Dengan mempertimbangkan bahwa tidaklah
mungkin memenangkan kaum intelektual ke kolektivisme dengan sebuah program yang
bersifat material, Adler sungguh benar. Tetapi ini tidak berarti bahwa mungkin
untuk memenangkan kaum intelektual dengan cara apapun, dan juga tidak berarti
bahwa kepentingan material segera dan ikatan kelas tidak mempengaruhi kaum
intelektual lebih dari prospek historis-kebudayaan yang ditawarkan oleh
sosialisme.
Bila kita tidak ikutsertakan kaum intelektual yang secara
langsung melayani rakyat pekerja, sebagai doktornya buruh, pengacara buruh, dan
sebagainya (sebuah strata, yang secara umum, terdiri dari perwakilan yang
kurang berbakat dari profesi-profesi tersebut), maka kita bisa melihat bahwa
kaum intelektual yang paling penting dan berpengaruh mendapatkan penghidupannya
dari laba industri, uang sewa tanah, atau anggaran negara, dan oleh karena itu
mereka secara langsung atau tidak langsung bergantung pada kelas kapitalis atau
negara kapitalis.
Bila dipertimbangkan secara abstrak, ketergantungan material
ini hanya menihilkan aktivitas politik militan dari kaum intelektual yang
anti-kapitalis, tetapi tidak menihilkan kebebasan spiritual mereka dari kelas
[kapitalis - ed.] yang memberikan mereka penghidupan. Akan tetapi, dalam
kenyataannya tidak begitu. Justru karena karakter “spiritual” dari kerja kaum
intelektual yang membuat kaum intelektual secara tidak terelakkan membentuk
sebuah ikatan spiritual antara mereka dan kelas penguasa. Manajer-manajer
pabrik dan insinyur-insinyur pabrik dengan tanggungjawab administratif selalu
menemukan diri mereka di dalam antagonisme dengan para buruh, dimana mereka
harus membela kepentingan kapital. Jelas sekali kalau fungsi yang harus mereka
lakukan, pada analisa terakhir, merubah cara berpikir mereka dan opini mereka
terhadap diri mereka sendiri. Dokter dan pengacara, walaupun karakter profesi
mereka yang independen, harus selalu berhubungan secara psikologi dengan
klien-klien mereka. Seorang tukang listrik dapat setiap hari memasang kabel
listrik di kantor-kantor para menteri, bankir, dan istri-istri gelap mereka,
dan dirinya tetap terisolasi dari mereka. Ini berbeda bagi seorang dokter, yang
harus menemukan nada di dalam jiwa dan suaranya yang sesuai dengan perasaan dan
kebiasaan orang-orang tersebut [para menteri, bankir, dsb – ed.]. Terlebih
lagi, hubungan semacam ini secara tidak terelakkan terjadi bukan hanya di
lapisan atas masyarakat borjuis. Para suffragette [perempuan yang
membela hak memilih untuk perempuan – ed.] dari London menyewa pengacara pro-suffragette
untuk membela mereka. Seorang dokter yang mengobati istri-istri para jendral di
Berlin atau istri-istri pemilik toko-kecil “Kristen-Sosial” di Vienna, seorang
pengacara yang membela kasus ayah, saudara, dan suami mereka [para jendral dan
pemilik toko-kecil tersebut – ed.] tidak bisa membiarkan dirinya merasa
antusias mengenai prospek kebudayaan kolektivisme. Semua ini benar bagi para
penulis, artis, pemahat, seniman – tidak secara langsung dan segera, tetapi
tetap tak terelakkan. Mereka menawarkan ke publik karya mereka atau kepribadian
mereka, mereka tergantung pada persetujuan dan uang mereka, dan oleh karena itu,
secara terbuka atau tertutup, mereka menundukkan kekreatifan mereka pada
“monster besar” yang mereka benci: kaum borjuis. Nasib para penulis “muda”
Jerman – yang sudah semakin menipis – menunjukkan kebenaran ini. Gorky, yang
dijelaskan oleh kondisi epos dimana dia tumbuh besar, adalah sebuah
pengecualian yang hanya membuktikan kebenaran ini: ketidakmampuan dia untuk
mengadaptasi dirinya pada degenerasi anti-revolusioner kaum intelektual secara
cepat mengikis “popularitasnya”.
Disini tersingkap sekali lagi perbedaan sosial antara kondisi
kerja otak dan kerja otot. Walaupun kerja pabrik memperbudak otot dan
melemahkan badan, ia tidak bisa menundukkan pikiran buruh. Semua kebijakan
telah dicoba untuk menundukkan pikiran buruh, di Swiss seperti di Rusia, yang
terbukti tidak berguna. Otak kaum buruh dari sudut pandang fisik lebih bebas.
Penulis tidak harus bangun tidur ketika ayam berkokok, di belakang punggung
dokter tidak ada mandor, kantong pengacara tidak diperiksa ketika dia
meninggalkan pengadilan. Tetapi sebagai gantinya, mereka [penulis, dokter,
pengacara, dsb] bukan hanya harus menjual tenaga-kerjanya, bukan hanya ototnya,
tetapi seluruh kepribadiannya sebagai seorang manusia – dan bukan karena rasa
takut tetapi karena kewajiban. Sebagai akibatnya, orang-orang ini tidak ingin
melihat dan tidak bisa melihat bahwa baju jas profesi mereka adalah hanya
sebuah seragam penjara yang lebih baik.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar