Dari Kebangkitan Islam untuk Kemerdekaan

Diposting oleh poentjak harapan on Minggu, 18 Maret 2012


Saudara-saudara sekalian. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
 Limapuluh tiga tahun Partai Serikat Islam Indonesia (PSII). Sungguh suatu masa, jumlah tahun yang tidak sedikit, 53. Dari 53 tahun itu saja persoolijk mengalami, berapa tahun, berhubung dengan PSII, tidak kurang dari 50 tahun! Saudara-saudara, barangkali diantara saudara-saudara ada yang baru saja muncul dalam PSII. Saya dengan mengucap syukur alhamdulillah, 50 tahun saudara-saudara!
PSII didirikan, waktu itu dengan nama SI, tahun 1912. Tahun 15, tiga tahun kemudian, saya masuk rumah almarhum Haji Umar Said Cokroaminoto. Jadi, hubunganku dengan “serikat islam” yang kemudian bernama “Partai Serikat Islam Indonesia” mulai tahun 15 itu. Sekarang tahun 1965, dus saya kenal PSII 50 tahun lamanya. Karena itu, saudara-saudara, saya merasa kukatakan tadi, berbahagia sekali, mengucap syukur kepada tuhan yang maha esa. Malah pada waktu saat sekarang ini saya ingat kepada kawan-kawan, waktu saya di rumah almarhum Cokroaminoto itu, misalnya kawan Sukiran, di mana? Masih hidup atau mati? Harsono, Sukiran masih hidup atau mati? Sukiran belum pernah kenal. Sukiran itu ketua cabang Surabaya. Maklum, waktu saya di rumah almarhum, Harsono ini masih anak umbelen saudara-saudara! Di mana Woro, wanita, Sastroatmodjo? Sudah wafat ataukah masih hidup? Woro Sastroatmodjo, agitator yang hebat sekali daripada PSII di Jawa Timur. Saya belum pernah mendengar pidato-pidatonya Woro Sastroatmodjo ini. Beliau dari Kepajen. Bidang perjuangannya ialah, terutama sekali daerah Malang, Pasuruan, Surabaya. Nah, ini Woro Sastroatmodjo di mana sekarang ini? Masih hidupkah atau sudah wafatkah? Nah, saudara-saudara tidak tahu. Tanda saudara-saudara itu sebetulnya baru muncul dalam alam Serikat Islam.
Demikian saudara-saudara, banyak sudah meninggal pula. Haji Agus Salim telah meninggal, pulang ke rahmatullah. Saudara Wondosudirdjo, yang kemudian bernama Wondoamiseno, sudah meninggal pula.
Saya mengucap syukur alhamdulillah, bahwa saya masih segar bugar sampai sekarang. Dan saya menunjukkan sendiri disini, kalau ada wartawan-wartawan asing yang hadir disini, bahwa saya masih segar bugar. Wartawan-wartawan asing neokolim itu selalu mengatakan, bahwa saya sakit keras. Pendek kata sudah dekat kepada ajal. Saya di dalam pidato “TAKARI” telah berkata, bahwa mati-hidup manusia itu adalah tergantung daripada Tuhan. Di dalam majalah time magazine dikatakan, bahwa saya di bulan agustus yang lalu ini saya, dua kali sakit keras.
Saudara-saudara, saya pun di dalam pidato “TAKARI” telah berkata, bahwa saya selalu dimaki-maki, dijelekkan, dicemoohkan, dicerca oleh wartawan-wartawan neokolim. Saya berkata, he wartawan neokolim, jangan berhenti mencerca aku, jangan berhenti menghantam aku, jangan berhenti menjelek-jelekkan aku, oleh karena pencercaanmu, penjelek-jelekkanmu, maki-makianmu kepada saya itu menguntungkan Revolusi Indonesia. Dan untuk itu saya minta kamu, he wartawan-wartawan asing, jangan berhenti maki-maki kepada saya! Sebab tahun 26 saya sudah berkata, makin kita dimaki-maki oleh musuh makin baik, tanda kita berjalan diatas jalan yang benar. Kalau kita sudah dipuji-puji oleh musuh, nah, itu boleh kita tinjau-tinjau diri sendiri, mengadakan introspeksi kepada diri sendiri. Sebab jikalau kita dipuji oleh musuh, itu adalah satu bahwa kita itu berjalan diatas jalan yang salah, tetapi yang sesuai dengan kehendaknya musuh itu.
Saya ulangi saudara-saudara, saya kenal SI, PSII, 50 tahun yang lamanya. Saya kenal seluruh angkatan-angkatan daripada evolusi, daripada pertumbuhan politik bangsa kita ini. Malah yang saya baca disana itu, perkataan-perkataan itu adalah sebenarnya mulut saya. Saya katakan, ada lima angkatan: angkatan perintis, angkatan pencoba, angkatan penegas, angkatan pendobrak, angkatan pelaksana. Itu dari mulut saya. Saya yang membuat analisa daripada pertumbuhan sejarah kebangkitan dan kebangunan kita. Dan saya sebagai hasil mengatakan, bahwa ada lima periode itu.
Di sini saya mau bikin koreksi sedikit, koreksi kecil. Urut-urutannya saudara-saudaraku keliru. Disini dikatakan, nomor satu; perintis, nomor dua; pencoba, nomor tiga; penegas, nomor empat; pendobrak, nomor lima; pelaksana.
Sebetulnya harus sebagai berikut: nomor satu; perintis, nomor dua; penegas, nomor tiga; pencoba, nomor empat; pendobrak, nomor lima; pelaksana.
Duduk perkara bagaimana? Duduknya perkara ialah, bahwa menurut hitungan waktu, kronologi, memang lebih dulu perintis, kemudian penegas, kemudian pencoba, kemudian pendobrak, kemudian pelaksana. Kronologis bagaimana demikian kok saya katakan kronologis demikian itu?
Nomor satu, perintis, yang saudara kenal sejarah “Budi Utomo”, saudara kemudian kenal sejarahnya “Sarekat Islam”, yang tadinya telah digambarkan oleh pak Arudji Kartawinata. Sesudah periode angkatan perintis ini, datanglah periode angkatan penegas. Periode perintis adalah periode disitu pemimpin-pemimpin atau gerakannya sekedar merintis. Membangunkan kebangkitan didalam massa. Membangunkan keyakinan didalam kalangan massa, bahwa nasibnya tidak baik. Bahwa jalan untuk memperbaiki nasibnya ialah mengadakan serikat-serikat, perkumpulan-perkumpulan, bahwa harus rakyat itu bersatu.
Inilah, malahan salah satu jasanya yang paling hebat daripada SI. Manakala tadi dikatakan oleh pak Roeslan Abdulgani, bahwa “Budi Utomo” yah, menggerakkan kaum intelektual, terutama sekali intelektual kaum Jawa, maka “Sarekat Islam”-lah yang pertama kali menggerakkan massa Indonesia.
Saya masih ingat, pada waktu tahun 15, saya menghadiri satu rapat besar di Surabaya, namanya Dierentuin. Itu sekarang jadi apa itu he Cak Roeslan, Dierentuin itu sekarang jadi apa itu? Dekat kantor pos sekarang. Stasiun, ya stasiun, ya maaf, itu sekarang namanya apa? Ya dimuka kantor pos, di sini dulu ada Lindetevis Stokvis.
Nah, itulah rapat raksasa yang pertama saya alami saudara-saudara. Dulu saya melihat rapat-rapat, hanya dari “Budi Utomo”, ndoro-ndoroan saudara-saudara. Pakai baju hitam yang datang di rapat itu, pakai blangkon, lantas pakai kain nggededer. Tetapi rapat raksasa pertama saya alami, ialah di Stasiun itu, dari partai “Sarekat Islam Indonesia”, dan disitu ada pak Cokro membuat pidato yang betul-betul menghikmati kepada saya. Yang disitu pak Cokro berkata, kita menghendaki perbaikan daripada nasib kita. Dan jalannya kita bisa memperbaiki nasib kita ialah dengan mempersatukan massa rakyat Indonesia ini sebanyak mungkin. Malah pak Cokro berkata, pada hari ini “Sarekat Islam Indonesia” telah mempunyai anggota 2 juta anggota, tahun 15 saudara-saudara. Disitu buat pertama kali saya mendapat ajaran, bahwa perbaikan nasib harus diusahakan oleh massa rakyat. Karena itu saya berkata, bahwa “Sarekat Islam”, “Partai Sarekat Islam Indonesia”, termasuk dalam golongan partai perintis yang utama.
Kemudian datanglah periode yang kedua. Dan periode yang kedua itu bukan pencoba, tetapi penegas. Di dalam periode kedua ini ditegaskanlahm bahwa kita tidak bisa mencapai perbaikan, jikalau tidak Indonesia menjadi merdeka. Ditegaskan, Indonesia merdekalah yang bisa mendatangkan perbaikan nasib, ialah oleh karena selama Indonesia tidak merdeka, maka imperialisme, kapitalisme, penjajahan, kolonialisme masih menguasai kehidupan kita, baik ekonomis, maupun politik, maupun kebudayaan, masih terus menghisap kepada darah kita. Maka oleh karena itu, didalam alam kemerdekaan, tak mungkin kita bisa mencapai perbaikan nasib. Maka oleh kaum penegaslah dikatakan, jikalau kita ingin perbaikan nasib, jalan satu-satunya ialah, Indonesia Merdeka. Dan jalan satu-satunya untuk mencapai Indonesia Merdeka ini ialah, satu gerakan massa revolusioner. Ini ditegaskan oleh angkatan penegas. Nah, lantas angkatan penegas ini menjalankan apa yang ia tegaskan. Artinya, ia mengadakan aksi-aksi revolusioner. Dengan akibat apa? Akibatnya tentu positifnya, rakyat menjadi sadar benar. Tapi negatifnya, kalau saya boleh memakai perkataan negatif, gerakan daripada kaum penegas ini dihantam oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemimpin-pemimpinnya ditangkap, pemimpin-pemimpinnya dimasukkan dalam penjarah, pemimpin-pemimpinnya dikirim ke pembuangan, pemimpin-pemimpinnya ada yang digantung mati. Pendek kata, gerakan penegas ini dihantam lemah oleh pemerintah Hindia Belanda.
Sesudah periode penegas ini saudara-saudara, karena pemimpin-pemimpinnya banyak yang masuk penjara, pemimpin-pemimpinnya banyak yang dibuang, pemimpin-pemimpinnya ada yang digantung mati, gerakan penegas ini boleh dikatakan, hampir saja hancur-lebur oleh hantaman daripada pemerintah Hindia Belanda, muncullah angkatan yang ketiga. Angkatan yang ketiga ini lantas mencoba mendatangkan Indonesia yang merdeka tidak dengan jalan massa aksi revolusioner. Pencoba ini mencoba atau berusaha untuk mendatangkan Indonesia merdeka dengan jalan apa? Dengan jalan cooperatie, kerjasama dengan pemerintah Hindia Belanda. Mencoba mendatangkan Indonesia merdeka dengan memasuki dewan-dewan. Entah dewan Volksraad-kah, entah dewan-dewan Gemeente, macam-macam dewan dimasuki, yaitu yang dinamakan kaum cooperato. Dan bukan saja memasuki dewan-dewan, tetapi mereka mengemukakan satu pendirian, bahwa jalan yang terbaik untuk menjalankan Indonesia merdeka ialah, ya kerjasama dengan pihak Belanda, malahan menyakinkan kepada pihak Belanda, bahwa toh sebaiknya Indonesia ini diberi kemerdekaan. Termasuk dalam golongan ini misalnya saudara-saudara, kaum cooperator yang dipimpin oleh almarhum Dr. Sutomo. Ini saya tidak mengecilkan jasa Dr. Sutomo, tidak. Tetapi saya sekedar menggambarkan sejarah obyektif, bahwa haluan Dr.Sutomo ialah, haluan pencoba.
Nah, perintis, penegas, pencoba. Dan kita saudara-saudara, melihat bahwa apa yang dicoba oleh pencoba itu, tak mungkin bisa berhasil, oleh karena kita dengan kaum imperialis adalah satu pertentangan kebutuhan, adalah apa yang kunamakan belangen tegenstelling secara populer, sana mau ke sana, sini mau ke sini; ndika ngalor, kula ngidul, rujak-sentul. Tidak bisa ada cooperatie, kerjasama antara sana dengan sini, tidak bisa cooperatie, kerjasama antara imperialis dengan kita. Kita hanya bisa mendatangkan Indonesia merdeka dengan paksaan, dengan macht. Nah ini perkataanku. Machtsvorming dan machsaanwending. Hanya dengan paksaan, desakan yang sehebat-hebatnya, dengan aksi massa, aksi yang revolusioner.
Tetapi kaum pencoba, oleh karena melihat, tadinya mereka itu melihat bahwa gerakan penegas itu mendatangkan korban yang demikian banyaknya. Ya memang, korbanannya bukan main hebat sekali, saudara-saudara! Dua ribu dikirim ke Boven Digul. Yang masuk dalam penjara di tanah Jawa saja 10 ribu. Belum berapa orang digantung mati. Sebagai yang tempo hari saya ceritakan kawan-kawan kita di Ciamis, digantung mati. Nah, kaum pencoba melihat korban begini banyaknya itu, lantas mengadakan politik lain, politik baru, katakan, yaitu politik untuk mencoba dengan jalan cooperatie itu. Tetapi kita selalu berkata, nee, tidak bisa cooperatie, oleh karena belangan tegenstelling, oleh karena ada pertentangan kebutuhan, oleh karena sana mau ke sana, sini mau ke sini, oleh karena sana mau ngalor, kita mau ngidul; kita selalu berdiri diatas satu beginsel non-cooperatie, non-cooperatie dengan pihak sana.
Nah, urutannya begitu. Sekarang sudah jelas. Perintis, penegas, pencoba, dicoba, dicoba, dicoba, ha tidak bisa, tidak bisa Indonesia merdeka dengan cobaan yang demikian itu.
Lantas datanglah angkatan pendobrak, yaitu dalam tahun 45 saudara-saudara, terutama sekali didobrakan dengan segala pendirian atau segala keyakinan akan kebenaran coopratie, akan kebenaran kerjasama ini, didobrak sama sekali oleh angkatan yang dinamakan 45. Nah itu fase ke-4. Kemudian sesudah didobrak, sesudah kita mengadakan proklamasi tanggal 17 Agustus 45, sesudah kita bisa mendirikan negara Indonesia merdeka berwilayah kekuasaan dari sabang sampai merauke, sesudah itu kita melaksanakan apa yang menjadi cita-cita daripada bangsa Indonesia, yaitu terlaksanannya Amanat Penderitaan Rakyat.
Nah, sekarang sudah jelas kepada saudara-saudara, urut-urutannya, chronologie daripada angkatan-angkatan itu. Saya ulangi, perintis, nomor satu; penegas, nomor dua; pencoba, nomor tiga; pendobrak, nomor empat; pelaksana, nomor lima. Kalau tadi pak Roeslan mengatakan, sekarang ini angkatan berdikari, ya sebetulnya itu satu pleonasme lagi. Pelaksanaannya harus dengan cara berdikari, tidak. Melaksanakan ampera, melaksanakan amanat rakyat hanyalah mungkin dengan berdikari. Sebagai yang tempo hari di Bogor saya katakan, salah jikalau kita berkata, nation building dan character building, sebetulnya dua perkataan ini adalah pleonasme. Nation building dan character building bukan dua hal yang terpisah satu sama lain, tetapi nation building impliceert character building. Character building adalah di dalam nation building.
Demikian pula maka berdikari, tidak berdiri sendiri daripada pelaksaan, tetapi berdikari itu adalah cara melaksanakan.
Nah, saudara sudah sekarang chronologie-nya. Chronologie itu waktunya. Perintis kemudian penegas, kemudian pencoba, kemudian pendobrak, kemudian pelaksana.
Lantas tinjau PSII. Saya dengan bangga bisa berkata, PSII selalu ikut didalam angkatan-angkatan ini, kecuali angkatan pencoba, kecuali angkatan pencoba. PSII, perintis, ya; PSII, pendobrak, ya; PSII, pelaksana pencoba, mboten, tidak pernah.
Dus, panitia atau bagaimana, saya minta dicoret saja itu tulisan: PSII menjadi lima angkatan, tidak, PSII menjiwai empat daripada lima angkatan itu, bukan lima sama sekali.
Itulah saudara-saudara, pengalamanku dari saya ikut-ikut dalam gerakan SI, maupun sebagai presiden meng-observer, mengawasi gerak-gerik PSII itu. Dan sudah barang tentu sebagai katakan tadi, saya bangga bahwa PSII tidak pernah ikut dalam angkatan pencoba.
Saudara-saudara, apa toh yang amat menarik kepada saya dalam hal SI atau PSII? Saya dulu pernah berkata, malah berulang-ulang saya berkata, saya ini pernah ngelesot kakinya almarhum Haji Umar Said Cokroaminoto. Ngelesot itu duduk, duduk di bawah. Pak Cokro duduk di kursi, saya ngelesot. Pokok daripada ajaran beliau ialah, keadilan, keadilan, kita harus mengejar keadilan. Dan kita harus berjalan selalu diatas jalan yang adil. Karena bangsa Indonesia diperlukan tidak adil, maka kita harus melawan. Kita harus berjalan diatas jalan adil pula. Karena intisari daripada agama islam ialah keadilan.
Ini yang betul-betul saya pegang sampai sekarang saudara-saudara. Di dalam pikiran, tindak-tundukku aku selalu Insya Allah SWT, berpegang teguh pada tiang keadilan ini. Saya ambil contoh saudara-saudara, didalam masa belakangan ini ada, boleh dikatakan, perang antara Pakistan dan India, Saya sebagai presiden republik Indonesia sekaligus, sekaligus, instantly, menghadapi kepada persoalan Indonesia ini, yang dibawah pimpinanmu Soekarno, Indonesia ini harus berdiri dipihak mana. Pakistan-kah, India-kah? Membenarkan mana, Pakistan-kah, India-kah? Itu saya dihadapi dengan pertanyaan yang demikian itu sebagai presiden Republik Indonesia. Tidak bisa, saya lantaskan pikir-pikir dulu, tidak bisa. Maka oleh karena itulah saudara-saudara, sesudah ada persoalan Kashmir, sesudah apalagi ada persoalan pertempuran antara Pakistan dan India, dengan lekas saya mengatakan, bahwa Indonesia, rakyat Indonesia, pemerintah Indonesia, saya berdiri sebagai presiden/panglima tertinggi menyatakan, berdiri di pihak Pakistan, tidak berdiri dipihak India. Apa sebabnya? Sebabnya ialah menurut keyakinan kami, keadilan adalah dipihak Pakistan.
Dan itu memang ukuran untuk tiap-tiap perbuatan kita, kita harus berdiri diatas keadilan, diatas mana yang benar, itulah kita benarkan, mana yang salah harus kita salahkan. Dan benar dan salah ini ukurannya ialah keadilan.
Tidak seperti Malaysia saudara-saudara, Malaysia pernah, beberapa hari yang lalu itu dihadapi dengan persoalan ini, berdiri dipihak mana? Apa jawabnya Malaysia, ya Pakistan, sahabat kami, India, sahabat kami, Pakistan sahabat kami, India sahabat kami, dus kami, ya sudah, netral-netralan. Inilah yang aku maksudkan dengan perkataanku dulu itu, bahwa Malaysia itu adalah sebenarnya satu, katakanlah, jikalau Negara yang kosong-melompong. Tidak mempunyai konsepsi, tidak mempunyai pricipe. Lha wong kejadian begini pentingnya kok, ini sahabat, ini sahabat, ini kawan, ini kawan ini baik dengan sini, ini baik dengan sini, ini kawan, ini bai dengan ini, ini baik dengan sini, dus sudahlah.
Tidak, Indonesia tidak demikian, Indonesia berdiri di atas keadilan, Indonesia, saya persoonlijk berdiri diatas ajaran yang tempo dulu diberikan almarhum Cokroaminoto kepadaku, adil, keadilan peganglah teguh itu. Dan atas dasar itu aku dengan seluruh rakyat Indonesia berkata, Pakistan yang benar, India yang salah, kita memihak pada Pakistan. Dan itu sdah saya nyatakan di dalam statement, pernyataan yang sudah saya keluarkan. Maka sekarang, ayo catat semua wartawan-wartawan, aku menguncang kepada seluruh Negara Islam, seluruh negara-negara Islam di dunia ini untuk bersimpati pada Pakistan, untuk memberi bantuan kepada Pakistan, seluruh negara-negara Islam. Jangan ada satu pun Negara yang bernamakan dirinya Islam, berdiri, mengambil pendirian seperti Malaysia, ini sahabat, ini kawan, ini kawan, dus diam!
Tidak, bukan demikianlah Islam. Islam selalu membela pada keadilan, Islam selalu membela kepada kebenaran, Islam selalu menentang kepada kezaliman dan kesalahan. Saya minta ini dicatat oleh semua wartawan, agar supaya seruanku kepada Negara-negara Islam ini didengar oleh Negara-negara Islam itu. Biara didengar oleh seluruh umat Islam di dunia ini, yang berjumlah ratusan juta jiwa.
Jika ada sesuatu bangsa yang menamakan bangsanya Islam dan dia misalnya membenarkan India, saya akan berkata, Islammu adalah Islam keblinger, saudara-saudara!
Tolong juru bahasa adalah salinkan saya punya perkataan ini pada diplomatic korps yang duduk disitu.
Maka oleh karena itu saudara-saudara, pada malam saya menghadiri perayaan 53 tahun usia dari Partai Sarekat Islam, saya menyatakan di sini, saya kagum pada Partai Sarekat Islam Indonesia, bahwa Partai Sarekat Islam Indonesia selalu berdiri di atas jalan yang benar.
Dan di sana dituliskan, “Nasakom, Pancasila, Manipol-Usdek, Trisakti, Berdikari”. Partai sarekat Islam berkata, pelaksanaan konsekuen dari pada azimat revolusi. Ketuhanan itu pula saudara-saudara, saya mengatakan pada Partai Sarekat Islam Indonesia, Partai Sarekat Islam Indonesia benar-benar setia pada sumbernya. Saya kenal, saya kenal sumber Partai Sarekat Islam Indonesia. Mungkin lebih daripada saudara-saudara yang hadir disini.
Sebagai kekuatan tadi, 50 tahun saudara-saudara, saya sudah ngelesot dikakinya almarhum Haji Umar Said Cokroaminoto, mengikuti segala gerak-gerik PSII. Sebagai tadi dikatakan oleh pak Roeslan Abdulgani, di rumah Cokroaminoto itulah, dan dari mulut pak Cokroaminoto sendiri, saya mendapat ajaran-ajaran pertama tentang politik. Ajaran menggerakkan massa, ajaran toleransi, kata pak Roeslan Abdulgani. Ya memang, di rumahnya pak Cokro-lah saya bertemu dengan Sneevliet, di rumah pak Cokro-lah saya bertemu dengan Baart, di rumahnya pak Cokro-lah saya bertemu dengan Darsono, di rumahnya pak Cokro-lah saya bertemu dengan Semaun, di rumahnya pak Cokro-lah saya bertemu dengan Dwidjosewojo, di rumahnya pak Cokro-lah saya bertemu dengan Haji Agus Salim, di rumahnya pak Cokro-lah saya bertemu dengan Dr. Tjipto Mangungkusumo, di rumahnya pak Cokro-lah saya bertemu dengan Surjadi Surjaningrat, yang kemudian yang bernama Ki Hadjar Dewantara, di rumahnya pak Cokro-lah saya bertemu dengan Dr. E.F.E Douwes Dekker, yang kemudian bernama Dr. Setiabudi. Di rumahnya Cokroaminoto itulah saya mendapat bibir nasakom yang pertama. Di rumah Cokroaminoto itulah saudara-saudara, saya mendapat ajaran-ajaran pertama, bagaimana menggerakkan massa. Ya orang berkata, bung Karno kalau sudah berpidato itu, sudah, wah sudahlah, plek, persis Cokro. Saya kira tidak. Cokro adalah agitator, redenaari yang lebih hebat daripada saya. Tapi saya mengikuti banyak saya belajar dari pak Cokro itu, dan banyak saya belajar dari pak Cokro tentang isi, isi pidato-pidato yang aku berikan kepada massa.
Pendek kata saudara-saudara, jikalau sekarang Partai Sarekat Islam Indonesia mengadakan perayaan 53 tahun usianya, saya yang pertama berkata, alhamdulillah, saya punya ucapan selamat. Dan sebagai dikatakan oleh Bandrio tadi itu, majulah terus, pantang mundur, ever onward, never retreat!
Terima kasih.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar