Apa Sebab Negara Indonesia Berdasarkan Pancasila [3]

Diposting oleh poentjak harapan on Minggu, 18 Maret 2012

            Pidato di Surabaya, 24 September 1955

 Benar apa tidak perkataanku, Saudara-saudara, bahwa Bangsa Indonesia adalah beraneka agama? Demikian pula aku berkata, bahwa bangsa Indonesia ini beraneka adat-istiadat, beraneka suku pula. Beraneka suku, beraneka agama, beraneka adat-istiadat. Ini yang menjadi pikiran Bapak berpuluh-puluh tahun.
Sebelum kita memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, aku ingin bersama-sama dengan pejuang lain membentuk satu wadah. Wadah yang bernama Negara. Wadah untuk masyarakat, bagi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suku, beraneka adat-istiadat!
Aku ingin membentuk satu wadah yang tidak retak, yang utuh, yang mau menerima semua masyarakat Indonesia yang beraneka itu dan yang masyarakat Indonesia mau duduk pula di dalamnya, yang diterima oleh Saudara-saudara beragama Islam, yang beragama Kristen Katholik, yang beragama Kristen Protestan, yang beragama Hindu-Bali, dan oleh Saudara-saudara yang beragama lain, yang bisa diterima oleh Saudara-saudara yang adat-istiadatnya begitu, dan yang bias diterima oleh sekalian Saudara.
Aku tidak mencipta Pancasila, Saudara-saudara. Sebab sesuatu dasar Negara ciptaan tidak akan bertahan lama. Ini adalah suatu ajaran yang dari mula-mulanya kupegang teguh. Jikalau engkau hendak mengadakan dasar untuk sesuatu Negara, dasar untuk sesuatu wadah, jangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri, jangan karang sendiri.
Selamilah sedalam-dalamnya lautan daripada sejarah! Gali sedalam-dalamnya bumi dari pada Sejarah!
Aku melihat masyarakat Indonesia, sejarah rakyat Indonesia. Dan aku menggali lima mutiara yang terbenam di dalamnya, yang tadinya lima mutiara itu cemerlang tetapi karena oleh penjajahan asing yang 350 tahun lamanya, terbenam kembali di dalam bumi bangsa Indonesia ini.
Aku oleh sekolah tingggi Universitas Gajah Mada di anugerahi titel Doctor Honoris (title Doctor Kehormatan) dalam ilmu ketatatnegaraan. Tatkala promotor Prof. Mr. Notonagoro mengucapkan pidatonya pada ucapan pemberian title Doctor Honoris Causa, pada waktu itu beliau berkata: “Saudara Soekarno kami menghadiakan kepada saudara title kehormatan Docotor Honoris Causa dalam ilmu ketatatanegaraan, oleh karena saudara pencipta Pancasila.”
Di dalam jawaban itu aku berkata: “Dengan terharu aku menerima title Doctor Honoris Causa yang dihadiakan kepadaku oleh Universitas Gajah mada, tetapi aku tolak dengan tegas ucapan Professor Notonagoro, bahwa aku adalah pencipta Pancasila.”
Aku bukan pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya bangsa Indonesia. Pancasila terbenam didalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku gali kembali dan aku persembahkan Pancasila ini diatas persada bangsa Indonesia kembali.
Tidaklah benar, Saudara-saudara, bahwa kita sebelum ada Bung Karno, sebelum ada Republik Indonesia, sebenarnya telah mengenal akan Pancasila? Tidaklah benar kita dari dahulu mula telah mengenal Tuhan, hidup didalam alam ketuhanan Yang Maha Esa? Kita dahulu pernah menguraikan ini panjang lebar. Bukan anggitan baru, bukan karangan baru. Tetapi sejak dahulu mula bangsa Indonesia adalah satu bangsa pencipta kepada Ketuhanan. Yah.., kemudian Ketuhanan itu disempurnakan oleh agama-agama. Di sempurnakan oleh Agama Islam, disempurnakan oleh Agama Kristen. Tetapi dari dahulu mula kita adalah satu bangsa yang berketuhanan.
Demikian pula, tidaklah benar bahwa kita ini dari dahulu mula telah cinta kepada Tanah Air dan Bangsa? Hidup di dalam alam kebangsaan? Dan bukan saja kebangsaan kecil, tetapi kebangsaan Indonesia. Hai.., Engkau pemuda-pemuda, pernah engkau mendengar nama kerajaan Mataram? Kerjaaan Mataram yang memebuat candi-candi Prambanan, candi Brobuduru? Kerajaan mataram kedua di waktu itu dibawah pimpinan Sultan Agung Hanjokrokusumo? Tahukah suadara-saudara akan arti perkataan Mataram? Jikalau tidak tahu maka aku akan berkata kepadamu “Mataram berarti Ibu”. Masih ada persamaan perkataan Mataram itu, misalnya perkataan Metter di dalam bahasa Jerman, Ibu, Mother dalam bahasa Inggris, Ibu. Moeder dalam bahasa Belanda, Ibu. Mater dalam bahasa Latin, Ibu. Mataram berarti Ibu.
Demikian kita cinta kepada Bangsa dan Tanah Air dari zaman dahulu mula, sehingga negeri kita, negara kita, kita putuskan Mataram.
Rasa kebangsaa, bukan rasa baru bagi kita. Mungkinkah mempunyai kerajaan seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dahulu, jikalau kita tidak mepunyai rasa kebangsaan yang berkobar-kobar di dalam dada kita?
Yaaah.., kata pemimpin besar yang bernama Gajah Mada.Sang Maha Patih Ihino Gajah mada. Benar, kita mempunya pemimpin besar itu. Benar, pemimpin besar itu telah bersumpah satu kali, tidak akan makan kelapa jikalau belum segenap kepulauan indonesia tergabung di dalam satu negara yang besar. Benar, kita mempunyai pemimpin yang besar itu. Tetapi apakah pemimpin ini yang sebenarnya pencipta dari pada kesatuan kerajaan Majapahit? Tidak!
Pemimpin besar sekedar adalah sambungan lidah daripada rasanya rakyat jelata. Tidak ada satu orang pemimpin besar, walaupun besarnya bagaimanpun juga, bisa membentuk negara yang sebesar majapahit – ialah satu negara yang besar, yang wilayahnya dari Sabang samapai ke Marauke, bahakan samapai ke daerah Philipina sekarang.
Katakanlah Bung Karno pemimpin besar atau pemimpin kecil, pemimpin gurem atau yang bagaimana, tetapi jikalau ada yang berkata: “Bung Karno yang mengadakan Republik Indonesia.“ Tidak Benar!!! Jangan pun satu Soekarno, sepeuluh Soekarno, seratus Soekarno, seribu Soekarno tidak akan bisa membentuk negara Republik Indonesia, jikalau segenap rakayat jelata Republik Indonesia tidak berjuang mati-matian!”
Kemerdekaaan adalah hasil dari segenap perjuangan rakyat. Maka itu pula menjadi pikiran Bapak, negara Republik Indonesia ini bukan milik satu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai ke Marauke! Perjuangan untuk merebut kemerdekaan ini dijalankan oleh semua bangsa Indonesia.
Aku melihat didalam daerah-daerah yang kukunjungi, dimana pun aku datang, aku melihat Taman-taman Pahlawan. Bukan saja di bagian-bagian yang beragama Islam, tetapi juga di bagian-bagian yang beragama Kristen. Aku melihat Taman-taman Pahlawan di mana-mana. Di sini di Surabaya, pada tanggal 10 november tahun 1945 siapa yang berjuang di sini???
Segenap pemuda-pemudi, kyai, kaum buruh, kaum tani, segenap rakyat Surabaya berjuang dengan tiada perbedaan agama, adat-istiadat, golongan atau suku.
Rasa kebangsaan kita sudah sejak dari zaman dahulu, demikian pula rasa prikemanusiaan. Kita bangsa Indonesia adalah satusatunya bangsa di dalam sejarah dunia, satu-satunya bangsa yang tidak pernah menjajah bangsa lain adalah bangsa Indonesia. Aku tantang orang-orang ahli sejarah yang bisa membuktikan, bahwa bangsa Indonesia pernah menjajah kepada bangsa lain.
Apa sebab? Oleh karena bangsa Indonesia di atas dasar perikemanusiaan sejak dari zaman dahulu. Dari zaman Hindu kita sudah mengenal perikemanusiaan. Disempurnakan lagi rasa perikemanusiaan itu dengan agama-agama yang kemudian.
Di dalam zaman Hindu kita telah mengenal ucapan: “Tat Twam Asi”. Apa artinya Tat Twam Asi? Tat Twam Asi berarti “Aku adalah dia”, dia adalah aku”. Dia pakai, aku ikut pakai. Dia senang, aku ikut senang. Aku senang, dia ikut senang. Aku sakit, dia ikut sakit. Tat Twam Asi–perikemanusiaan.
Kemudian datanglah di sini agama Islam, mengajarkan pada perikemanusiaan pula. Malah lebih sempurna. Diajarkan kepada kita akan ajaran-ajaran fardhukifayah, kewajiban-kewajiban yang dipikulkan kepada seluruh masyarakat. Misalnya, jikalau ada orang mati di kampungmu dan kalau orang mati itu tiada terkubur, siapa yang dianggap berdosa, siapa yang dikatakan berdosa, siapa yang akan mendapatkan siksaan daripada dosa itu? Bukan sekedar kerabat famili daripada sang mati itu, Tidak! Segenap masyarakat disitu ikut bertanggung jawab.
Demikian pula dengan agama Kristen. Tidakkkah agama Kristen kita itu diajarkan: cinta kepada tuhan lebih daripada segala sesuatu; dan cinta kepada manusia lebih daripada cinta kita sendiri: Hebs U naasten lief gelijk U zelve, God boven alles”. Jadi rasa kemanusiaan bukan barang baru bagi kita.
Demikian pula rasa kedaulatan rakyat. Apa sebab pergerakan Nasional Indonesia laksana api mencetus dan meledakan segenap rasa kebangsaan Indonesia? Oleh karena pergerakan nasional Indonesia itu berdiri diatas dasar kedaulatan rakayat. Engkau ikut berjuang! Dari dahulu malu kita gandrung kepada kedaulatan rakayat. Apa sebab engkau ikut berjuang? Oleh karena engkau merasa memperjuangkan dasar kedaulatan rakyat.
Bangsa Indonesia dari dahulu mula telah mengenal kedaulatan rakayat, hidup di dalam alam kedaulatan rakayat. Demokrasi bukan barang baru bagi kita. Demikian pula cita-cita keadilan sosial, bukan cita-cita baru bagi kita. Jangan kira, bahwa cita-cita keadilan sosial itu buatan Bung Karno, Bung hatta, atau komunis atau kaum serikat rakyat, kaum sosialis, Tidak!
Dari dahulu mula bangsa Indonesia ini cinta kepada keadilan sosial, kalau zaman dahulu, kalau ada pemberontakan—Saudara-saudara berhadapan dengan pemerintah belanda—semboyannya selalu “Ratu Adil”, Ratu adil para marta. Sama rata, sama rasa. Adil, adil, itulah yang menjadi gandrungnya jiwa bangsa Indonesia. Bukan saja di dalam alam pergerakan sekarang atau di dalam pergerakan alam nasional tetapi dari dulu mula.
Maka oleh karena itulah aku berkata, baik Ketuhanan Yang Maha Esa maupun Kebangsaan, maupun Perikemanusiaan, maupun Kedaulatan rakayat, maupun Keadilan sosial, bukan aku yang menciptakan. aku sekedar menggali sila-sila itu. Dan sila-sila ini aku persembahkan kembali kepada bangsa Indonesia untuk dipakai sebagai dasar daripada wadah yang harus berisi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suka, beraneka adat-istiadat.
Inilah Saudara-saudara, maka di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai di dalam zamn Jepang, pertenghan tahun 1945 telah diadakan satu sidang daripada pemimpina Indonesia, dan di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai itu di bicarakan hal-hal ini. Pertama, apakah negara akan datang itu harus berdasar satu falsafah ataukah yang akand atang itu harus berdasar pada satu falsafah ataukah tidak? Semua berkata “harus berdasarkan satu falsafah”. Harus memakai dasar. Sebab kita melihat di dalam sejarah dunia ini banyak sekali negara yang tidak berdasar, lantas berbuat jahat, oleh karena itu tidak mempunya ancer-ancer hidup bagi rakayatnya.
Kita melihat negara-negara yang besar, tetapi karena tidak mepunya ancer-ancer hidup, tidak mempunyaidasar hidup, dengan sedih kita melihat bahwa negara-negara itu berbuat sesuatu yang sebenarnya melanggar kedaulatan dan perikemanusiaan.
Di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai itu memutuskan akan memberi dasar kepada negara. Akhirnya saya. Mempersembahkan Pancasila. Dan syukur alhamdulillah sidang menerimanya. Dan tatakala kita memperoklamirkan ke merdekaan, kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dasar ini yang dipakai. Dan aku berkata, oleh karena dasar ini, segenap rakyat Indoensia dari Sabang sampai ke Merauke menyebutkan proklamsi itu dengan gegap-gempita. Disambut oleh kaum alim ulama, disambut oleh kaum buruh, disambut oleh kaum tani, disambut oleh saudara-saudara yang berdiam di Aceh, disambut oleh saudara-saudara yang berdiam di Flores, disambut saudara-saudara yang berdiam di Kalimantan, disambut saudara-saudara yang berdiam di Bali, disambut oleh segenap rakyat Indonesia.
Aku baru pulang dari Bali, tahukan penyambutan rakyat Bali itu yang beragama Hindu Bali itu terhadap kepada Proklamasi Kemerdekaaan Indoensia? Rakyat Bali hidup di dalam alam perjuangan yang hebat. Ada satu tempat kecil di Bali, namanya Tabanan, Yah.., kalau dibandingkan dengan disini Tabanan itu barangkali hanya sebesar.. waru, atau sebesar Tulangan, sebesar Prambon. Di Tabanan itu saja di dalam tahun 1951 diresmikan satu Taman pahlawan yang di dalam Taman Pahlawan itu 680 jenazah.
Demikian pula ditempat yang lain-lain. Memang, rakyat Bali ini menyambut Proklamasi dengan gegap-gempita. Agamanya adalah Hindu bali. Tetapi mereka menyambut Proklamasi ini ialah karena proklamsi ini di dasarkan kepada Pancasila. Pendek kata, tatkal usul saya kepada Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai itu diterima oleh sidang dan kemudian dipakai sebagai dasar negara Republik Indonesia, tak putus-putus aku mengucapkan syukur kpeada Tuhan. Inilah dasar yang menjamin ketuhanan bangsa kita yang beraneka agama, beraneka adat-istiadat, beraneka suku.
Maka oleh karena itu, jikalau dikatakan Pancasila adalah sementara? Ya.., Konstituante nanti yang akan menetukan. Tetapi aku memohon kepada Tuhan agar supaya Negara Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila.
Aku hidup gandrung dalam suasana persatuan. Aku masuk di dalam gelanggang perjuangan tatkala aku berumur 18 tahun. Dulu sebelum 18 tahun tidak boleh masuk partai politik. Umur 18 tahun aku kintil (ikut) Rama Tjokroaminoto ikut berjuang. Sejak daripada itu tetap aku gandrung pada persatuan, sekali lagi persatuan. Perkataan gandrung ini kelaur dari mulutku dari tahun 1918 sampai sekarang. 37 tahun lamanya aku gandrung persatuan. Memang.., aku gandrung persatuan. Oleh karena aku mengetahui, bahwa hanya persatuanlah yang bisa memerdekakan. Hanya persatuan bisa menetapkan kemerdekaan. Hanya persatuan inilah yang bisa membawa kita kepada cita-cita kita sekalian!
Di dalam Kongres Rakyat Indonesia kuanjurkan persatuan ini. Di dalam Kongres Partai nasional Indonesia di bandung, 10 bulan yang lalu, kuanjurkan persatuan ini. Olwh karena aku melihat gejala-gejala perpecahan makin lama makin meningkat, makin lama makin menampak. Bersatulah kembali Saudara-saudara, bersatulah rakyat, bersatu kembali di dalam persatuan nasional revolusioner yang sebulat-bulatnya. Sebab kita duduk di dalam alam revolusi nasional.
Kalau kita mengadakan persatuan yang bukan persatuan nasional revolusioner, kita tidak bisa menyelesaikan revolusi nasional kita itu. Aku hidup di dalam alam persatuan ini, aku gandrung kepada persatuan ini, maka oleh karena itulah, jikalau aku sekarang sebagai Presiden republik Indonesia berbicara dihadapan Saudara-saudara, resmi sebaga Presiden Republik Indoensia yang membentangkan kepada Saudara-saudara dasar negara, yang akan bersumapah diatasnya sebagai Presiden.
Di samping itu, aku bergembira hati, diberi kesempatan oleh Allah SWT sebagai warganegara biasa membicarakan hal dasar-dasar negara itu.
Di dalam pidato 17 Agusutus 1955 aku menganjurkan kepada Panca Dharma. Apa inti dari Panca Dharma? Tak lain dan tak bukan ialah inti itu kelaur daripada jiwa Pancasila. Tidakkah Panca Dharma lima? Pertama, Persatuan. Kedua, yang merusak persatuan dan mengacau-ngacaukan keamanan ini harus kita lenyapkan. Nomor tiga, pembangunan, pembangunan, pembangunan! Keempat, Irian Barat . Kelima, Pemilihan Umum. Pemilhan Umum pada intinya adalah persatuan. Segenap bangsa Indonesia yang 80 juta ini, yang sudah dewasa 43 juta, diminta mengeluarkan suaranya dengan cara bebas, dalam alam suasana persaudaraan. Mari kita sekarang dengan tenang dalam suasana persaudaraan bangsa mengemukakkan suara kita. Jiwa daripada pemilihan umum adalah persatuan!
Pembangunan.., juga tidak bisa selesai zonder persatuan. Dapatkah engkau membangun ekonomi Indonesia tanpa persatuan? Tahukah engkau bahwa indonesia ini ekonomi yang sebenarnya satu unit, satu kesatuan yang besar, yang jikalau satu daerah dikeluarkan, kocar-kacir eknomi kita ini. Dan kita menyusun satu ekonmi yang bukan eknomi kolonial, eknomi imprealis, Tidak! Di dalam Undang-Undang dasar kita sebutkan dengan tegas bukan eknomi yang membikin gendut perutnya satu dua orang. Tetapi eknomi yang membikin sejahtera segenap rakayat. Inilah dasar, inti jiwa daripada Undang-Undang dasar kita, meskipun Undang-Undang Dasar yang dinamakan sementara.
Satu ekonomi nasional yang menjamin semua bangsa Indonesiam hidup sejahtera layak, makmur. Bukan ekonomi yang membikin gendut orang satu tetapi eknoomi sama rata sama rasa. Satu eknomi yang mengandung jaminan kehidupan yang baik buat semua, di alam suasana kesatuan dan persatuan. Pengacau keamanan bahwa itu memecah kepada persatuan merugikan kepada rakyat, perlukah masih ku-uraikan? Tidak!
Irian Barat. Sebab apa saudara-saudara menuntut Irian Barat? Mungkin saudara beragama Islam? Di sana rakyatnya bukan Islam, lho! Kenapa saudara menuntut Irian Barat supaya masuk di dalam wilayah Republik Indonesia? Saudara beragama Islama, mereka tidak bergama Islam! Saudara akan menajwab: “Aku menuntut Irian barat kembali ke dalam wilayah Republik Indonesia oleh karena Irian Barat adalah sebahagian daripada tanah air Indonesia, oleh karena suku Irian Barat adalah sebagian daripada bangsa Indonesia seluruhnya.
Lho … kenapa saudara menuntut Irian Barat untuk kembali kepada kekuasaan Republik? Saudara akan menajab: “Aku menuntut Irian barat kembali ke wilayah kekuasaan Republik Indonesia oleh karena bangsa kita adalah satu dari Sabang samapai ke Merauke”.
Jadi, dasarnya ialah persatuan bangsa. Maka oleh karena itu, aku sekali lagi menganjurkan kepada segenap rakyat Indoensia, terutama sekali di hadapan pemilihan umum ini, ingat kepada persatuan. Ingat kepada Persatuan! Bangsa Indonesia adalah selalu kukatakan bukan bangsa yang kecil, jumlahnya 80 juta. Lebih besar daripada bangsa yang lain-lainnya.
Aku telah, alhamdulillah, melawat ke Mesir, ke Arabia, ke India, ke Karachi, ke Pastian, ke Sailan, ke Rangoon, dan sebagainya. Kecuali ke Eropa dan Amerika, aku melihat bangsa kita potensinya hebat-hebat. Tidak ada satu tanaha air daripada suatu bangsa yang lebih hebat daripada tanah air Indonesia. Tidak ada suatu bangsa yang lebih – seragam, sebenarnya jikalau mau—dari pada bangsa Indonesia. Tidak ada satu tanah air yang lebih indah daripada bangsa Indonesia. Jumlahnya pun tidak sedikit, 80 juta. Lebih daripada bangsa yang lain!
Yaah, kita kalah dengan Amerika Serikat jumlah bangsa kita ini. Kalah dengan USSR (Soviet Uni) jumlahnya bangsa kita ini. Kalah dengan Tiongkok jumlah bangsa kita. Kalah dengan India jumlah bangsa kita. Tetapi disamping yang empat ini, Saudara-saudara, tidak ada lagi yang mengalahkan kita. Ada yang memadai kita jumlah rakyatnya yaitu Jepang, tetapi yang lain-lain, semuanya kurang daripada kita.
Mesir yang bapak tempo hari kunjungi dan yang Bapak melihat semangatnya meluap-luap, berapa jumlah mereka? Mereka yang Bapak melihat mereka membangun. Membuat dam-dam yang besar, membuat jalan-jalan yang besar. Jumlah mereka berapa? Yang mereka membangun pula tentara, tentara yang hebat. Yang mereka membangun Angkatan Udara yang aku melihat pesawat-pesawat udara yang terbang di angkasa, Saudara-saudara. Berapa jumlah rakyat Saudi Arabia? 60 juta, kita 80 juta!
Aku datang di Bangkok, disambut oleh PM Phibul Songgram. Tahukah engkau rakyat Thailand jumlahnya? 20 juta, kita 80 juta. Kita bangsa yang 80 juta bukan bangsa yang kecil, kalau kita bersatu kataku berkali-kali, jikalau kita 80 juta bersatu padu di dalam kesatuan nasional revolusioner, tidak ada satu cita-cita yang tidak terlaksana oleh kita.
Sekian sajalah, amanat Bapak.


{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar