Diambil dari Risalah “Indonesia
Menggugat”, yaitu Pidato Pembelaan Bung Karno di depan pengadilan kolonial
(landraad) di Bandung, 1930.
Artinya
Tuan-tuan
Hakim yang terhormat!
Di
dalam aksi kami sering-sering kedengaran kata-kata “kapitalisme” dan
“imperialisme”. Di dalam proses ini, dua perkataan ini pun menjadi
penyelidikan. Kami antara lain dituduh memaksudkan bangsa Belanda dan bangsa
asing lain, kalau umpamanya kami berkata “kapitaisme harus dilenyapkan”. Kami
dituduh membahayakan pemerintah kalau kami berseru “rubuhkanlah imperialisme”.
Ya, kami dituduhkan berkata bahwa kapitalisme = bangsa Belanda serta bangsa
asing lain, dan bahwa imperialisme = pemerintah yang sekarang!
Adakah
bisa jadi benar tuduhan ini? Tuduhan ini tidak bisa jadi benar. Kami tidak
pernah mengatakan, bahwa kapitalisme = bangsa asing, tidak pernah mengatakan
bahwa imperialisme = pemerintah. Kami pun tidak pernah memaksudkan bangsa asing
kalau berkata; kapitalisme, tidak pernah memaksudkan pemerintah atau ketertiban
umum atau apa saja kalau kami berkata imperialisme. Kami memaksudkan
kapitalisme kalau kami berkata kapitalisme; kami memaksudkan imperialisme kalau
kami berkata imperialisme!
Maka
apakah artinya kapitalisme? Tuan-tuan Hakim, di dalam pemeriksaan sudah kami
katakan, Kapitalisme
adalah sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan
kaum buruh dari alat-alat produksi. Kapitalisme timbul dari ini
cara produksi, yang oleh karenanya, menjadi sebabnya nilai-lebih[1] tidak jatuh di dalam tangan
kaum buruh melainkan jatuh di dalam tangan kaum majikan. Kapitalisme, oleh
karenanya pula, menyebabkan akumulasi kapital , konsentrasi kapital ,
sentralisasi kapital , dan industrielle
reserve-armée[2]. Kapitalisme mempunyai arah
kepada Verelendung[3] (baca: pemelaratan).
Haruskah
kami di dalam pidato ini masih lebih lebar lagi menguraikan, bahwa kapitalisme
itu bukan suatu badan, bukan manusia, bukan suatu bangsa,–tetapi ialah suatu
faham, suatu pengertian, suatu sistem? Haruskah kami menunjukkan lebih lanjut,
bahwa kapitalisme itu ialah sistem cara produksi, sebagai yang kami telah
terangkan dengan singkat itu? Ah, Tuan-tuan Hakim, kami rasa tidak. Sebab tidak
ada satu intelektuil yang tidak mengetahui artinya kata itu. Tidak ada satu hal
di dunia ini, yang sudah begitu banyak diselidiki dari kanan-kiri, luar dalam,
sebagai kapitalisme itu. Tidak ada satu hal di dunia ini, yang begitu luas
perpustakaannya, sebagai kapitalisme itu, — hingga berpuluh-uluh jilid,
berpuluh-puluh ribu studi dan buku-buku standar dan brosur-brosur tentang itu.
Tetapi
apa arti perkataan imperialisme? Imperialisme juga suatu faham, imperialisme
juga suatu pengertian. Ia bukan sebagai yang dituduhkan kepada kami itu. Ia
bukan ambtenaar
binnelandsch bestuur[4], bukan pemerintah, bukan gezag[5], bukan badan apapun jua. Ia
adalah suatu nafsu, suatu sistem menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa
lain atau negeri, — suatu sistem merajai atau mengendalikan ekonomi atau negeri
bangsa lain. Ini adalah suatu “kejadian” di dalam pergaulan hidup, yang
timbulnya ialah oleh keharusan-keharusan di dalam ekonomi sesuatu negeri atau
sesuatu bangsa. Selama ada “ekonomi bangsa”, selama ada “ekonomi negeri”,
selama itu dunia melihat imperialisme. Ia kita dapatkan dalam nafsu burung
Garuda Rum terbang ke mana-mana, menaklukkan negeri-negeri sekeliling dan di
luar Lautan Tengah. Ia kita dapatkan di dalam nafsu bangsa Spanyol menuduki
negeri Belanda untuk bisa mengalahkan Inggris, ia kita dapatkan di dalam nafsu
kerajaan Timur Sriwijaya menaklukkan negeri semenanjung Malaka, menaklukkan
kerajaan Melayu, mempengaruhi rumah tangga negeri Kamboja atau Campa. Ia kita
dapatkan di dalam nafsu negeri Majapahit menaklukkan dan mempengaruhi semua
kepulauan Indonesia, dari Bali sampai Kalimantan, dari Sumatera sampai Maluku.
Ia kita dapatkan di dalam nafsu kerajaan Jepang menduduki semenanjung Korea,
mempengaruhi negeri Mancuria, menguasai pulau-pulau di Lautan Teduh.
Imperialisme terdapat di semua zaman “perekonomian bangsa”, terdapat pada semua
bangsa yang ekonominya sudah butuh pada imperialisme itu. Bukan pada bangsa
kulit putih saja ada imperialisme; tapi juga pada bangsa kulit kuning, juga
pada bangsa kulit hitam, juga pada bangsa kulit merah sawo sebagai kami, — sebagai
terbukti di zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit; imperialisme adalah suatu “economische gedetermineerde
noodwendigheid”, suatu keharusan yang ditentukan oleh rendah
tingginya ekonomi sesuatu pergaulan hidup, yang tak memandang bulu.
Dan
sebagai yang tadi kami katakan, — imperialisme bukan saja sistem atau nafsu
menaklukkan negeri dan bangsa lain, tapi imperialisme juga hanya nafsu atau
sistem mempengaruhi ekonomi negeri dan bangsa lain! Ia tak usah dijalankan
dengan pedang atau bedil atau meriam atau kapal perang, tak usah berupa
“pengluasan negeri-daerah dengan kekerasan senjata” sebagai yang diartikan oleh
van Kol[6] (Seorang anggota parlemen
Belanda) — tetapi ia bisa juga berjalan hanya dengan “putar lidah” atau cara
“halus-halusan” saja, bisa juga berjalan dengan cara “pénétration pacifique”.
Terutama
dalam sifatnya mempengaruhi rumah tangga bangsa lain, imperialisme zaman
sekarang sama berbuahkan “negeri-negeri mandat” alias “mandaatgebieden”,
daerah-daerah pengaruh” alias “invloedssferen”
dan lain-lain sebagainya, sedang di dalam sifatnya menaklukkan negeri orang
lain, imperialisme itu berbuah negeri jajahan, — koloniaal-bezit.
[1] Nilai lebih (merrwarde): kelebihan hasil yang diterima
majikan, dari produksi kaum buruh.
[2]
industrielle reserve-armée:
barisan penganggur
[3]
Verelendung: Memelaratkan kaum buruh.
[4]
ambtenaar BB
(binnelandsch bestuur): pegawai pamong praja kolonial belanda
[5]
Gezag: kekuasaan.
[6]
Van Kol Henri Hubert (1852-1925) , seorang sosialis yang turut mendirikan
Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP) dan pernah menjadi Menteri
Jajahan. Kata-kata ini diucapkan Van Kol dalam sidang Tweede Kamer, 22 November
1901.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar