Ada kaum Marxis di dalam sastra yang
telah mengambil sikap yang sombong terhadap kaum Futuris[1],
“Serapion Fraternity”[2],
kaum Imagis[3],
dan semua “saudara petualang” secara umum, secara keseluruhan atau terpisah.
Inilah mengapa telah menjadi mode untuk mengecilkan Pilnyak[4]
dan kaum Futuris telah menjadi cukup hebat dalam hal ini. Memang benar bahwa
Pilnyak menjengkelkan karena beberapa karakternya. Dia terlalu ringan dalam
masalah-masalah yang penting; dia memamerkan diri terlalu banyak dan tulisannya
penuh dengan emosi. Tetapi Pilnyak telah menunjukkan Revolusi dari sudut
pandang kaum tani di provinsi-provinsi dengan sangat baik, dan dia telah
menunjukkan kepada kita gerobak-gerobak hewan – karena Pilnyak semua ini
berdiri di hadapan kita lebih jelas dan lebih nyata dari pada sebelumnya. Dan
bagaimana dengan Vsevolod Ivanov[5]?
Tidakkah kita telah menemukan Rusia dan merasakan keluasannya, etnografiknya
yang beragam, keterbelakangannya dan kebesarannya setelah membaca Guerilla
Fighters, The Armored Train, The Blue Sands, walaupun terdapat kekeliruan
di dalam konstruksinya, gayanya yang tidak merata, dan bahkan oleografiknya?
Dapatkah seseorang benar-benar berpikir bahwa pengetahuan Imagis ini dapat
digantikan dengan hiperbola Futuris atau dengan silabus yang monoton atau dengan
artikel-artikel jurnalistik yang selalu mengkombinasikan 300 kata yang sama
dengan cara yang berbeda? Singkirkan Pilnyak dan Vsevolod Ivanov dari kehidupan
kita dan kita akan menjadi jauh lebih miskin. Para pengorganisir kampanye
melawan para saudara-petualang – sebuah kampanye yang menunjukkan pertimbangan
yang kurang mengenai perspektif dan proporsi – telah memilih Voronsky[6]
sebagai salah satu target mereka, seorang editor Krasnaya Nov dan
pemimpin penerbitan “Krug”. Kita berpendapat bahwa Voronsky sedang
melakukan sebuah kerja sastra dan kebudayaan yang besar di bawah kepemimpinan
Partai dan memang lebih mudah untuk menetapkan kebijakan Komunis di sebuah
artikel kecil daripada berpartisipasi dalam kesukaran persiapannya!
Dalam masalah bentuk, para kritikus kita mengambil garis
yang terkandung di almanac Raspad (terbit pada tahun 1908). Akan tetapi,
kita harus memahami dan menyimpulkan perbedaan-perbedaan di dalam situasi
sejarah dan perubahan kekuatan-kekuatan sosial yang telah terjadi semenjak itu.
Pada saat itu kita adalah sebuah partai yang terdorong ke bawah tanah. Revolusi
sedang mengambil langkah mundur dan konter revolusi Stolypin[7]
dan kaum anarkis dan kaum mistik sedang bergerak maju dalam semua lini. Di
dalam Partai sendiri kaum intelektual pada saat itu memainkan peran yang sangat
besar, dan kelompok-kelompok intelektual dari berbagai politik mempengaruhi
satu sama lain. Di bawah kondisi seperti itu, untuk melindungi ideologi kita,
diperlukan sebuah perlawanan yang sengit terhadap tendensi literatur reaksioner
yang mulai setelah 1905.
Sekarang sebuah proses yang benar-benar berbeda sedang
berlangsung, sebuah proses yang secara fundamental merupakan kebalikan dari
masa lalu. Hukum atraksi sosial (menuju kelas yang berkuasa), yang, pada
analisa terakhir, menentukan kekreatifan kaum intelektual, sekarang beroperasi
untuk keuntungan kita. Kita harus memperhatikan kenyataan ini ketika kita
membentuk sebuah sikap politik terhadap seni.
Tidaklah benar bahwa seni revolusioner hanya bisa diciptakan
oleh para buruh saja. Justru karena Revolusi ini adalah sebuah revolusi kelas
buruh, maka revolusi tersebut melepaskan – untuk mengulangi apa yang sudah
disebut sebelumnya – sedikit enerji dari kelas-pekerja untuk kesenian. Selama
berlangsungnya revolusi Prancis, karya-karya terbesar yang secara langsung atau
tidak langsung mencerminkan revolusi tersebut, tidaklah datang dari
seniman-seniman Prancis, tetapi dari seniman-seniman Jerman, Inggris, dan
negara-negara lain. Kaum borjuis Prancis, yang langsung berurusan dengan
jalannya revolusi, tidak dapat menyisihkan cukup kekuatan untuk menciptakan
kembali dan mengabadikan jejak langkahnya dalam karya seni. Ini lebih benar
lagi bagi kaum proletar, yang walaupun memiliki budaya dalam politik, memiliki
sedikit budaya dalam bidang seni. Kaum intelektual, di samping keunggulannya
dalam kualifikasi, juga memiliki keuntungan memegang posisi politik yang pasif,
yang ditandai dengan dukungannya atau penentangannya terhadap Revolusi Oktober.
Oleh karena itu tidaklah mengejutkan kalau kaum intelektual
yang kontemplatif ini mampu menciptakan reproduksi artistik mengenai revolusi
yang lebih baik dibandingkan kaum proletariat yang melaksanakan revolusi,
meskipun re-kreasi dari kaum intelektual tersebut agak menyimpang. Kita mengetahui
dengan baik batasan-batasan politik, ketidakstabilan, dan ketidakteguhan
saudara petualang kita ini. Akan tetapi jika kita harus menyingkirkan Pilnyak
dengan The Naked Year-nya, “Serapion Fraternity” oleh Vsevolod
Ivanov, Tikhonov, dan Polonskaya, jika kita harus menghapus Mayakovsky[8]
dan Yesenin[9],
adakah yang masih tersisa bagi kita selain beberapa lembar harapan dari sastra
proletariat di masa depan? Terutama Demyan Bedny[10],
yang tidak bisa dimasukkan ke dalam kalangan petualang tersebut dan yang kita
harap tidak bisa disingkirkan dari sastra revolusioner, tidak dapat dihubungkan
dengan literatur proletar dalam pengertian seperti yang didefinisikan oleh
manifesto Kuznitsa. Lalu apa lagi yang tersisa?
Apakah ini berarti bahwa partai, cukup bertentangan dengan
karakternya, mengambil posisi yang sepenuhnya eklektik dalam hal seni? Argumen
ini, yang tampaknya mengecewakan, dalam kenyataannya benar-benar
kekanak-kanakan. Metode Marxis memberikan sebuah peluang untuk mengestimasi
perkembangan seni baru, untuk menelusuri semua sumber-sumbernya, dan membantu
kecenderungan-kecenderungan yang paling progresif melalui pencerahan kritisnya,
tetapi Marxisme tidak berbuat lebih dari itu. Seni harus menciptakan jalannya
sendiri, dan melalui alat-alatnya sendiri. Metode Marxis tidaklah sama dengan
metode artistik. Partai memimpin kaum proletariat dan bukan proses historis
sejarah. Ada bidang-bidang dimana partai harus memimpin, secara langsung dan
pasti. Ada bidang-bidang dimana partai hanya bekerja sama saja. Dan pada
akhirnya, ada bidang-bidang dimana partai hanya mengorientasikan dirinya.
Bidang seni bukanlah bidang dimana partai terpanggil untuk memberikan komando.
Partai dapat dan harus melindungi dan membantu seni, tetapi partai seyogyanya
sebatas memimpin secara tidak langung. Partai dapat dan harus memberikan
kepercayaannya kepada kelompok-kelompok seni yang beragam, yang berjuang secara
jujur untuk melakukan pendekatan terhadap revolusi dan membantu formulasi
artistik revolusi. Dan pada tingkatan apapun, partai tidak bisa dan tidak akan
memihak pada lingkaran sastra yang sedang berjuang dan berkompetisi melawan
lingkaran sastra yang lain. Partai berdiri untuk menjaga
kepentingan-kepentingan historis kelas pekerja secara menyeluruh. Karena partai
secara sadar dan selangkah demi selangkah menyiapkan dasar bagi sebuah
kebudayaan yang baru dan oleh karena itu sebuah seni yang baru, partai
sewajarnya menganggap saudara sastrawan petualangnya itu bukan sebagai
kompetitor kelas pekerja, tetapi sebagai penolong yang nyata dan potensial bagi
kelas pekerja dalam kerja rekonstuksi yang agung. Partai memahami karakter
episodik kelompok-kelompok sastra dalam sebuah periode transisi dan
memperhitungkan mereka, bukan dari sudut pandang kelas tuan sastrawan individu
itu, tapi dari sudut pandang tempat yang diduduki dan dapat diduduki oleh
kelompok-kelompok tersebut dalam mempersiapkan kebudayaan sosialis. Bila
sekarang mustahil untuk menentukan tempat dari sebuah kelompok tertentu, Partai
Komunis, sebagai partai, akan menunggu dengan sabar dan elegan. Tiap-tiap
pengkritik atau pembaca boleh-boleh saja bersimpati terlebih dahulu dengan satu
kelompok atau lainnya. Partai, secara keseluruhan, melindungi
kepentingan-kepentingan historis kelas pekerja dan harus lebih obyektif dan
bijaksana. Perhatiannya harus berbilah dua. Bila partai tidak memberikan
stempel persetujuan atas Kuznitsa, hanya karena buruh menulis untuk
majalah ini, ini tidak berarti bahwa partai menjauhi kelompok literatur
tertentu, bahkan kelompok literatur dari kaum intelektual, selama kelompok
tersebut mencoba untuk menelaah revolusi dan mencoba untuk memperkuat salah
satu hubungan – yang lemah – antara kota dan desa, atau antara anggota partai
dan kaum non-partisan, atau antara kaum intelektual dan pekerja.
Akan tetapi, tidakkah kebijakan seperti itu berarti bahwa
partai akan kurang terproteksi pada sayap seninya? Ini adalah berlebihan.
Partai tetap akan menghancurkan kecenderungan-kecenderungan seni yang memecah
belah dan jelas-jelas beracun, dan akan membimbing dirinya sendiri dengan
standar-standar politik yang dimilikinya. Adalah benar bahwa dalam hal seni
partai akan kurang terproteksi dibandingkan dengan front politiknya. Tapi
bukankah ini juga benar dalam hal ilmu pengetahuan? Apa yang akan dikatakan
oleh para kaum metafisik ilmu pengetahuan proletar murni mengenai teori
relatifitas? Dapatkah ini didamaikan dengan materialisme? Sudahkah pertanyaan
ini terjawab? Dimana, kapan dan oleh siapa? Jelas bagi semua orang, bahkan bagi
yang tak berpengetahuan, bahwa karya dari fisiologis kita, Pavlov[11],
seluruhnya berada dalam jalur-jalur materialis. Tetapi bagaimana dengan teori
psikoanalisa Freud? Dapatkah ini didamaikan dengan materialisme seperti yang,
misalnya, Karl Radek[12]
(dan saya juga) pikirkan, atau apakah ia bertentangan dengan materialisme?
Pertanyaan yang sama dapat diterapkan juga pada semua teori-teori baru tentang
struktur atom, dan sebagainya. Sungguh baik jika ada seorang ilmuwan yang dapat
menguasai semua generalisasi baru ini secara metodologis dan memperkenalkannya
pada konsepsi materialis dialektis dunia. Dia karenanya akan mampu, pada waktu
yang bersamaan, menguji teori-teori baru tersebut serta mengembangkan metode
dialektik secara lebih mendalam. Namun saya ragu kalau karya ini – yang
tentunya bukan seperti sebuah artikel koran atau jurnalistik saja, tapi lebih
menyerupai tonggak filsafat dan ilmiah, seperti halnya Origin of Species dan
Capital – tidak akan tercipta baik hari ini maupun besok; atau jika buku
seperti itu tercipta hari ini maka karya tersebut akan beresiko tetap tak
terselesaikan sampai saat kaum proletar dapat meletakkan senjatanya.
Namun tidakkah kerja penguasaan budaya, yakni kerja
penguasaan dasar-dasar kebudayaan pra-proletariat, membutuhkan kritik, seleksi,
dan sebuah standar kelas? Tentu saja iya. Akan tetapi standar tersebut adalah
sebuah standar politik dan bukan sebuah standar budaya yang abstrak. Standar
politik bersesuaian dengan standar budaya hanya dalam pengertian luas bahwa
revolusi menciptakan kondisi untuk lahirnya sebuah kebudayaan baru. Tetapi ini
bukan berarti bahwa kesesuaian tersebut dapat dijamin dalam setiap kasus. Jika
revolusi mempunyai hak untuk menghancurkan jembatan-jembatan dan
monumen-monumen seni kapanpun diperlukan, revolusi juga akan tetap menghela
perlawanan atas kecenderungan dalam seni yang, tak peduli seberapa besar
pencapaiannya, mengancam persatuan yang ada di dalam situasi revolusioner atau
menyebabkan pertentangan antara kekuatan-kekuatan internal revolusi, yakni kaum
proletariat, petani dan kaum intelektual. Standar kita dalam konteks ini
jelas-jelas bersifat politik, imperatif, dan tanpa toleransi. Justru karena itu
revolusi harus secara jelas menentukan batasan-batasan dari aktivitasnya. Dalam
ekspresi yang lebih jelas mengenai maksud saya ini, saya akan mengatakan: kita
harus mempunyai sistem sensor revolusioner yang selalu siaga, serta kebijakan
yang luas dan fleksibel dalam hal kesenian, bebas dari kedengkian partisan yang
sempit.
Cukup jelas kalau partai tidak boleh, barang seharipun,
mengikuti prinsip liberal laissez faire dan laissez passer (prinsip
tidak mengintervensi – ed.), bahkan di dalam bidang kesenian. Pertanyaannya
hanyalah pada titik mana sebuah intervensi dimulai, dan apa batasannya; di
kasus mana dan di antara siapa yang harus diputuskan oleh partai. Dan
pertanyaan ini tidaklah semudah yang dipikir oleh para teoritisi “Lef”[13],
para penjunjung sastra proletar, dan para kritikus.
Tujuan, masalah, dan metode kelas pekerja sangat lebih
konkrit, lebih jelas, dan lebih detil di dalam bidang ekonomi daripada seni.
Walaupun begitu, setelah sebuah usaha yang singkat untuk membangun sebuah
ekonomi dengan metode sentralisasi, partai menemukan dirinya sendiri terpaksa
mengakui keberadaan yang pararel tipe-tipe ekonomi yang berbeda dan bahkan saling
bersaing. Kita memiliki perusahaan Negara, yang terorganisasi di dalam
sindikat-sindikat; kita memiliki perusahaan-perusahaan yang berkarakter lokal;
kita memiliki industri yang dikontrakkan, perusahaan-perusahaan kecil milik
pribadi, koperasi, ekonomi-ekonomi tani individu, kustar atau toko
kelontong, perusahaan kolektif, dan sebagainya. Kebijakan utama dari Negara
adalah menuju sebuah ekonomi Sosialis yang tersentralisasi. Akan tetapi
tendensi umum ini meliputi, untuk sementara, dukungan tak terbatas untuk sebuah
ekonomi tani dan kustar. Tanpa ini, kebijakan menuju industri
skala-besar Sosialis akan menjadi abstrak dan mati.
Republik kita adalah sebuah persatuan kaum buruh, kaum tani
dan borjuis-kecil intelektual, di bawah kepemimpinan Partai Komunis. Dengan
perkembangan teknologi dan kebudayaan yang ada sekarang, sebuah masyarakat
Komunis harus berkembang secara bertahap dari kombinasi sosial ini. Jelas bahwa
kaum tani dan intelektual tidak akan bergerak ke komunisme melalui jalan yang
sama seperti kaum buruh. Jalan ini tak terelakkan terefleksikan di dalam seni.
Kaum intelektual non-komunis yang belum mendukung kaum proletar dengan
sepenuhnya, dan ini mencakup mayoritas besar kaum intelektual, mencari dukungan
dari kaum tani karena ketiadaan, atau lebih tepatnya, karena kelemahan dukungan
dari kaum borjuis. Untuk sementara, proses ini memiliki sebuah karakter
persiapan dan simbolik, dan mengekspresikan dirinya (dengan melihat ke
belakang) dalam idealisasi elemen-elemen tani di dalam Revolusi. Neo-populisme
yang janggal ini adalah karakter dari semua “saudara-petualang”. Di kemudian
hari, dengan berjamurnya sekolah-sekolah di desa-desa dan meningkatnya jumlah
mereka yang bisa membaca, ikatan antara seni ini dan kaum tani bisa menjadi
lebih organik. Pada saat yang sama, kaum tani akan mengembangkan kaum
intelektual mereka sendiri. Sudut pandang kaum tani dalam ekonomi, politik, dan
seni, adalah lebih primitif, lebih terbatas, lebih egois, daripada kaum
proletar. Tetapi sudut pandang kaum tani ini eksis dan akan tetap eksis untuk
waktu yang lama dan sangat tulus. Dan jika seorang artis, melihat kehidupan
dari sudut pandang kaum tani, atau lebih seringnya dari sudut pandang kaum
intelektual dan tani, menganggap bahwa persatuan antara kaum tani dan buruh
adalah satu hal yang perlu dan sangat penting, maka karya seninya, menilik dari
situasi yang ada, adalah progresif secara historis. Melalui pengaruh dari
kesenian seperti itu, kerjasama yang diperlukan secara historis antara pedesaan
dan perkotaan akan menjadi lebih kuat. Gerakan kaum tani menuju Sosialisme akan
menjadi dalam, memiliki tujuan, bersegi banyak dan berwarna-warni, dan banyak
alasan untuk mempercayai bahwa karya kreatif yang dilakukan di bawah anjuran
ini akan menambahkan ke dalam sejarah seni bab-bab yang berharga. Sebaliknya,
sudut pandang yang menentang persatuan organik antara desa-desa “nasional”
dengan kota-kota adalah reaksioner secara historis; seni yang lahir dari sudut
pandang ini bermusuhan dengan kaum proletar, tidak kompatibel dengan progres
dan akan punah.
Klyuev[14],
sang Imagis, “Serapion Fraternity”, Pilnyak dan kaum Futuris seperti Khlebnikov[15],
Kruchenykh[16]
dan Kamensky[17],
memiliki pondasi kaum tani. Dengan yang lain ini kurang lebih dimiliki dengan
sadar; yang lainnya ini organik; dan masih dengan yang lainnya ini adalah
pondasi kaum borjuis, yang terterjemahkan ke dalam bentuk kaum tani. Sikap kaum
Futuris terhadap kaum proletar adalah yang paling tidak berbilah dua. “Serapion
Fraternity”, kaum Imagis, Pilnyak, berayun-ayun ke dalam oposisi terhadap kaum
proletar – setidaknya ini benar sampai baru-baru ini. Semua kelompok ini
mencerminkan, dalam bentuk yang sangat tidak berimbang, suasana hati di
pedesaan pada saat rekuisisi paksa. Ini adalah ketika kaum intelektual mencari
perlindungan dari kelaparan di desa-desa dan disana mereka mengumpulkan
kesan-kesannya. Di dalam seni ini, kaum intelektual meringkas tahun-tahun
tersebut dengan ambigu. Tetapi ringkasan tersebut dibuat di dalam periode yang
berakhir dengan pemberontakan Kronstadt. Sekarang, sudut pandang kaum tani
telah mengalami perubahan yang besar. Perubahan ini juga telah meninggalkan
tandanya di dalam lingkaran intelektual dan mungkin, dan kenyataannya harus,
memiliki sebuah pengaruh pada karya-karya “saudara-petualang” yang menyanyikan
nada kaum tani. Pengaruh ini kurang lebih telah menunjukkan dirinya.
Kelompok-kelompok ini, di bawah pengaruh impuls-impuls sosial, akan mengalami
perjuangan internal, perpecahan, dan reorganisasi. Sebuah partai yang,
moga-moga dengan sebuah alasan, mengklaim hegemoni ideologi tidak memiliki hak
untuk menjawab masalah-masalah ini dengan omong kosong.
Tetapi tidakkah sebuah seni proletar yang murni yang cukup
luas cakupannya dapat menerangi dan menyuplai secara artistik gerakan petani
menuju Sosialisme? Tentu saja bisa, seperti halnya sebuah stasiun
listrik negara dapat menerangi dan memberikan enerjinya kepada rumah
petani atau lumbung petani atau penggiling gandum. Yang dibutuhkan hanyalah
sebuah stasiun listrik dan kabel dari stasiun tersebut ke pedesaan. Di bawah
kondisi seperti itu tidak akan ada bahaya antagonisme antara industri dan
pertanian. Akan tetapi kita belum memiliki kabel-kabel itu. Bahkan stasiun
listrikpun masih belum ada. Belum ada kesenian proletar. Kesenian proletar,
yang mencakup kelompok-kelompok penyair kelas-buruh dan kaum Futuris Komunis,
belum mampu memenuhi permintaan kota dan desa, seperti halnya industri Soviet
belum mampu menyelesaikan problem-problem ekonomi universal.
Tetapi bahkan bila kita mengesampingkan kaum tani – dan
bagaimana kita dapat mengesampingkan mereka? – akan tampak bahwa, bahkan dengan
kaum proletar, kelas utama dari masyarakat Soviet, masalahnya tidaklah
sesederhana seperti yang tertulis di halaman-halaman majalah “Lef”. Ketika kaum
Futuris mengusulkan untuk membuang sastra-sastra individualisme yang tua, bukan
hanya karena sastra tersebut telah menjadi kuno di dalam bentuknya, tetapi juga
karena sastra tersebut bertentangan dengan karakter kolektif dari kelas
proletar, kaum Futuris ini menunjukkan pemahaman yang sangat dangkal mengenai
sifat dialektis dari pertentangan antara individualisme dan kolektivisme. Tidak
ada kebenaran yang abstrak. Terdapat berbagai macam individualisme. Karena
terlalu banyak individualisme, sebagian dari kaum intelektual pra-revolusioner
melempar diri mereka sendiri ke dalam mistisisme, tapi sebagian yang lain
bergerak dalam jalur-jalur futurisme yang kacau balau dan, terlempar ke dalam
revolusi dan menjadi lebih dekat dengan kaum proletar. Tetapi ketika mereka
yang bergerak mendekati kaum proletar karena kebencian mereka terhadap
individualisme membawa perasaan kebencian ini ke kaum proletar, mereka menunjukkan
sikap egosentrisme mereka, yakni sebuah individualisme yang ekstrim. Masalahnya
adalah kaum proletar pada umumnya tidak mempunyai kualitas seperti ini. Di
dalam massa, individualitas proletar belum sepenuhnya terbentuk dan dapat
dibedakan dengan lainnya. Peningkatan kualitas obyektif dan kesadaran subyektif
dari individu adalah sumbangan yang paling berharga untuk kemajuan budaya pada
ambang pintu di mana kita berdiri saat ini. Adalah kekanak-kanakan untuk
berpikir bahwa belles lettres borjuis [belle lettres adalah
sebuah istilah Prancis untuk kebudayaan literatur, termasuk puisi, drama,
teater, dll. – Ed] mampu merusak solidaritas kelas. Apa yang para pekerja akan
ambil dari Shakespeare, Goethe, Pushkin, atau Dostoyevsky adalah sebuah ide
yang lebih kompleks tentang kepribadian manusia, tentang gairah-gairah dan
perasaan-perasaannya, sebuah pemahaman yang lebih dalam dan luas tentang
kekuatan-kekuatan batin dan peran dari bawah-sadar, dsb. Pada analisa akhir,
kaum pekerja akan menjadi semakin kaya. Pada awalnya, Gorky[18]
dipenuhi dengan individualisme romantik dari seorang petualang. Namun demikian,
dia membantu menghantarkan musim semi awal revolusi kaum proletar pada tahun
1905, karena dia membantu membangkitkan individualitas di dalam kelas tersebut,
yang mana individualitas tersebut, setelah terbangkitkan, berusaha mencari
kontak dengan individu-individu lainnya yang juga sudah terbangkitkan. Kaum
proletariat membutuhkan kesenian dan pendidikan, tapi itu bukan berarti bahwa
kaum proletar adalah semata-mata tanah liat yang bisa dibentuk oleh
seniman-seniman, baik yang telah pergi maupun yang akan datang, menurut gambar
dan rupa mereka sendiri.
Meskipun kaum proletar secara spritual, dan karenanya,
secara artistik, sangat sensitif, mereka belumlah terdidik secara estetik.
Tidaklah keliru untuk berpikir bahwa kesenian proletar bisa dimulai dari titik
dimana kaum intelektual borjuis berada pada permulaan revolusi. Seperti halnya
seorang individu secara biologis dan psikologis melewati sejarah spesiesnya
dan, dalam tingkatan tertentu, dunia binatang dalam perkembangannya dari
embrio, begitu juga, pada tingkatan tertentu, mayoritas terbesar dari sebuah
kelas yang baru, yang baru saja keluar dari periode pra-sejarah, harus melewati
keseluruhan sejarah kebudayaan seni. Kelas ini tidak bisa memulai pembangunan
sebuah budaya yang baru tanpa menyerap dan mengasimilasi elemen-elemen budaya
yang lama. Ini bukan berarti kita harus melalui seluruh sejarah kesenian masa
lalu selangkah demi selangkah, secara lambat dan sistematis. Sejauh ini
menyangkut sebuah kelas sosial dan bukannya individu biologis, proses
penyerapan dan transformasi akan memiliki sebuah karakter yang lebih bebas dan
sadar. Tetapi sebuah kelas yang baru tidak bisa bergerak maju tanpa menaruh perhatian
atas capaian-capaian terpenting di masa lalu.
Dalam perjuangannya untuk menyelamatkan kelangsungan
kebudayaan seni, sayap kiri dari kesenian yang lama, yang basis sosialnya telah
dihancurkan oleh Revolusi, terpaksa mencari dukungan dari kelas proletar, atau
setidaknya, di dalam sebuah lingkungan sosial yang baru yang sedang dibentuk
oleh kaum proletar. Di lain pihak, kaum proletar menggunakan keunggulannya
sebagai kelas penguasa dan mencoba dan memulai membuat kontak dengan seni
secara umum, dan oleh karenanya mempersiapkan basis untuk sebuah pengaruh yang
besar di dalam seni. Dalam hal ini, benar bahwa buletin-buletin berita yang
tertempel di tembok-tembok pabrik mereka mewakili sebuah premis yang sangat
diperlukan, walaupun sangat jauh, untuk sebuah literatur masa depan yang baru.
Akan tetapi, tak seorangpun akan mengatakan: Mari kita buang semuanya sampai
kaum proletar bangkit dari buletin-buletin di tembok ke ketrampilan seni yang
mandiri. Pada saat ini kaum proletar merealisasikan kelanjutan ini tidak secara
langsung melalui kaum intelektual borjuis yang mendekati kaum proletar dan yang
ingin tetap hangat di bawah sayapnya. Kaum proletar mentoleransi sebagian dari
kaum intelektual ini, mendukung bagian yang lain, setengah-mengadopsi yang
lainnya, dan mengasimilasi sepenuhnya sebagian lainnya. Kebijakan Partai
Komunis terhadap seni ditentukan oleh kompleksitas proses ini, oleh
keragaman-segi internalnya. Mustahil untuk mereduksi kebijakan ini ke satu
formula, ke sesuatu yang pendek seperti sebuah paruh burung. Juga tidak perlu
melakukan ini.
6. Aleksandr Voronsky (1884-1937)
adalah seorang kritikus Marxis humanis. Dia adalah seorang Bolshevik, yang
menjadi anggota Komite Eksekutif Dewan Buruh di Odessa dan editor koran
Bolshevik. Dia mendukung Trotsky dan akhirnya dipecat dari Partai Bolshevik
oleh faksi Stalin. Pada tahun 1937 dia dieksekusi oleh Stalin.
8. Vladimir Mayakovsky (1893-1930)
adalah seorang penyair dan penulis drama Soviet. Dia juga salah satu perwakilan
terkemuka dari aliran futurisme pada awal abad ke-20. Dia adalah juga seorang
propagandis dan agitator Soviet, dan pada akhir hidupnya dia mulai kecewa
dengan degenerasi Soviet di bawah Stalin. Dramanya The Bedbug dan The
Bathhouse menceritakan mengenai filistinisme dan birokratisme Soviet.
12. Karl Radek (1885-1939) adalah
anggota Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia sejak permulaan, dimana dia aktif di
Galicia, Polandia Rusia dan Jerman. Berposisi anti perang selama Perang Dunia
Pertama. Menjadi Bolshevik pada tahun 1917. Pada tahun 1923 menjadi anggota
Oposisi Kiri; akibatnya dikeluarkan dari partai pada tahun 1927. Radek masuk ke
partai kembali pada tahun 1930, namun kembali dikeluarkan pada tahun 1936.
Diadili pada Pengadilan Moskow Kedua dan meninggal di penjara. Serge mengatakan
bahwa Radek: “Penulis yang brilian…licin, penuh dengan anekdot-anekdot yang
sering memiliki sisi kejamnya…seperti bajak laut tua.”
18. Maxim Gorky (1868-1936) adalah
sastrawan Rusia dan penemu metode realisme sosialis di dalam literatur. Dia
berteman dengan Lenin sejak tahun 1902 dan dekat dengan kaum Bolshevik, tetapi
kemudian mengkritiknya pada tahun 1918. Dengan meningkatnya represi Stalinis,
dia dipenjara-rumahkan pada tahun 1934 dan meninggal pada tahun 1936.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar