Pidato di Surabaya, 24 September 1955
Benar
apa tidak perkataanku, Saudara-saudara, bahwa Bangsa Indonesia adalah beraneka
agama? Demikian pula aku berkata, bahwa bangsa Indonesia ini beraneka
adat-istiadat, beraneka suku pula. Beraneka suku, beraneka agama, beraneka
adat-istiadat. Ini yang menjadi pikiran Bapak berpuluh-puluh tahun.
Sebelum
kita memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, aku
ingin bersama-sama dengan pejuang lain membentuk satu wadah. Wadah yang bernama
Negara. Wadah untuk masyarakat, bagi masyarakat yang beraneka agama, beraneka
suku, beraneka adat-istiadat!
Aku
ingin membentuk satu wadah yang tidak retak, yang utuh, yang mau menerima semua
masyarakat Indonesia yang beraneka itu dan yang masyarakat Indonesia mau duduk
pula di dalamnya, yang diterima oleh Saudara-saudara beragama Islam, yang
beragama Kristen Katholik, yang beragama Kristen Protestan, yang beragama
Hindu-Bali, dan oleh Saudara-saudara yang beragama lain, yang bisa diterima
oleh Saudara-saudara yang adat-istiadatnya begitu, dan yang bias diterima oleh
sekalian Saudara.
Aku
tidak mencipta Pancasila, Saudara-saudara. Sebab sesuatu dasar Negara ciptaan
tidak akan bertahan lama. Ini adalah suatu ajaran yang dari mula-mulanya
kupegang teguh. Jikalau engkau hendak mengadakan dasar untuk sesuatu Negara,
dasar untuk sesuatu wadah, jangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri, jangan
karang sendiri.
Selamilah
sedalam-dalamnya lautan daripada sejarah! Gali sedalam-dalamnya bumi dari pada
Sejarah!
Aku
melihat masyarakat Indonesia, sejarah rakyat Indonesia. Dan aku menggali lima
mutiara yang terbenam di dalamnya, yang tadinya lima mutiara itu cemerlang
tetapi karena oleh penjajahan asing yang 350 tahun lamanya, terbenam kembali di
dalam bumi bangsa Indonesia ini.
Aku
oleh sekolah tingggi Universitas Gajah Mada di anugerahi titel Doctor Honoris
(title Doctor Kehormatan) dalam ilmu ketatatnegaraan. Tatkala promotor Prof. Mr.
Notonagoro mengucapkan pidatonya pada ucapan pemberian title Doctor Honoris
Causa, pada waktu itu beliau berkata: “Saudara Soekarno kami menghadiakan
kepada saudara title kehormatan Docotor Honoris Causa dalam ilmu
ketatatanegaraan, oleh karena saudara pencipta Pancasila.”
Di
dalam jawaban itu aku berkata: “Dengan terharu aku menerima title Doctor
Honoris Causa yang dihadiakan kepadaku oleh Universitas Gajah mada, tetapi aku
tolak dengan tegas ucapan Professor Notonagoro, bahwa aku adalah pencipta
Pancasila.”
Aku
bukan pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya bangsa Indonesia. Pancasila
terbenam didalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku gali kembali dan
aku persembahkan Pancasila ini diatas persada bangsa Indonesia kembali.
Tidaklah
benar, Saudara-saudara, bahwa kita sebelum ada Bung Karno, sebelum ada Republik
Indonesia, sebenarnya telah mengenal akan Pancasila? Tidaklah benar kita dari
dahulu mula telah mengenal Tuhan, hidup didalam alam ketuhanan Yang Maha Esa?
Kita dahulu pernah menguraikan ini panjang lebar. Bukan anggitan baru, bukan
karangan baru. Tetapi sejak dahulu mula bangsa Indonesia adalah satu bangsa
pencipta kepada Ketuhanan. Yah.., kemudian Ketuhanan itu disempurnakan oleh
agama-agama. Di sempurnakan oleh Agama Islam, disempurnakan oleh Agama Kristen.
Tetapi dari dahulu mula kita adalah satu bangsa yang berketuhanan.
Demikian
pula, tidaklah benar bahwa kita ini dari dahulu mula telah cinta kepada Tanah
Air dan Bangsa? Hidup di dalam alam kebangsaan? Dan bukan saja kebangsaan
kecil, tetapi kebangsaan Indonesia. Hai.., Engkau pemuda-pemuda, pernah engkau
mendengar nama kerajaan Mataram? Kerjaaan Mataram yang memebuat candi-candi
Prambanan, candi Brobuduru? Kerajaan mataram kedua di waktu itu dibawah
pimpinan Sultan Agung Hanjokrokusumo? Tahukah suadara-saudara akan arti
perkataan Mataram? Jikalau tidak tahu maka aku akan berkata kepadamu “Mataram
berarti Ibu”. Masih ada persamaan perkataan Mataram itu, misalnya perkataan
Metter di dalam bahasa Jerman, Ibu, Mother dalam bahasa Inggris, Ibu. Moeder
dalam bahasa Belanda, Ibu. Mater dalam bahasa Latin, Ibu. Mataram berarti Ibu.
Demikian
kita cinta kepada Bangsa dan Tanah Air dari zaman dahulu mula, sehingga negeri
kita, negara kita, kita putuskan Mataram.
Rasa
kebangsaa, bukan rasa baru bagi kita. Mungkinkah mempunyai kerajaan seperti
kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dahulu, jikalau kita tidak mepunyai rasa
kebangsaan yang berkobar-kobar di dalam dada kita?
Yaaah..,
kata pemimpin besar yang bernama Gajah Mada.Sang Maha Patih Ihino Gajah mada.
Benar, kita mempunya pemimpin besar itu. Benar, pemimpin besar itu telah bersumpah
satu kali, tidak akan makan kelapa jikalau belum segenap kepulauan indonesia
tergabung di dalam satu negara yang besar. Benar, kita mempunyai pemimpin yang
besar itu. Tetapi apakah pemimpin ini yang sebenarnya pencipta dari pada
kesatuan kerajaan Majapahit? Tidak!
Pemimpin
besar sekedar adalah sambungan lidah daripada rasanya rakyat jelata. Tidak ada
satu orang pemimpin besar, walaupun besarnya bagaimanpun juga, bisa membentuk
negara yang sebesar majapahit – ialah satu negara yang besar, yang wilayahnya
dari Sabang samapai ke Marauke, bahakan samapai ke daerah Philipina sekarang.
Katakanlah
Bung Karno pemimpin besar atau pemimpin kecil, pemimpin gurem atau yang
bagaimana, tetapi jikalau ada yang berkata: “Bung Karno yang mengadakan
Republik Indonesia.“ Tidak Benar!!! Jangan pun satu Soekarno, sepeuluh
Soekarno, seratus Soekarno, seribu Soekarno tidak akan bisa membentuk negara
Republik Indonesia, jikalau segenap rakayat jelata Republik Indonesia tidak
berjuang mati-matian!”
Kemerdekaaan
adalah hasil dari segenap perjuangan rakyat. Maka itu pula menjadi pikiran
Bapak, negara Republik Indonesia ini bukan milik satu golongan, bukan milik
sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan
adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai ke Marauke!
Perjuangan untuk merebut kemerdekaan ini dijalankan oleh semua bangsa
Indonesia.
Aku
melihat didalam daerah-daerah yang kukunjungi, dimana pun aku datang, aku
melihat Taman-taman Pahlawan. Bukan saja di bagian-bagian yang beragama Islam,
tetapi juga di bagian-bagian yang beragama Kristen. Aku melihat Taman-taman
Pahlawan di mana-mana. Di sini di Surabaya, pada tanggal 10 november tahun 1945
siapa yang berjuang di sini???
Segenap
pemuda-pemudi, kyai, kaum buruh, kaum tani, segenap rakyat Surabaya berjuang
dengan tiada perbedaan agama, adat-istiadat, golongan atau suku.
Rasa
kebangsaan kita sudah sejak dari zaman dahulu, demikian pula rasa
prikemanusiaan. Kita bangsa Indonesia adalah satusatunya bangsa di dalam
sejarah dunia, satu-satunya bangsa yang tidak pernah menjajah bangsa lain
adalah bangsa Indonesia. Aku tantang orang-orang ahli sejarah yang bisa
membuktikan, bahwa bangsa Indonesia pernah menjajah kepada bangsa lain.
Apa
sebab? Oleh karena bangsa Indonesia di atas dasar perikemanusiaan sejak dari
zaman dahulu. Dari zaman Hindu kita sudah mengenal perikemanusiaan.
Disempurnakan lagi rasa perikemanusiaan itu dengan agama-agama yang kemudian.
Di
dalam zaman Hindu kita telah mengenal ucapan: “Tat Twam Asi”. Apa artinya Tat
Twam Asi? Tat Twam Asi berarti “Aku adalah dia”, dia adalah aku”. Dia pakai,
aku ikut pakai. Dia senang, aku ikut senang. Aku senang, dia ikut senang. Aku
sakit, dia ikut sakit. Tat Twam Asi–perikemanusiaan.
Kemudian
datanglah di sini agama Islam, mengajarkan pada perikemanusiaan pula. Malah
lebih sempurna. Diajarkan kepada kita akan ajaran-ajaran fardhukifayah,
kewajiban-kewajiban yang dipikulkan kepada seluruh masyarakat. Misalnya,
jikalau ada orang mati di kampungmu dan kalau orang mati itu tiada terkubur,
siapa yang dianggap berdosa, siapa yang dikatakan berdosa, siapa yang akan
mendapatkan siksaan daripada dosa itu? Bukan sekedar kerabat famili daripada
sang mati itu, Tidak! Segenap masyarakat disitu ikut bertanggung jawab.
Demikian
pula dengan agama Kristen. Tidakkkah agama Kristen kita itu diajarkan: cinta
kepada tuhan lebih daripada segala sesuatu; dan cinta kepada manusia lebih
daripada cinta kita sendiri: Hebs U naasten lief gelijk U zelve, God boven
alles”. Jadi rasa kemanusiaan bukan barang baru bagi kita.
Demikian
pula rasa kedaulatan rakyat. Apa sebab pergerakan Nasional Indonesia laksana
api mencetus dan meledakan segenap rasa kebangsaan Indonesia? Oleh karena
pergerakan nasional Indonesia itu berdiri diatas dasar kedaulatan rakayat.
Engkau ikut berjuang! Dari dahulu malu kita gandrung kepada kedaulatan rakayat.
Apa sebab engkau ikut berjuang? Oleh karena engkau merasa memperjuangkan dasar
kedaulatan rakyat.
Bangsa
Indonesia dari dahulu mula telah mengenal kedaulatan rakayat, hidup di dalam
alam kedaulatan rakayat. Demokrasi bukan barang baru bagi kita. Demikian pula
cita-cita keadilan sosial, bukan cita-cita baru bagi kita. Jangan kira, bahwa
cita-cita keadilan sosial itu buatan Bung Karno, Bung hatta, atau komunis atau
kaum serikat rakyat, kaum sosialis, Tidak!
Dari dahulu mula bangsa
Indonesia ini cinta kepada keadilan sosial, kalau zaman dahulu, kalau ada
pemberontakan—Saudara-saudara berhadapan dengan pemerintah belanda—semboyannya
selalu “Ratu Adil”, Ratu adil para marta. Sama rata, sama rasa. Adil, adil,
itulah yang menjadi gandrungnya jiwa bangsa Indonesia. Bukan saja di dalam alam
pergerakan sekarang atau di dalam pergerakan alam nasional tetapi dari dulu
mula.
Maka
oleh karena itulah aku berkata, baik Ketuhanan Yang Maha Esa maupun Kebangsaan,
maupun Perikemanusiaan, maupun Kedaulatan rakayat, maupun Keadilan sosial,
bukan aku yang menciptakan. aku sekedar menggali sila-sila itu. Dan sila-sila
ini aku persembahkan kembali kepada bangsa Indonesia untuk dipakai sebagai
dasar daripada wadah yang harus berisi masyarakat yang beraneka agama, beraneka
suka, beraneka adat-istiadat.
Inilah
Saudara-saudara, maka di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai di dalam zamn
Jepang, pertenghan tahun 1945 telah diadakan satu sidang daripada pemimpina
Indonesia, dan di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai itu di bicarakan
hal-hal ini. Pertama, apakah negara akan datang itu harus berdasar satu
falsafah ataukah yang akand atang itu harus berdasar pada satu falsafah ataukah
tidak? Semua berkata “harus berdasarkan satu falsafah”. Harus memakai dasar.
Sebab kita melihat di dalam sejarah dunia ini banyak sekali negara yang tidak
berdasar, lantas berbuat jahat, oleh karena itu tidak mempunya ancer-ancer
hidup bagi rakayatnya.
Kita
melihat negara-negara yang besar, tetapi karena tidak mepunya ancer-ancer
hidup, tidak mempunyaidasar hidup, dengan sedih kita melihat bahwa
negara-negara itu berbuat sesuatu yang sebenarnya melanggar kedaulatan dan
perikemanusiaan.
Di
dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai itu memutuskan akan memberi dasar
kepada negara. Akhirnya saya. Mempersembahkan Pancasila. Dan syukur
alhamdulillah sidang menerimanya. Dan tatakala kita memperoklamirkan ke
merdekaan, kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dasar ini yang
dipakai. Dan aku berkata, oleh karena dasar ini, segenap rakyat Indoensia dari
Sabang sampai ke Merauke menyebutkan proklamsi itu dengan gegap-gempita.
Disambut oleh kaum alim ulama, disambut oleh kaum buruh, disambut oleh kaum
tani, disambut oleh saudara-saudara yang berdiam di Aceh, disambut oleh
saudara-saudara yang berdiam di Flores, disambut saudara-saudara yang berdiam
di Kalimantan, disambut saudara-saudara yang berdiam di Bali, disambut oleh
segenap rakyat Indonesia.
Aku
baru pulang dari Bali, tahukan penyambutan rakyat Bali itu yang beragama Hindu
Bali itu terhadap kepada Proklamasi Kemerdekaaan Indoensia? Rakyat Bali hidup
di dalam alam perjuangan yang hebat. Ada satu tempat kecil di Bali, namanya
Tabanan, Yah.., kalau dibandingkan dengan disini Tabanan itu barangkali hanya
sebesar.. waru, atau sebesar Tulangan, sebesar Prambon. Di Tabanan itu saja di
dalam tahun 1951 diresmikan satu Taman pahlawan yang di dalam Taman Pahlawan
itu 680 jenazah.
Demikian
pula ditempat yang lain-lain. Memang, rakyat Bali ini menyambut Proklamasi
dengan gegap-gempita. Agamanya adalah Hindu bali. Tetapi mereka menyambut
Proklamasi ini ialah karena proklamsi ini di dasarkan kepada Pancasila. Pendek
kata, tatkal usul saya kepada Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai itu diterima oleh
sidang dan kemudian dipakai sebagai dasar negara Republik Indonesia, tak
putus-putus aku mengucapkan syukur kpeada Tuhan. Inilah dasar yang menjamin
ketuhanan bangsa kita yang beraneka agama, beraneka adat-istiadat, beraneka
suku.
Maka
oleh karena itu, jikalau dikatakan Pancasila adalah sementara? Ya..,
Konstituante nanti yang akan menetukan. Tetapi aku memohon kepada Tuhan agar
supaya Negara Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila.
Aku
hidup gandrung dalam suasana persatuan. Aku masuk di dalam gelanggang
perjuangan tatkala aku berumur 18 tahun. Dulu sebelum 18 tahun tidak boleh
masuk partai politik. Umur 18 tahun aku kintil (ikut) Rama Tjokroaminoto ikut
berjuang. Sejak daripada itu tetap aku gandrung pada persatuan, sekali lagi
persatuan. Perkataan gandrung ini kelaur dari mulutku dari tahun 1918 sampai
sekarang. 37 tahun lamanya aku gandrung persatuan. Memang.., aku gandrung
persatuan. Oleh karena aku mengetahui, bahwa hanya persatuanlah yang bisa
memerdekakan. Hanya persatuan bisa menetapkan kemerdekaan. Hanya persatuan inilah
yang bisa membawa kita kepada cita-cita kita sekalian!
Di
dalam Kongres Rakyat Indonesia kuanjurkan persatuan ini. Di dalam Kongres
Partai nasional Indonesia di bandung, 10 bulan yang lalu, kuanjurkan persatuan
ini. Olwh karena aku melihat gejala-gejala perpecahan makin lama makin
meningkat, makin lama makin menampak. Bersatulah kembali Saudara-saudara,
bersatulah rakyat, bersatu kembali di dalam persatuan nasional revolusioner
yang sebulat-bulatnya. Sebab kita duduk di dalam alam revolusi nasional.
Kalau
kita mengadakan persatuan yang bukan persatuan nasional revolusioner, kita
tidak bisa menyelesaikan revolusi nasional kita itu. Aku hidup di dalam alam
persatuan ini, aku gandrung kepada persatuan ini, maka oleh karena itulah,
jikalau aku sekarang sebagai Presiden republik Indonesia berbicara dihadapan
Saudara-saudara, resmi sebaga Presiden Republik Indoensia yang membentangkan
kepada Saudara-saudara dasar negara, yang akan bersumapah diatasnya sebagai
Presiden.
Di
samping itu, aku bergembira hati, diberi kesempatan oleh Allah SWT sebagai
warganegara biasa membicarakan hal dasar-dasar negara itu.
Di
dalam pidato 17 Agusutus 1955 aku menganjurkan kepada Panca Dharma. Apa inti
dari Panca Dharma? Tak lain dan tak bukan ialah inti itu kelaur daripada jiwa
Pancasila. Tidakkah Panca Dharma lima? Pertama, Persatuan. Kedua, yang merusak
persatuan dan mengacau-ngacaukan keamanan ini harus kita lenyapkan. Nomor tiga,
pembangunan, pembangunan, pembangunan! Keempat, Irian Barat . Kelima, Pemilihan
Umum. Pemilhan Umum pada intinya adalah persatuan. Segenap bangsa Indonesia
yang 80 juta ini, yang sudah dewasa 43 juta, diminta mengeluarkan suaranya
dengan cara bebas, dalam alam suasana persaudaraan. Mari kita sekarang dengan
tenang dalam suasana persaudaraan bangsa mengemukakkan suara kita. Jiwa
daripada pemilihan umum adalah persatuan!
Pembangunan..,
juga tidak bisa selesai zonder
persatuan. Dapatkah engkau membangun ekonomi Indonesia tanpa persatuan? Tahukah
engkau bahwa indonesia ini ekonomi yang sebenarnya satu unit, satu kesatuan
yang besar, yang jikalau satu daerah dikeluarkan, kocar-kacir eknomi kita ini.
Dan kita menyusun satu ekonmi yang bukan eknomi kolonial, eknomi imprealis,
Tidak! Di dalam Undang-Undang dasar kita sebutkan dengan tegas bukan eknomi
yang membikin gendut perutnya satu dua orang. Tetapi eknomi yang membikin
sejahtera segenap rakayat. Inilah dasar, inti jiwa daripada Undang-Undang dasar
kita, meskipun Undang-Undang Dasar yang dinamakan sementara.
Satu
ekonomi nasional yang menjamin semua bangsa Indonesiam hidup sejahtera layak,
makmur. Bukan ekonomi yang membikin gendut orang satu tetapi eknoomi sama rata
sama rasa. Satu eknomi yang mengandung jaminan kehidupan yang baik buat semua,
di alam suasana kesatuan dan persatuan. Pengacau keamanan bahwa itu memecah
kepada persatuan merugikan kepada rakyat, perlukah masih ku-uraikan? Tidak!
Irian
Barat. Sebab apa saudara-saudara menuntut Irian Barat? Mungkin saudara beragama
Islam? Di sana rakyatnya bukan Islam, lho! Kenapa saudara menuntut Irian Barat
supaya masuk di dalam wilayah Republik Indonesia? Saudara beragama Islama,
mereka tidak bergama Islam! Saudara akan menajwab: “Aku menuntut Irian barat
kembali ke dalam wilayah Republik Indonesia oleh karena Irian Barat adalah
sebahagian daripada tanah air Indonesia, oleh karena suku Irian Barat adalah
sebagian daripada bangsa Indonesia seluruhnya.
Lho …
kenapa saudara menuntut Irian Barat untuk kembali kepada kekuasaan Republik?
Saudara akan menajab: “Aku menuntut Irian barat kembali ke wilayah kekuasaan
Republik Indonesia oleh karena bangsa kita adalah satu dari Sabang samapai ke
Merauke”.
Jadi,
dasarnya ialah persatuan bangsa. Maka oleh karena itu, aku sekali lagi
menganjurkan kepada segenap rakyat Indoensia, terutama sekali di hadapan
pemilihan umum ini, ingat kepada persatuan. Ingat kepada Persatuan! Bangsa
Indonesia adalah selalu kukatakan bukan bangsa yang kecil, jumlahnya 80 juta.
Lebih besar daripada bangsa yang lain-lainnya.
Aku
telah, alhamdulillah, melawat ke Mesir, ke Arabia, ke India, ke Karachi, ke Pastian,
ke Sailan, ke Rangoon, dan sebagainya. Kecuali ke Eropa dan Amerika, aku
melihat bangsa kita potensinya hebat-hebat. Tidak ada satu tanaha air daripada
suatu bangsa yang lebih hebat daripada tanah air Indonesia. Tidak ada suatu
bangsa yang lebih – seragam, sebenarnya jikalau mau—dari pada bangsa Indonesia.
Tidak ada satu tanah air yang lebih indah daripada bangsa Indonesia. Jumlahnya
pun tidak sedikit, 80 juta. Lebih daripada bangsa yang lain!
Yaah,
kita kalah dengan Amerika Serikat jumlah bangsa kita ini. Kalah dengan USSR
(Soviet Uni) jumlahnya bangsa kita ini. Kalah dengan Tiongkok jumlah bangsa
kita. Kalah dengan India jumlah bangsa kita. Tetapi disamping yang empat ini,
Saudara-saudara, tidak ada lagi yang mengalahkan kita. Ada yang memadai kita jumlah
rakyatnya yaitu Jepang, tetapi yang lain-lain, semuanya kurang daripada kita.
Mesir
yang bapak tempo hari kunjungi dan yang Bapak melihat semangatnya meluap-luap,
berapa jumlah mereka? Mereka yang Bapak melihat mereka membangun. Membuat
dam-dam yang besar, membuat jalan-jalan yang besar. Jumlah mereka berapa? Yang
mereka membangun pula tentara, tentara yang hebat. Yang mereka membangun
Angkatan Udara yang aku melihat pesawat-pesawat udara yang terbang di angkasa,
Saudara-saudara. Berapa jumlah rakyat Saudi Arabia? 60 juta, kita 80 juta!
Aku
datang di Bangkok, disambut oleh PM Phibul Songgram. Tahukah engkau rakyat
Thailand jumlahnya? 20 juta, kita 80 juta. Kita bangsa yang 80 juta bukan
bangsa yang kecil, kalau kita bersatu kataku berkali-kali, jikalau kita 80 juta
bersatu padu di dalam kesatuan nasional revolusioner, tidak ada satu cita-cita
yang tidak terlaksana oleh kita.
Sekian
sajalah, amanat Bapak.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar