesia berdiam. Mereka bergembira, bahwa Presiden Republiknya lewat Singapura. Mereka menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia itu dengan gegap-gempita, dan diminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk memberikan amanah kepadanya. Didalam amanah itu beberapa kali dipekikkan pekik “merdeka”.
Apa lacur? Sesudah bapak meneruskan perjalanan ke Bangkok ke Rangoon, ke New Delhi, Karachi, ke Bagdad, ke Mesir, ke Negara Saudi Arabia, sesudah bapak meninggalkan kota Singapura, geger….pers imprealisme Singapura, saudara-saudara. Mereka berkata: “Presiden Soekarno kurang ajar”. Presiden Soekarno menjalankan ill-behavior, katanya. ill-behavior itu artinya tidak tau kesopanan. Apa sebabnya pers imprealisme mengatakan bapak menjalankan ill-behavior, kurang ajar? Kata mereka, toh tahu Singapura ini bukan negeri merdeka? Toh tahu, bahwa di sini masih didalam kekuasaan asing, kok memekikkan pekik “merdeka”?
Tatkala bapak kembali dari tanah suci, singgah lagi di Singapura, bapak dikeroyok oleh responden-responden dan wartawan-wartawan. Mereka menanyakan kepada bapak: “Tahukah PYM Presiden, bahwa tatkala PYM Presiden meninggalkan kota Singapura ddalam perjalanan ke Mesir dan tanah suci, PYM dituduh kurang ajar, kurang sopan, ill-behavior, oleh karena PYM memekikkan pekik merdeka dan mengajarkan kepada bangsa Indonesia disini memekikkan pekik merdeka? Apa jawab Paduka Yang Mulia atas tuduhan itu?”
Bapak menjawab: “jikalau orang Indonesia berjumpa dengan orang Indonesia, warganegara Republik Indonesia berjumpa dengan warganegara Republik Indonesia, pendek kata jikalau orang Indonesia bertemu dengan orang Indonesia selalu memekikkan pekik “merdeka”! Jangankan di sorga, di dalam neraka pun”!
Nah…saudara-saudara dan anak-anakku sekalian, jangan lupa akan pekik merdeka itu. Gegap-gempitakan tiap-tiap kali pekik merdeka itu. Apalagi sebagai bapak katakan tadi dalam fase revolusi nasional kita yang belum selesai. Dus kuulangi lagi, sebagai manusia yang beragama Islam, aku menyampaikan kepadamu salam “assalamu alaikum!” sebagai warganegara Republik Indonesia, aku menyampaikan kepadamu “merdeka!”
Saudara-saudara, aku pulang dari Bali—beristirahat beberapa hari di sana—diminta oleh Kongres Rakyat Jawa Timur untuk pada inti malam memberikan sedikit ceramah, wejangan, amanah, terutama sekali mengenai hal “apa sebabnya negara Republik Indonesi berdasarkan kepada Pancasila? Dan memberikan penerangan tentang hal Panca Dharma.
Tadi, tatkala aku baru masuk gedung Gubernuran ini, hati kurang puas. Apa sebab? Terlalu jauh jarak rakyat dengan bung Karno. Maka oleh karena itulah saudara-saudaraku dan anak-anakku sekalian, maka bapak minta kepadamu pimpinan agar supaya saudara-saudara diberi izin lebih dekat. Sebab, saudara-saudara tahu isi hati bapak ini, isi hati Presiden, isi hati bung Karno, kalau jauh daripada rakyat rasanya seperti siksaan. Tetapi kalau dekat dengan rakyat, rasanya laksana Kokrosono turun dari pertapaannya.
Permintaan Kongres Rakyat untuk memberikan amanat kepada saudara-saudara, insya Allah saya kabulkan. Dan dengarkan benar, aku berpidato di sini bukan sekedar sebagai Soekarno. Bukan sekedar sebagai bung Karno. Bukan sekedar sebagai pak Karno. Aku berpidato disini sebagai Presiden Republik Indonesia! Sebagai Presiden Republik Indonesia aku diminta memberi penjelasan tentang Pancasila. Apa sebabnya negara Republik Indonesia didasarkan atas Pancasila?
Apa sebab? Tak lain dan tak bukan ialah oleh karena aku ini Presiden Republik Indonesia disumpah atas Undang-Undang dasar kita. Saya tadi berkata, bahwa saya memenuhi permintaan Kongres Rakyat Jawa Timur dengan penuh kesenangan hati, ialah oleh karena saya ini sebagai Presiden Republik disumpah atas dasar Undang-Undang dasar kita. Disumpah harus setia kepada Undang-Undang dasar kita. Di dalam Undang-Undang dasar kita, dicantumkan satu mukadimah, kata pendahuluan. Dan di dalam kata pendahuluan itu dengan tegas disebutkan Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan Indonesia yang bulat, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial”. Malahan bukan satu kali ini Pancasila itu disebutkan didalam Undang-Undang dasar kita. Sejak kita didalam tahun 1945 telah berkemas-kemas untuk menjadi suatu bangsa yang merdeka, sejak itu kita telah mengalami empat kali naskah.
Sebelum kita mengadakan proklamasi 17 Agustus, sudah ada naskah. Kemudian pada tanggal 17 Agustus, satu naskah lagi. Kemudian tatkala RIS dibentuk, satu naskah lagi. Kemudian sesudah itu, tatkala kita kembali kepada zaman Republik Indonesia Kesatuan, satu naskah lagi. Empat kali naskah, saudara-saudara. Dan di dalam keempat naskah itu dengan tegas disebutkan Pancasila.
Pertama, tatkala kita didalam zaman Jepang, kita telah berkemas-kemas didalam tahun 1945 itu untuk menjadi bangsa yang merdeka. Pada waktu itu telah disusunlah satu naskah yang dinamakan “Charter Jakarta”. Di dalam Charter Jakarta ini telah disebutkan dengan tegas lima azas yang hendak kita pakai sebagai pegangan untuk negara yang akan datang. “Ketuhanan yang maha esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial”.
Demikian pula tatkala kita telah memproklamirkan kemerdekaan kita pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan tegas pula keesokan harinya, saudara-saudara, kukatakan dengan Undang-Undang Dasar yang kita pakai ini. Yaitu undang-undang dasar yang kita rencanakan pada waktu zaman Jepang dibawah ancaman bayonet Jepang; kita rencanakan satu undang-undang dasar daripada negara Republik Indonesia yang kita proklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945. Dan didalam Undang-Undang Dasar itu dengan tegas dikatakan Pancasila: “Ketuhanan yang maha esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial”.
Tatkala berhubung dengan jalannya politik, negara Republik Indonesia Serikat dibentuk (RIS), pada waktu itu dibentuklah Undang-Undang Dasar RIS. Dan di dalam mukadimah Undang-Undang Dasar RIS ini disebutkan lagi dengan tegas Pancasila.
Kita tidak senang dengan federal-federalan. Segenap rakyat akan memprotes akan adanya susunan ini. Delapan bulan susunan federal ini. Delapan bulan susunan RIS berdiri, hancur lebur RIS, berdirilah negara Republik Indonesia Kesatuan. Dan Undang-Undang Dasar yang dipakai RIS ini diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara daripada negara Republik Indonesia Kesatuan. Tetapi tidak diubah isi mukadimah yang mengandung Pancasila.
Jadi, dengan tegas, saudara-saudara, jelas! Empat kali didalam sepuluh tahun ini kita melewati empat naskah. Tiap-tiap naskah menyebutkan Pancasila. Dan tatkala aku dengan karunia Allah SWT dinobatkan menjadi Presiden, aku disumpah. Dan isi sumpah itu antara lain setia kepada Undang-Undang Dasar. Maka oleh karena itulah, saudara-saudara, rasa sebagai kewajiban jikalau diminta oleh sesuatu golongan akan keterangan tentang Pancasila, memenuhi permintaan itu.
Dan pada ini malam dengan mengucap suka syukur kehadira Allah SWT, aku berdiri dihadapan saudara-saudara. Berhadap-hadapan muka dengan kaum buruh, dengan pegawai, rakyat jelata, Pihak Angkatan Laut Republik Indonesia dan pihak tentara, dengan pihak Mobrig, pihak polisi, pihak perintis, dengan pemuda, dengan pemudi, berdiri dihadapan saudara-saudara dan anak-anak sekalian, yang telah datang membanjiri lapangan yang besar ini laksana air hujan. Aku mengucap banyak terima kasih kepadamu. Dan insya Allah, saudara-saudara, aku akan terangkan kepadamu tentang apa sebab negara Republik Indonesia didasarkan Pancasila.
Saudara-saudara. Ada yang berkata Pancasila ini hanya sementara! Yah….jikalau diambil di dalam arti itu, memang Pancasila adalah sementara. Tetapi bukan saja Pancasila adalah sementara, bahkan ketentuan didalam Undang-Undang Dasar kita, bahwa Sang Merah Putih bendera kita, itu pun sementara! Segala Undang-Undang Dasar kita sekarang ini adalah sementara.
Tidakkah tadi telah kukatakan, bahwa Undang-Undang Dasar yang kita pakai sekarang ini, malahan disebut Undang-Undang Dasar Sementara daripada negara Republik Indonesia? Apa sebab sementara? Yah…..oleh karena akhirnya nanti yang akan menentukan segala sesuatunya ialah konstituante.
Maka itu saudara-saudara, kita akan mengadakan pemilihan umum dua kali. Pertama, pada tanggal 29 September nanti, insya Allah, untuk memilih DPR. Kemudian pada tanggal 5 desember untuk memilih konstituante adalah Badan pembentuk Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar yang tetap. Konstituante adalah pembentuk konstitusi. Konstitusi berarti Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar tetap bagi negara Republik Indonesia, yang sampai sekarang ini segala-segalanya masih sementara.
Tetapi, saudara-saudara, jikalau ditanya kepadaku “Apa yang berisi kalbu bapak ini akan permohonan kepada Allah SWT? Terus terang aku berkata, jikalau saudara-saudara membelah dada bung Karno ini, permohonanku kepada Allah SWT ialah, saudara-saudara bisa membaca didalam dada bung Karno memohon kepada Allah SWT supaya negera Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila.
Yah…benar, bahwa segala sesuatunya adalah sementara. Tetapi aku berkata, bahwa Sang Merah Putih adalah sementara, adalah bendera Republik Indonesia pun sementara. Dan jikalau nanti konstituante bersidang, insya Allah, Saudara-saudaraku, siang dan malam bapak memohon kepada Allah SWT agar supaya konstituante tetap menetapkan bendera Sang Merah sebagai bendera negara Indonesia.
Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Sang Merah Putih ii . jangan ada satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai bendera Republik Indonesia.
Tahukah saudara-saudara, bahwa warna Merah Putih ini bukan buatan Republik Indonesia? Bukan buatan kita dari zaman pergerakan nasional. Apalagi bukan buatan bung Karno, bukan buatan bung Hatta! Enam ribu tahun sudah kita mengenal akan warna Merah Putih ini. Bukan beribu tahun, bukan dua ribu tahun, bukan tiga ribu tahun, bukan empat ribu tahun, bukan enam ribu tahun! Enaaaam….ribu tahun kita telah mengenal warna Merah Putih!

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar