Ini adalah pidato yang
disampaikan oleh Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-IV, tanggal
12 Nopember 1922. Menentang thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada
Kongres Ke-II, yang telah menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan
Pan-Islamisme”. Di sini Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih
positif.
Kamerad!
Setelah mendengar pidato-pidato Jenderal Zinoviev, Jenderal Radek dan
kamerad-kamerad Eropa lainnya, serta berkenaan dengan pentingnya, untuk kita di
Timur juga, masalah front persatuan, saya pikir saya harus angkat bicara, atas
nama Partai Komunis Jawa, untuk jutaan rakyat tertindas di Timur.
Saya
harus mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua jenderal tersebut. Mungkin
Jenderal Zinoviev tidak memikirkan mengenai sebuah front persatuan di Jawa;
mungkin front persatuan kita adalah sesuatu yang berbeda. Tetapi keputusan dari
Kongres Komunis Internasional Kedua secara praktis berarti bahwa kita harus
membentuk sebuah front persatuan dengan kubu nasionalisme revolusioner.
Karena, seperti yang harus kita akui, pembentukan sebuah front bersatu juga
perlu di negara kita, front persatuan kita tidak bisa dibentuk dengan kaum
Sosial Demokrat tetapi harus dengan kaum nasionalis revolusioner. Namun
taktik yang digunakan oleh kaum nasionalis seringkali berbeda dengan taktik
kita; sebagai contoh, taktik pemboikotan dan perjuangan pembebasan kaum Muslim,
Pan-Islamisme. Dua hal inilah yang secara khusus saya pertimbangkan, sehingga
saya bertanya begini. Pertama, apakah kita akan mendukung gerakan boikot atau
tidak? Kedua, apakah kita akan mendukung Pan-Islamisme, ya atau tidak? Bila ya,
seberapa jauh kita akan terlibat?
Metode
boikot, harus saya akui, bukanlah sebuah metode Komunis, tapi hal itu adalah
salah satu senjata paling tajam yang tersedia pada situasi penaklukan
politik-militer di Timur. Dalam dua tahun terakhir kita telah menyaksikan keberhasilan
aksi boikot rakyat Mesir pada 1919 melawan imperialisme Inggris, dan lagi
boikot besar oleh Cina di akhir tahun 1919 dan awal tahun 1920. Gerakan boikot
terbaru terjadi di India Inggris. Kita bisa melihat bahwa dalam beberapa tahun
kedepan bentuk-bentuk pemboikotan lain akan digunakan di Timur. Kita tahu bahwa
ini bukan metode kita; ini adalah sebuah metode borjuis kecil, satu metode
kepunyaan kaum borjuis nasionalis. Lebih jauh kita bisa mengatakan; bahwa
pemboikotan berarti dukungan terhadap kapitalisme domestik; tetapi kita juga
telah menyaksikan bahwa setelah gerakan boikot di India, kini ada 1800 pemimpin
yang dipenjara, bahwa pemboikotan telah membangkitkan sebuah atmosfer yang
sangat revolusioner, dan gerakan boikot ini telah memaksa pemerintahan Inggris
untuk meminta bantuan militer kepada Jepang, untuk menjaga-jaga kalau gerakan
ini akan berkembang menjadi sebuah pemeberontakan bersenjata. Kita juga tahu
bahwa para pemimpin Mahommedan di India – Dr. Kirchief, Hasret Mahoni dan Ali
bersaudara – pada kenyataannya adalah kaum nasionalis; kita tidak melihat
sebuah pemberontakan ketika Gandhi dipenjara. Tapi rakyat di India sangat paham
seperti halnya setiap kaum revolusioner di sana: bahwa sebuah pemberontakan
lokal hanya akan berahir dalam kekalahan, karena kita tidak punya senjata atau
militer lainnya di sana, oleh karena itu masalah gerakan boikot akan, sekarang
atau di hari depan, menjadi sebuah masalah yang mendesak bagi kita kaum
Komunis. Baik di India maupun Jawa kita sadar bahwa banyak kaum Komunis yang
cenderung ingin memproklamirkan sebuah gerakan boikot di Jawa, mungkin karena
ide-ide Komunis yang berasal dari Rusia telah lama dilupakan, atau mungkin ada
semacam pelepasan mood Komunis yang besar di India yang bisa menentang semua
gerakan. Bagaimanapun juga kita dihadapkan pada pertanyaan: apakah kita akan
mendukung taktik ini, ya atau tidak? Dan seberapa jauh kita akan mendukung?
Pan-Islamisme
adalah sebuah sejarah yang panjang. Pertama saya akan berbicara tentang
pengalaman kita di Hindia Belanda di mana kita telah bekerja sama dengan kaum
Islamis. Di Jawa kita memiliki sebuah organisasi yang sangat besar dengan
banyak petani yang sangat miskin, yaitu Sarekat Islam. Antara tahun 1912 dan
1916 organisasi ini memiliki sejuta anggota, mungkin sebanyak tiga atau empat
juta. Itu adalah sebuah gerakan popular yang sangat besar, yang timbul secara
spontan dan sangat revolusioner.
Hingga
tahun 1921 kita berkolaborasi dengan mereka. Partai kita, terdiri dari 13,000
anggota, masuk ke pergerakan popular ini dan melakukan propaganda di dalamnya.
Pada tahun 1921 kita berhasil membuat Sarekat Islam mengadopsi program kita.
Sarekat Islam juga melakukan agitasii pedesaan mengenai kontrol pabrik-pabrik
dan slogan: Semua kekuasaan untuk kaum tani miskin, Semua kekuasaan untuk kaum
proletar! Dengan demikian Sarekat Islam melakukan propaganda yang sama seperti
Partai Komunis kita, hanya saja terkadang menggunakan nama yang berbeda.
Namun
pada tahun 1921 sebuah perpecahan timbul karena kritik yang ceroboh terhadap
kepemimpinan Sarekat Islam. Pemerintah melalui agen-agennya di Sarekat Islam
mengeksploitasi perpecahan ini, dan juga mengeksploitasi keputusan Kongres
Komunis Internasional Kedua: Perjuangan melawan Pan-Islamisme! Apa kata mereka
kepada para petani jelata? Mereka bilang: Lihatlah, Komunis tidak hanya
menginginkan perpecahan, mereka ingin menghancurkan agamamu! Itu terlalu
berlebihan bagi seorang petani muslim. Sang petani berpikir: aku telah
kehilangan segalanya di dunia ini, haruskah aku kehilangan surgaku juga? Tidak
akan! Ini adalah cara seorang Muslim jelata berpikir. Para propagandis dari
agen-agen pemerintah telah berhasil mengeksploitasi ini dengan sangat baik.
Jadi kita pecah. [Ketua: Waktu anda telah habis]
Saya
datang dari Hindia Belanda, dan menempuh perjalanan selama empat puluh hari
[Tepuk Tangan]
Para
anggota Sarekat Islam percaya pada propaganda kita dan tetap bersama kita di
perut mereka, untuk menggunakan sebuah ekspresi yang popular, tetapi di hati
mereka mereka masih bersama Sarekat Islam, dengan surga mereka. Karena surga
adalah sesuatu yang tidak bisa kita berikan kepada mereka. Karena itulah,
mereka memboikot pertemuan-peretemuan kita dan kita tidak bisa melanjutkan
propaganda kita lagi.
Sejak
awal tahun lalu kita telah bekerja untuk membangun kembali hubungan kita dengan
Sarekat Islam. Pada kongres kami bulan Desember tahun lalu kita mengatakan
bahwa Muslim di Kaukasus dan negara-negara lain, yang bekerjasama dengan Uni
Soviet dan berjuang melawan kapitalisme internasional, memahami agama mereka
dengan lebih baik, kami juga mengatakan bahwa, jika mereka ingin membuat sebuah
propaganda mengenai agama mereka, mereka bisa melakukan ini, meskipun mereka
tidak boleh melakukannya di dalam pertemuan-pertemuan tetapi di masjid-masjid.
Kami
telah ditanya di pertemuan-pertemuan publik: Apakah Anda Muslim - ya atau
tidak? Apakah Anda percaya pada Tuhan – ya atau tidak? Bagaimana kita
menjawabnya? Ya, saya katakan, ketika saya berdiri dihadapan Tuhan saya adalah
seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan
seorang Muslim [Tepuk Tangan Meriah], karena Tuhan mengatakan bahwa banyak
iblis di antara banyak manusia! [Tepuk Tangan Meriah] Jadi kami telah
mengantarkan sebuah kekalahan pada para pemimpin mereka dengan Qur’an di tangan
kita, dan di kongres kami tahun lalu kami telah memaksa para pemimpin mereka,
melalui anggota mereka sendiri, untuk bekerjasama dengan kami.
Ketika
sebuah pemogokan umum terjadi pada bulan Maret tahun lalu, para pekerja Muslim
membutuhkan kami, karena kami memiliki pekerja kereta api di bawah kepemimpinan
kami. Para pemimpin Sarekat Islam berkata: Anda ingin bekerjasama dengan kami,
jadi Anda harus menolong kami juga. Tentu saja kami mendatangi mereka, dan
berkata: Ya, Tuhan Anda Maha Kuasa, tapi Dia telah mengatakan bahwa di dunia
ini pekerja kereta api adalah lebih berkuasa! [Tepuk Tangan Meriah] Pekerja
kereta api adalah komite eksekutif Tuhan di dunia ini. [Tertawa]
Tapi
ini tidak menyelesaikan masalah kita, jika kita pecah lagi dengan mereka kita
bisa yakin bahwa para agen pemerintah akan berada di sana lagi dengan argumen
Pan-Islamisme mereka. Jadi masalah Pan-Islamisme adalah sebuah masalah yang
sangat mendadak.
Tapi
sekarang pertama-tama kita harus paham benar apa arti sesungguhnya dari kata
Pan-Islamisme. Dulu, ini mempunyai sebuah makna historis dan berarti bahwa
Islam harus menaklukkan seluruh dunia, pedang di tangan, dan ini harus
dilakukan di bawah kepemimpinan seorang Khalifah [Pemimpin dari Negara Islam – Ed.], dan Sang Khalifah haruslah
keturunan Arab. 400 tahun setelah meninggalnya Muhammad, kaum Muslim terpisah
menjadi tiga Negara besar dan oleh karena itu Perang Suci ini telah kehilangan
arti pentingnya bagi semua dunia Islam. Hilang artinya bahwa, atas nama Tuhan,
Khalifah dan agama Islam harus menaklukkan dunia, karena Khalifah Spanyol
mengatakan, aku adalah benar-benar Khalifah sesungguhnya, aku harus membawa
panji [Islam], dan Khalifah Mesir mengatakan hal yang sama, serta Khalifah
Baghdad berkata, Aku adalah Khalifah yang sebenarnya, karena aku berasal dari
suku Arab Quraish.
Jadi
Pan-Islamisme tidak lagi memiliki arti sebenarnya, tapi kini dalam prakteknya
memiliki sebuah arti yang benar-benar berbeda. Saat ini, Pan-Islamisme berarti
perjuangan untuk pembebasan nasional, karena bagi kaum Muslim Islam adalah
segalanya: tidak hanya agama, tetapi juga negara, ekonomi, makanan, dan
segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini berarti persaudaraan antar
sesama Muslim, dan perjuangan kemerdakaan bukan hanya untuk Arab tetapi juga
India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas. Persaudaraan ini berarti
perjuangan kemerdekaan praktis bukan hanya melawan kapitalisme Belanda, tapi
juga kapitalisme Inggris, Perancis dan Itali, oleh karena itu melawan
kapitalisme secara keseluruhan. Itulah arti Pan-Islamisme saat ini di Indonesia
di antara rakyat kolonial yang tertindas, menurut propaganda rahasia mereka –
perjuangan melawan semua kekuasaan imperialis di dunia.
Ini
adalah sebuah tugas yang baru untuk kita. Seperti halnya kita ingin mendukung
perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung perjuangan kemerdekaan 250 juta
Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah kekuasaaan imperialis. Karena
itu saya tanya sekali lagi: haruskah kita mendukung Pan-Islamisme, dalam
pengertian ini?
Saya akhiri
pidato saya. [Tepuk Tangan Meriah]
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar