REPUBLIK SOVIET HUNGARIA 1919: REVOLUSI YANG TERLUPAKAN bag 1

Diposting oleh poentjak harapan on Selasa, 20 Maret 2012



Pada tanggal 21 Maret 1919, Republik Soviet Hungaria diproklamirkan. Pada tanggal 1 Agustus, 133 hari kemudian, babak yang heroik dalam sejarah kelas pekerja Hungaria ini berakhir dengan masuknya Tentara Putih Rumania ke Budapest. Bila saja kaum proletariat Hungaria berhasil menang, isolasi Republik Buruh Rusia sudah pasti akan berakhir.
Pengalaman singkat dari Republik Soviet Bavaria dari tanggal 7 April hingga 1 Mei 1919, merupakan indikasi bahwa gelombang besar revolusi tengah menyebar dari Timur ke Barat, dengan terus-menerus menampakkan gelombang yang tak tertahankan. Bila saja negara buruh Hungaria mampu mengkonsolidasikan dirinya untuk beberapa bulan lebih lama, sebuah nyala api revolusi akan segera membakar Wina dan Berlin, di mana kelas buruh sudah mengalami gejolak yang revolusioner.
Kemenangan revolusi Jerman akan mengubah seluruh perjalanan sejarah manusia. Namun ini tidak terjadi, dan Revolusi Hungaria tahun 1919 telah memasuki cacatan sejarah dari episode heroik seperti Komune Paris pada tahun 1871.
Namun demikian, dari studi tentang sebab-sebab kegagalan Republik Soviet Hungaria setengah abad kemudian, ini bisa membantu memperkaya pengetahuan kita tentang proses-proses bagaimana sebuah transformasi masyarakat sosialis dihasilkan, guna melengkapi diri dengan lebih baik bagi perjuangan sosialisme hari ini.
Pada tahun 1919, masyarakat Hungaria membongkar seluruh tatanan lama yang telah dipelihara secara utuh selama berabad-abad. Dari reaksi berdarah yang diikuti kekalahan Pemberontakan Petani tahun 1514 dikeluarakanlah undang-undang Hungaria yang diabadikan dalam Werboczi's Tripartite Code yang membagi masyarakat Hungaria ke dalam kasta-kasta tertentu atas kaum bangsawan besar dan kecil, dengan para agamawan di satu sisi dan “Pleb” di sisi yang lain.
Selama 150 tahun, Hungaria merana di bawah kekuasaan Turki Utsmani. Kemudian, pada tahun 1687, Mahkota St. Stephen dinobatkan sebagai keturunan dari garis laki-laki Habsburg Austria.
Sepanjang generasi, masyarakat Hungaria berjuang guna menyatakan hak mereka untuk hidup sebagai sebuah bangsa. Usaha yang paling serius untuk melepaskan dir dari kekuasaan Austria datang pada saat gelombang revolusioner melanda Eropa pada 1848. Tapi borjuasi Hungaria yang lemah dan kaum bangsawan yang tak bertulang terbukti tidak mampu membebaskan Hungaria dari penindas asing. Setelah kekalahan pada tahun 1848, penindasan nasional Hungaria mencapai puncaknya - 10.000 rakyat Hungaria dieksekusi.
Surat kabar-surat kabar Hungaria dibredel dan sekolah-sekolah diambil alih oleh Austria. Perkebunan-perkebunan yang disita dari para pemberontak Hungaria diberikan kepada kaum aristokrat dari istana Wina. Ribuan polisi mata-mata dan para agen memenuhi negara tersebut. Bangsa Hungaria mendapat banyak penghinaan dari Jermanifikasi dan pensensoran Habsburg.
Kemudian datang sebuah kebangkitan di Prusia dan kekalahan yang memalukan Austria di tangan Bismarck pada tahun 1866. Dengan perasaan pedih yang menghantam, Kaisar Franz Josef bergerak ke arah persetujuan dengan aristokrasi Hungaria. Dengan demikian lahirlah “Ausgleich” atau kompromi 1867 yang terkenal.
Kesepakatan ini berarti bahwa Kekaisaran Habsburg untuk selanjutnya akan terdiri dari dua “suku bangsa yang berkuasa” – bangsa Austria dan bangsa Magyar (Hungaria), dua “suku bangsa kelas dua”, Kroasia dan Polandia, dan enam suku bangsa tanpa hak: Ceko, Slowakia , Rumania, Ruthenia, Slovenia dan Serbia. Kelas penguasa bangsa Maygar mendukung Habsburg dan, sebagai imbalannya, diberikan izin untuk mengeksploitasi dan menindas bangsa lain yang tinggal di setengah dari wilayah kerajaan mereka.
Masyarakat Hungaria dikarakterisasi oleh keterbelakangan yang ekstrim, oleh hubungan semi-feodal dan konsentrasi kekuasaan di tangan sejumlah kecil para bangsawan kaya. Sekitar 5% dari populasi memilki 85% dari tanah. Secara teoritis, perbudakan sudah dihapus, tetapi dalam prakteknya, 20 juta hektar yang dimiliki oleh perkebunan-perkebunan besar dikerjakan oleh “buruh perkebunan” yang berada dalam kondisi sosial yang tidak berbeda jauh dengan budak.
Perkebunan besar ini tidak dapat dijual atau dibagi. Sebuah contoh dari karakter hukum feudal Hungaria adalah bahwa keluarga Esterhazy selalu memiliki 100.000 hektar lahan yang akan menjadi milik anak tertua untuk selamanya.
Sebagai indikasi dari keterlambatan pembangunan sosial masyarakat Hungaria, mayoritas dari “kaum estate berpunya” ini diciptakan dari tahun 1869 dan seterusnya - yaitu, dalam suatu periode ketika jejak-jejak terakhir dari hubungan tanah feodal di sebagian besar Negara-negara Eropa telah menghilang.
Tiga perempat dari kaum tani miskin terdiri dari petani dan buruh tani - totalnya 2,5 hingga 4 juta, hidup di bawah kondisi kemiskinan yang akut. Adalah hal yang biasa bagi seorang petani untuk bangun pada jam dua atau tiga pagi hari di waktu panen, dan bekerja sampai jam sembilan atau sepuluh malam, tinggal di atas remah-remah roti dan daging asap tengik serta tidur di sebuah lubang yang digali di tengah ladang dengan cangkul. Tidak ada hari libur.
Keluarga petani rata-rata tinggal di sebuah gubuk berkamar satu, sering dipakai bersama-sama oleh dua keluarga atau lebih, kadang-kadang dengan 20-25 orang dalam satu ruangan. Enam dari sepuluh bayi meninggal sebelum mencapai umur satu tahun. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh kelaparan, sudah sangat biasa di Hungaria sehingga ia dikenal sebagai “penyakit orang Hungaria”.
Sekali dalam hidupnya seorang petani pernah mengenakan sepatu bot adalah saat berada di angkatan militer, di mana ia menjadi sasaran pelecehan rasialis dan kekerasan fisik dari sersan-sersan pelatih Austria. Pemukulan dan deraan juga merupakan aturan di perkebunan. Menurut hukum “liberal”, pelayan kebun yang berusia antara 12 dan 18 tahun boleh dipukul oleh majikan, tetapi hanya sebatas “tidak menyebabkan luka yang tidak sembuh dalam waktu delapan hari.”
Sekelompok kecil dari kaum petani menggarap lahan-lahan kecil sekitar setengah hektar atau lebih. Tapi “petani gurem” ini tidak bisa menghidupi keluarga mereka dari hasil tanah mereka dan terpaksa mempekerjakan diri mereka di luar. Di strate yang paling bawah adalah “csiras” atau penjaga sapi: “Pekerjaan csiras ... adalah yang paling berat. Pada umumnya, setelah empat tahun, pekerjaan keras dan atmosfer pupuk yang tebal di kandang-kandang merusak paru-paru para csiras. Jika kaum csiras beruntung, ia akan pergi sebelum ia mulai memuntahkan darah. Tapi banyak yang tinggal, menjadi rongsokan, dan pergi ke desa untuk menjalani hidup dengan mengemis.”
Kelaparan yang meluas, bersamaan dengan permasalahan nasional, selalu menjadi motor kekuatan revolusi di Hungaria, dengan sejarah dari berbagai pemberontakan petani yang berdarah-darah yang diremukkan dengan kekejaman yang paling biadab. Dalam revolusi 1848 ada usaha-usaha untuk mendistribusikan padang rumput umum di kalangan petani dan menyita perkebunan-perkebunan besar. Tapi kemenangan Habsburg berarti kemenangan tuan-tuan tanah besar yang kemudian menjadi sumber reaksi di Hungaria, menjadi agen-agen lokal imperialisme Austria di Hungaria.

Masalah kelompok-kelompok nasional minoritas

Situasi yang eksplosif di pedesaan Hungaria pada akhir abad ke-19 disampaikan secara memadai dalam laporan resmi dari asosiasi pemilik tanah besar, OMGE, yang ditulis pada tahun 1894:
“Penduduk negeri ini terdiri dari pegawai sipil, petani kaya dan proletariat agraria, yang semuanya hidup terisolasi dari satu sama lain, membenci satu sama lain.
“Kantor layanan sipil menganggap distrik-distrik agrikultur Hungaria sebagai koloni-koloni, dan pekerjaan mereka sendiri sebagai pelayan kolonial.
“Para petani kaya terjebak dalam konservatisme yang stabil dan tak tergoyahkan, sementara para penggarap tanah mengingat revolusi-revolusi historik besar dan memandang masa depan dengan tanpa harapan. Namun demikian, cita-cita revolusioner mereka masih hidup.”
Para birokrat pemerintah yang menyusun laporan ini tidaklah salah. Gelombang pemogokan buruh tani melanda negeri tersebut pada tahun-tahun awal abad ini, dan seringkali menyebabkan pertempuran sengit dengan polisi, berpuncak pada pemogokan 10.000 pekerja perkebunan pada tahun 1905 dan pemogokan umum 100.000 “buruh lepas” pada tahun 1906, yang hanya dipatahkan dengan merekurt para pemogok ke dalam dinas militer. Satu-satunya jalan keluar yang memungkinkan dari penderitaan yang mengerikan ini adalah emigrasi. Antara tahun 1891 dan tahun 1914 hampir dua juta rakyat Hungaria - 80% dari mereka adalah petani miskin - meninggalkan negara tersebut, beramai-ramai seperti ternak di atas kapal menuju Amerika Serikat.
Problem sosial di Hungaria diperburuk dan diperumit dengan adanya kelompok-kelompok nasional minoritas. Pada tahun 1910, dari 21 juta orang yang tinggal di Hungaria, terdapat 10 juta orang Hungaria, 2,5 juta Kroasia dan Slovenia, 3 juta Rumania, 2 juta orang Jerman, dan sisanya terdiri dari orang Slowakia, Serbia, Ukraina dan bangsa-bangsa lainnya yang lebih kecil.
Dengan demikian, untuk Hungaria, problem nasional tidak terbatas pada isu mengenai dependensi semi-kolonialnya terhadap Austria, tetapi juga mencakup problem penindasan nasional dari elemen-elemen non-Magyar yang hidup dalam wilayah perbatasan Hungaria. Diskriminasi sistematis terhadap minoritas ditunjukkan dengan sangat jelas dalam bidang pendidikan.
Pada tahun 1900, 39% dari total penduduk adalah buta huruf. Tetapi angka untuk orang Slowakia adalah 49,9%, untuk Serbia, 58,5%, Rumania, 79,6% dan Ukraina, 85,1%. Upah di Hungaria adalah 33% lebih rendah dari Austria dan 50% lebih rendah dari Jerman. Tetapi pada tahun 1913 upah pekerja non-Magyar adalah 30% lebih rendah dari pekerja Hungaria.
Kaum borjuasi Hungaria yang lemah dan tiba terlambat dalam sejarah telah terbukti tidak mampu, sepanjang keseluruhan sejarah, menangani satu pun masalah mendasar ini. Sebuah alasan yang tidak sulit untuk dimengerti. Tidak diragukan lagi, meskipun kerajaan Hungaria separoh lebih terbelakang, Hungaria jelas sudah masuk ke dalam proses perkembangan kapitalis pada pergantian abad. Di samping perkebunan feodal besar, industri kapitalis modern muncul, didukung oleh para investor dari kaum kapitalis asing.
Bank-bank mendominasi ekonomi Hungaria dan melalui mereka dijalankanlah modal finansial Austria, Jerman, Perancis, Inggris dan Amerika yang menjerat. Perkembangan kapitalisme mengikat Hungaria lebih dekat dengan kekuasaan imperialisme Austro-Jerman. Di sisi lain, aristokrasi feodal juga terikat erat dengan bisnis-bisnis besar dan bank-bank.
Pada tahun 1905 ada 88 bangsawan dan 64 baron di dewan-dewan administratif industrial, transportasi dan masalah-masalah perbankan. Salah satu dari mereka, Pangeran Istvan Tisza, adalah ketua bank dagang terbesar di negeri ini.
Untuk semua alasan-alasan ini, setiap upaya untuk menghancurkan ketergantungan yang memalukan terhadap Austria dan mencabut hubungan feodal di desa mensyaratkan perlawanan terbuka melawan kapitalisme yang hanya bisa dipimpin oleh kelas buruh dalam aliansi dengan massa petani miskin dan buruh tani.
Menjelang Revolusi, Hungaria merupakan kerajaan yang paling terbelakang dari Austro-Hungaria, tetapi justru karena alasan itu, ini merupakan bagian dimana ketegangan-ketegangan sosial yang paling cepat mencapai titik didih, dan dimana kelas yang berkuasa paling tidak mampu melawan deru laju perubahan sosial. Proletariat adalah minoritas di dalam masyarakat Hungaria, yang sebagian besar terdiri dari petani miskin. Tetapi sifat penindasan dari relasi-relasi sosial di desa-desa berarti bahwa para petani berpotensi merepresentasikan suatu sekutu revolusioner yang kuat bagi kelas buruh.

Pecahnya Perang Dunia Pertama

Perlakuan brutal dan memalukan terhadap kaum minoritas nasional sepanjang sejarah Hungaria juga ternyata adalah tumit Achilles (kelemahan) dari kelas penguasa Hungaria. Yang diperlukan adalah sebuah kekuatan sosial yang mampu menggerakkan kekuatan-kekuatan ini dan memimpin mereka dalam serangan akhir melawan oligarki yang berkuasa.
Karena peran kuncinya dalam produksi, kekompakannya, organisasi dan kesadaran kelasnya, hanya kelas pekerja, terlepas jumlahnya yang kecil, yang mampu memenuhi tugas ini.
Proletariat Hungaria adalah kelas yang lebih lemah dan terbelakang dibandingkan saudara-saudaranyanya Austria dan Jerman. Pada tahun 1910, hanya 17% dari populasi yang bekerja di industri, dan 49% dari mereka bekerja di pabrik-pabrik kurang dari 20 pekerja.
Tapi di Budapest dan daerah sekitarnya, industri skala besar telah bermunculan, disuntik oleh kapital asing yang besar.
Lebih dari 50% industri terkonsentrasi di sini. Selain itu, perkembangan industri yang tidak merata diilustrasikan oleh fakta bahwa 37,8% dari total angkatan kerja terkonsentrasi di pabrik-pabrik besar lebih dari 500 pekerja. Perkumpulan-perkumpulan raksasa dari kaum buruh ini akan memainkan peran yang menentukan dalam revolusi 1918-1919. 82 kartel raksasa menguasai seluruh industri Hungaria (26 dari mereka Hungaria dan 56 Austro-Hungaria).
Menjelang Perang Dunia Pertama, Hungaria jelas merupakan negara semi-kolonial yang bergantung pada Austria dan Jerman, membentuk sebuah koloni pertanian yang mengekspor bahan makanan ke Austria untuk ditukarkan dengan produk-produk industrial. Kepentingan-kepentingan borjuasi Hungaria terikat erat dengan kepentingan-kepentingan negara polisi birokratik Austria-Hungaria dan oligarki pemilik tanah feodal, yang ekspresi politiknya adalah Partai Liberal.
Di balik fraseologi nasionalis yang digunakan oleh borjuasi Hungaria untuk mempertahankan basisnya di antara massa, kaum borjuasi Hungaria pada kenyataannya sangat impoten dan sangat tergantung seperti budak pada imperialisme Austro-Jerman, yang dengan brutal terungkap pada bulan Agustus 1914.
Perang Imperialis telah melemparkan seluruh masyarakat ke dalam panci peleburan. Didukung dengan antusias oleh oligarki dan gereja, perang melawan Siberia juga menerima restu dari Partai 1848, yakni sebuah partai “liberal” borjuasi yang sudah sejak lama membuang lamunan kanak-kanaknya mengenai independensi nasional guna bergabung dengan para perampok imperialis dari Wina dan Berlin.
Pada awal perang, seperti halnya di negara-negara lain, kelas pekerja dilumpuhkan oleh gelombang pertama dari antusiasme patriotik. Para pemimpin Sosial Demokrat, kendati frase-frase “kiri” mereka yang dipinjam dari apa yang disebut kaum “Austro-Marxis” dengan cepat bergabung dengan kelompok patriotik. Mereka membenarkan perang sebagai sebuah perang demi “mempertahankan demokrasi melawan barbarisme Rusia,” dan bahkan perang “demi hari kerja yang lebih pendek dan upah yang lebih tinggi,” mengajarkan kolaborasi kelas dan “perdamaian kelas”.
Tetapi ketika perang berlanjut, kenyataan yang menyakitkan akhirnya mengunjungi para pekerja dan petani. “Perang demi hari kerja yang lebih pendek” berarti bahwa para pekerja harus bekerja keras 60 jam dalam seminggu. Anak-anak umur 10 dan 12 tahun bekerja 12 jam sehari dan lebih lagi di pabrik-pabrik. Laba terus melambung dan upah jatuh. Pada tahun 1916, mata uang hanya bernilai 51% dari nilai sebelum perang, merosot tajam setelah itu. Kekacauan perang telah menimbulkan kehancuran industri yang mengerikan.
Kondisi di garis depan perang lebih buruk lagi. Ratusan ribu tentara Hungaria mati mengenaskan karena musim dingin yang membekukan dan penuh salju pada tahun 1914-15 di Pegunungan Carpathian. Dari sembilan juta pasukan, lebih dari lima jutanya terbunuh, terluka, ditawan atau hilang dalam pertempuran di akhir perang. Dari jumlah tersebut, dua jutanya merupakan orang Hungaria.
Ketidakpuasan di antara komponen Hungaria dari pasukan Austria-Hungaria telah menyebabkan sebuah situasi dimana pasukan Hungaria harus didorong ke dalam pertempuran dengan dijepit di antara tentara Jerman dan Austria dan dengan senapan mesin yang mengarah ke punggung mereka. Desersi tumbuh ke proporsi yang masif.

Dampak Revolusi Oktober

Sepanjang tahun 1915 dan 1916 terjadi peningkatan jumlah pemogokan yang cukup kuat. Keletihan perang yang dialami massa diperburuk, dalam kasus Hungaria, oleh rasa penindasan nasional yang membara. Gejolak yang tumbuh di pabrik-pabrik, barak-barak, dan distrik-distrik pekerja ini telah memprovokasi pertikaian internal di kalangan kelas penguasa.
Pada awal tahun 1915, Count Karolyi mendirikan Partai Independen yang pasifis dan anti-Jerman, dan mencoba untuk menjalin hubungan dengan Sekutu, yang mengindikasikan bahwah perwakilan borjuasi yang lebih bijaksana, yang sedang merasakan kemungkinan kekalahan Jerman, tengah bersiap-siap untuk melemparkan diri mereka pada belas kasihan imperialisme Anglo-Prancis dan naik ke kekuasaan di atas bayonet-bayonet Sekutu daripada Jerman.
Revolusi Februari di Rusia memberikan dorongan yang sangat besar bagi gerakan revolusioner di Hungaria. Pada tanggal 1 Mei 1917, sebuah gelombang pemogokan dan demonstrasi masif menyebabkan jatuhnya pemerintah reaksioner Count Tisza pada tanggal 23 Mei. Sebuah pemerintahan baru dibentuk di bawah Count Esterhazy, yang berusaha memanuver di antara berbagai kelas dalam upaya untuk mencegah situasi supaya tidak jatuh di luar kendali. Koalisi pemerintah diperluas dengan memasukkan berbagai kelompok borjuis yang berbeda-beda, sedangkan para pemimpin SDP [Partai Sosial Demokrat] mendukung pemerintahan dari luar.
Kaum buruh dengan tepat menginterpretasikan ini sebagai tanda kelemahan kaum borjuasi dan semakin maju menekan. Pemerintahan baru disambut oleh gelombang pemogokan, yang pecah secara spontan, yang ditentang oleh para pemimpin serikat buruh “moderat”. Salah satu dari pemimpin moderat ini, Jasza Samu, kemudian mengakui bahwa: “Sesudah tahun 1917 ada banyak pemogokan walaupun serikat buruh bersikeras bahwa tidak akan ada interupsi kerja.” Para pemimpin Partai Buruh yang menyedihkan ini terpaksa “memimpin dari belakang”, atau kehilangan semua pengaruh di antara para pekerja.
Kemenangan Revolusi Oktober di Rusia memiliki efek yang memberikan semangat di Hungaria. Agitasi anti-perang yang mengagumkan dari Trotsky dalam negosiasi Perdamaian Brest-Litovsk memperoleh respon yang cepat di antara massa buruh, petani dan tentara yang sudah letih dengan peperangan. Tuntutan “perdamaian tanpa aneksasi dan ganti rugi” menggema di pabrik-pabrik, di desa-desa dan di dalam parit-parit. Di bawah tekanan yang tak tertahankan dari massa, partai anti-perang dari borjuasi, yang dipimpin oleh Karolyi, yakni “Kerensky-nya Hungaria”, menemukan keberanian yang menyegarkan untuk menekan tuntutan mereka.
Gejolak di pabrik-pabrik menyebabkan pemogokan umum menentang perang di Budapest pada tanggal 18 Januari 1918, yang dengan cepat memicu pertemuan-pertemuan massa di mana banyak tentara yang berpartisipasi. Gelombang pemogokan bulan Januari menyapu seperti api yang melalap Austria, Hungaria dan Jerman. Hembusan panas revolusi dari belakang yang telah memaksa perwakilan Austria di Brest-Litovsk, Czernin, untuk mengadopsi posisi yang berdamai terhadap pemerintahan Bolshevik, meskipun ini lalu ditolak oleh staf Jenderal Jerman yang diwakilkan oleh Jenderal Hoffman.
Untuk alasan yang sama, pemerintah Hungaria sekarang bergegas memberikan hak untuk memilih. Seperti biasa, kelas penguasa hanya siap untuk memberikan reformasi yang serius ketika merasa dirinya terancam dengan hilangnya kekuasaan dan hak istimewanya.
Kaum borjuasi ketakutan. Dan juga para pemimpin buruh sayap kanan yang mendukung perang dan menentang setiap gerakan militan kelas pekerja. Para pemimpin Sosial Demokrat, kelabakan dengan pemogokan umum yang meluas cepat, segera memerintahkannya berhenti pada tanggal 21 Januari, hanya empat hari setelah pemogokan tersebut dimulai. Pengkhianatan ini hanya memperdalam perpecahan di antara anggota-anggota SDP serta meningkatkan kekuatan oposisi sayap kiri.
Kebangkitan revolusioner yang mendalam dapat dilihat dengan bangkitnya seksi-seksi yang lebih terbelakang dan pasif dari kaum yang tertindas, khususnya kelas buruh perempuan yang peran heroiknya dalam peristiwa-peristiwa ini ditunjukkan oleh surat edaran rahasia dari Departemen Perang, tertanggal 3 Mei 1918 :
“Para buruh perempuan tidak hanya sering mencoba untuk mengganggu pabrik-pabrik dengan menginterupsi produksi, tapi bahkan memberikan pidato-pidato hasutan, ambil bagian dalam demonstrasi, berbaris di barisan terdepan dengan bayi mereka di lengan mereka, dan berperilaku dalam gaya yang menghina terhadap aparat hukum.”
Pada tanggal 20 Juni 1918, sebuah pemogokan baru pecah sebagai akibat dari penembakan terhadap para pekerja. Soviet-soviet, atau dewan-dewan pekerja, didirikan untuk memperjuangkan tuntutan pekerja: perdamaian, hak pilih universal, semua kekuasaan untuk soviet. Pemogokan menyebar dari Budapest ke pusat-pusat industri lainnya. Namun sekali lagi, pemogokan ini dihentikan setelah sepuluh hari oleh para pemimpin serikat buruh.
Massa telah siap untuk berjuang untuk merebut kekuasaan, tetapi mendapati diri mereka digagalkan di setiap langkah oleh para pemimpin mereka sendiri. Namun kondisi massa yang tak tertahankan, dan akumulasi ketidakpuasan serta frustrasi dari masa lalu mau tidak mau melahirkan ledakan baru di musim gugur tahun 1918.
Dengan runtuhnya Garis Depan Bulgaria, gelombang desersi berubah menjadi banjir yang benar-benar menyelimuti negara. Ada pemberontakan sporadis dan pemberontakan di dalam tentara dan angkatan laut. Sekelompok desertir bersenjata bergabung dengan para pemogok dan petani pemberontak dalam bentrokan dengan polisi dan berpartisipasi dalam perampasan tanah. Ketika menjadi jelas bahwa Blok Sentral hampir kalah perang, pemberontakan ini menyebar menjadi umum.
Aparatus negara hancur dan ambruk di bawah bebannya sendiri. Pemerintahan di Budapest menggantung di tengah udara. Kekuasaan telah pindah ke jalanan.
Di tengah-tengah pemogokan, pemberontakan dan demonstrasi, kelas penguasa terpecah-pecah. Ada gaduh badai di Parlemen. Pada tanggal 17 Oktober Count Tisza yang telah mengalami demoralisasi mengumumkan: “Kami telah kalah dalam perang ini.” Kaum oligarki borjuis pemilik tanah, yang tengah merasakan kekuasan mereka terlepas dari genggamannya yang lemah, dengan putus asa mencari di sekelilingnya garis pertahanan kedua dan menemukannya di musuh mereka yang kemarin – Karolyi.
Pada tanggal 28 Oktober ada sebuah demonstrasi massa di Budapest yang menuntut kemerdekaan Hungaria. Pada tanggal 29 Oktober, Hungaria dideklarasikan sebagai republik. Dan pada tanggal 30 Oktober ada pemberontakan dari kaum pekerja, tentara, pelaut dan mahasiswa di Budapest.
Pemerintahan Hungaria jatuh seperti rumah kartu tanpa melepaskan sebuah tembakan untuk mempertahankan dirinya. Jalan-jalan diambil alih oleh para pemberontak yang sedang meneriakkan slogan-slogan seperti “Hidup Hungaria Merdeka dan Demokratis!” ... “Jatuhkan para pangeran!” ... “Tidak ada lagi perang!” ... “Hanya dewan prajurit yang memberi perintah!” Menjelang senja tiba pada tanggal 31 Oktober para pemberontak telah menduduki semua posisi strategis, dan membebaskan semua tahanan politik.
Revolusi telah menang dengan cepat dan mulus. Kelas penguasa, terkejut dan tidak memiliki basis yang nyata, tidak memberikan perlawanan. Ini adalah sebuah pemberontakan massa yang spontan seperti Revolusi Februari di Rusia, tanpa kepemimpinan dan tanpa program yang jelas. Para pemimpin buruh tidak melakukan apa pun kecuali menghambat revolusi yang tidak mereka inginkan dan yang mereka khawatirkan seperti wabah.
Massa pekerja, tentara dan petani, tidak memiliki sebuah partai dan sebuah program yang revolusioner, namun sedang meraba-raba ke arah program seperti itu. Mungkin mereka tidak memahami dengan jelas apa yang mereka inginkan, tetapi mereka tahu benar apa yang tidak mereka inginkan. Mereka tidak ingin oligarki korup, mereka tidak mau monarki atau pengganti untuk itu; mereka tidak ingin hubungan tanah feodal dan penindasan nasional.
Tapi dalam memperjuangkan isu-isu yang tengah berkobar ini, massa dengan cepat memahami kemustahilan dari solusi-solusi parsial terhadap problem-problem mereka dan memahami keniscayaan sebuah sapuan penuh, sebuah rekonstitusi total dari masyarakat guna menghilangkan seluruh kotoran yang terkumpul selama berabad-abad dari penindasan feodal dan penghinaan nasional.
Kaum pekerja menuntut sebuah Republik. Para politisi borjuis liberal dari Partai 1848 dan para pemimpin Partai Buruh sayap kanan menolak permintaan ini sepanjang mereka bisa. Para “revolusionis” yang enggan ini telah direnggut di kerah leher mereka dan didorong ke dalam pemerintahan oleh gerakan massa.

Revolusi Tanpa Darah

Segera setelah berkuasa mereka mengabdikan diri untuk membela sistem kekuasaan kelas dan hak istimewa. Ketakutan mereka terhadap massa adalah seratus kali lebih besar daripada kebencian mereka terhadap reaksi feodal, dan mereka memegang erat dengan sekuat tenaga dukungan apapun yang tersisa untuk mereka dalam perjuangannya untuk memelihara status quo.
“Kawan yang dibutuhkan adalah seorang kawan yang sejati” berlaku baik dalam politik maupun dalam kehidupan. Menyadari bahwa seluruh masa depan mereka sebagai kelas istimewa terletak di tangan kaum borjuis liberal dan para Sosial Demokrat yang mereka benci, para bankir, oligarki-oligarki feodal, para uskup dan para jenderal berkumpul di sekitar “Kerenskynya Hungaria” [Karolyi] dan bersembunyi di balik buntut-kemeja “demokrasi . Di sisi lain, kaum buruh dan tentara, sebagaimana di Rusia setelah Februari 1917, menaruh harapan mereka dalam organisasi-organisasi mereka sendiri, yang terlempar ke dalam perjuangan, yakni Soviet-soviet.
Sebagaimana di Rusia, dan juga di Hungaria, terdapat elemen-elemen kekuasaan ganda. Tidak seperti Rusia, di Hungaria tidak ada Partai Bolshevik yang mampu mengarahkan situasi pra-revolusioner ke arah revolusi sosialis yang berhasil. Sayap kiri dari SDP, dengan kebingungannya dan ketiadaan program yang jelas, tidak mampu memainkan peran yang independen, sedangkan para pemimpin buruh sayap kanan membantu Karolyi merestorasi relasi-relasi kelas lama di bawah kedok revolusi “borjuis-demokratik”.
Dewasa ini “para teoritikus” dari Partai-Partai Komunis [baca Stalinis] mengkarakterisasi ini sebagai revolusi “borjuis-demokratik”. Pada kenyataannya, kaum borjuasi tidak memainkan peran dalam revolusi ini, tidak berniat mengambil alih kekuasaan dan menghancurkan negara semi-feodal lama, dan bahkan menolak institusi republik borjuis.
Prakarsa di setiap tahapan tetap dengan kuat berada di tangan kaum buruh dan tentara, yang memaksa kaum liberal untuk mengambil alih kekuasaan, terlepas dari diri mereka sendiri, dan mulai melaksanakan tugas-tugas revolusi borjuis-demokratik dari bawah. Dengan kata lain, apa yang kita miliki di sini bukanlah revolusi borjuis-demokratik tetapi aborsi dari revolusi sosialis karena tidak adanya kepemimpinan revolusioner yang sejati dan pengkhianatan dari para pemimpin Sosial Demokrat.
Pemerintah borjuis Karolyi, yang tidak, dan tidak mampu, melaksanakan beberapa tugas mendasar dari revolusi borjuis-demokratik di Hungaria, terbukti seribu kali lebih lemah, lebih ompong dan tidak berdaya dibandingkan dengan Pemerintahan Provisional di Rusia setelah bulan Februari 1917.
Di satu sisi, kelas proletariat adalah satu-satunya kekuatan terorganisir secara riil di dalam masyarakat. Kekuasaan berada di tangan para buruh dan tentara, yang bersenjata dan terorganisir dalam soviet-soviet. Di sisi lain, para pemimpin SDP dan serikat buruh yang “moderat” memblokir jalan maju mereka dengan kebijakan palsu “penundaan perjuangan kelas” untuk “membela demokrasi”, dll
Seperti Menshevik Rusia pada tahun 1917, dan Stalinis di seluruh dunia sejak saat itu, para pemimpin Sosial Demokrat Hungaria menyerukan kepada para pekerja dan petani untuk mengesampingkan perjuangan untuk sosialisme guna kepentingan konsolidasi demokrasi (borjuis).
Mereka tidak melihat bahwa kontradiksi luar biasa dalam masyarakat mau tak mau akan menimbulkan polarisasi kelas yang hanya akan memilih satu dari dua pilihan: entah itu kelas pekerja, atas nama seluruh lapisan masyarakat yang tertindas dan tereksploitasi, akan menggulingkan borjuis, membubarkan “Dewan Nasional” Karolyi yang fiktif dan tanpa ampun menghancurkan kekuatan reaksi yang berlindung di balik itu, atau kekuatan reaksioner yang sama ini akan mengambil keuntungan dari situasi ini untuk memulihkan kekuatan mereka dan melancarkan konter-ofensif baru yang akan menyingkirkan sarung tangan “demokrasi” untuk menampakkan kepalan tinju dari reaksi fasis.
Tidak ada “jalan tengah”. Entah itu kaum buruh yang akan memenangkan dan membentuk demokrasi kaum pekerja, atau kelas penguasa akan membalas dendam dengan mengerikan terhadap kelas buruh dan petani miskin. Tidak ada jalan lain, namun “para pengambil jalan tengah” tampak kuat di atas pelana. Karolyi menikmati popularitas tertentu, terutama dengan massa borjuis kecil, sebagai hasil dari oposisinya terhadap perang.
SDP, dalam periode awal, tumbuh dengan pesat. Massa, yang baru saja sadar dengan kehidupan politik, membanjiri organisasi-organisasi buruh, tidak menyadari peran yang dimainkan oleh kepemimpinan mereka. Bukan hanya kaum buruh, tetapi banyak sekali kaum intelektual, orang-orang profesional, bahkan polisi dan pegawai negeri sipil bergabung dengan SDP, beberapa untuk tujuan yang tulus, beberapa yang lain sebagai “asuransi” dengan mata yang tertuju jauh ke depan. Tiba-tiba, kaum Sosial Demokrat dan Republikan, yang dulu dituduh sebagai kaum radikal yang berbahaya, menjadi pilar kehormatan, dan penyelamat masyarakat.
Sekarang, monarki Hungaria sudah tidak dapat dipertahankan lagi, semua elemen-elemen reaksioner berkumpul di sekeliling panji republik borjuis, yang secara kukuh ditegakkan oleh Karolyi dan kaum Sosial Demokrat.
Namun, massa tidak lambat untuk memahami jurang yang dalam yang sekarang terbuka antara jenis republik yang mereka inginkan dan jenis republik yang mereka dapatkan. Karena mereka menjadi lebih berani akibat kesuksesan mereka, kaum buruh turun ke jalan untuk mendorong tuntutan-tuntutan kelas mereka, walaupun para pemimpin mereka yang panik menyerukan untuk tenang. Pada tanggal 16 Nopember, sebuah demonstrasi besar dengan ratusan ribu massa berkumpul di luar gedung Parlemen guna menuntut pembentukan sebuah republik sosialis.
Mereka tidak menggulingkan Kekaisaran Habsburg yang telah berdiri selama 400 tahun hanya untuk menyerahkan kembali kekuasaan tersebut ke empu tua di bawah nama-nama baru. Para tentara membanjir ke Budapest dari garis depan. Mereka merobek lambang pangkat dari bahu para perwira. Jalan-jalan ibu kota penuh dengan pasukan pemberontak: 300.000 dari mereka, menunggu untuk disebar. Para perwira dan kaum borjuis diserang di jalan-jalan.
Pemerintahan Karolyi adalah pemerintahan dalam nama saja. Tidak ada tentara yang dapat mereka andalkan. Senjata berada di tangan buruh. Ekonomi nyaris runtuh. Hungaria telah diblokade oleh Sekutu. Situasi pangan sangat kritis.
Dalam upaya untuk menenangkan massa, pemerintah Karolyi menyusun program reformasi agraria yang bertujuan untuk mendistribusikan lahan-lahan perkebunan yang luasnya lebih dari 500 hektar kepada kaum pekerja ladang dengan kompensasi yang harus dibayar oleh pemerintah.
Karolyi, dirinya sendiri adalah pemilik tanah, telah memberikan areal perkebunannya kepada petani. Tetapi contoh ini tidak diikuti oleh para borjuasi lainnya. Seperti semua kebijakan-kebijakan lain dari pemerintahan ini, reformasi tanah tetap saja di atas kertas. Seperti persoalan tanah, hingga masalah-masalah kebangsaan yang tertindas, demokrasi borjuis Hungaria tiba dengan tangan kosong. Sebagaimana yang kemudian dikeluhkan sendiri oleh Karolyi: “Situasi sekarang sudah berubah secara radikal, dan apa yang nampak bagi kami sebagai sebuah tawaran yang sangat liberal sepenuhnya telah menjadi ketinggalan zaman. Kaum minoritas yang kemarin dengan cepat menganggap diri mereka sebagai pemenang masa depan, dan menolak mempertimbangkan solusi apapun dalam bingkai Kerajaan St. Stephen, sebuah nama yang sangat mengganggu mereka. “
“Terlalu kecil dan terlalu terlambat” akan menjadi batu nisan yang tepat untuk demokrasi borjuis yang tidak beruntung di Hungaria, yang berkuasa ketika sejarah telah menempatkan orde revolusi proletar sebagai satu-satunya cara untuk memecahkan problem-problem yang tidak bisa ditangani oleh borjuasi. Ketidakpuasan di dalam negeri yang semakin membesar sekarang ditambah dengan ancaman dari luar yang baru.

Jatuhnya Karolyi

Selama Perang Dunia Pertama kaum borjuasi nasional Eropa Timur dan Tengah – termasuk Hungaria - telah bergabung di bawah bendera imperialisme Jerman, tetapi dengan kekalahan Jerman dan disintegrasi Austro-Hungaria, kelas-kelas penguasa dari berbagai negara-negara kecil yang baru saja terbentuk berlomba-lomba dengan satu sama lain untuk menyokong imperialisme Inggris-Perancis-Amerika, pada saat yang sama mereka saling berperang untuk melihat siapa yang bisa merebut wilayah yang paling luas dari negara tetangganya.
“Doktrin Wilson” imperialisme AS mengumbar janji-janji palsu mengenai demokrasi dan hak penentuan nasib sendiri bagi negara-negara kecil. Dan ini menjadi preteks yang baik untuk serangkaian perang kecil yang ganas yang pada gilirannya membalkanisasi Eropa Timur dan Tengah, dan mengikat negara-negara yang baru terbentuk tersebut bahkan erat lagi ke imperialisme Inggris-Perancis dan Amerika Serikat melalui perantaraan bank-bank, rel-rel kereta api dan korporasi-korporasi besar.
Slogan Perserikatan Eropa Sosialis, yang diluncurkan oleh Komunis Internasional (Komintern) yang baru saja terbentuk, merepresentasikan satu-satunya harapan bagi bangsa-bangsa Eropa, yang tercerai berai dan diperas dengan kejam oleh perang, kelaparan dan runtuhnya ekonomi. Hanya keberhasilan revolusi sosialis yang mampu menawarkan jalan keluar dari jalan buntu yang dihadapi oleh negara-negara kecil dan terbelakang di Eropa.
Kelas penguasa Hungaria mencoba untuk melindungi dirinya dari badai dengan bersembunyi di balik bentuk-bentuk demokrasi parlementer. Tetapi ledakan sosial yang digerakkan oleh perang tidak mengakui solusi-solusi jalan tengah. Bahkan jauh lebih cepat dibandingkan Pemerintahan Provisional di Rusia, pemerintahan Karolyi mengungkapkan kebangkrutannya, dan dalam cara yang jauh lebih mencolok.
Seperti yang pernah Lenin katakan: “Borjuasi Hungaria mengakui dengan lapang dada bahwa ia mengundurkan diri secara sukarela dan bahwa satu-satunya kekuasaan di dunia yang mampu membimbing bangsa tersebut dalam situasi krisis seperti ini adalah kekuasaan Soviet.” (Karya Lenin, vol. 29, hal 270)
Penyebab langsung dari kejatuhan pemerintah ini adalah ultimatum pada tanggal 20 Maret 1919 yang dipresentasikan atas nama Sekutu ke rejim Karolyi, menuntut bahwa Hungaria harus menerima garis demarkasi baru. Pada saat Gencatan Senjata, beberapa bulan sebelumnya, Hungaria sudah menerima kehilangan wilayah dengan terhina. Sekarang negara-negara perampok Sekutu berkumpul di Paris menuntut penyerahan tanah-tanah yang diduduki oleh lebih dua juta rakyat Hungaria.
Pemerintahan Karolyi yang tak berdaya mencoba untuk mengulur waktu, mengusulkan referendum, yang dengan tegas ditolak. Sekutu menuntut jawaban di hari yang sama. Ditekan dari dalam dan luar, dan menyadari impotensi dirinya, Karolyi menolak untuk mengambil tanggung jawab dan mengundurkan diri.
Dengan ini, seluruh borjuasi Hungaria mengakui ketidakmampuannya secara total untuk memimpin sebuah bangsa pada saat yang menentukan. Keesokan harinya, pada tanggal 21 Maret, Republik Soviet diproklamirkan. Proletariat merebut kekuasaan tanpa melepaskan satu pun tembakan.
Kejatuhan yang tiba-tiba dari Karolyi berarti sebuah tikungan tajam dan mendadak dalam situasi Partai Komunis Hungaria yang hanya setelah empat bulan eksistensinya menemukan diri mereka dengan tiba-tiba dihadapkan dengan masalah kekuasaan. Para pemimpin partai ini masihlah muda dan benar-benar belum berpengalaman. Pandangan mereka, seperti kebanyakan Partai Komunis yang baru dibentuk, diwarnai oleh campuran ultra-leftisme dan sindikalisme yang muda.
Ketidaksabaran mereka menyebabkan mereka mengabaikan dinamika dari proses revolusioner dan inter-relasi yang rumit antara kelas, partai dan kepemimpinan. Ini bisa dimengerti. Partai Bolshevik di Rusia telah terbentuk selama beberapa dekade. Bolshevik di belakangnya memiliki pengalaman revolusi 1905 dan bekerja di bawah situasi yang cukup beragam.
Namun, partai-partai baru dalam Komunis International kebanyakan terdiri dari anggota-anggota yang masih muda, mentah dan belum teruji, yang bergerak ke arah Bolshevisme dalam periode badai yang dibuka oleh Revolusi Oktober. Mereka tidak punya waktu untuk membangun fondasi mereka dan memperoleh pengalaman yang diperlukan dan otoritas di mata massa ketika mereka terlempar ke dalam gerakan revolusioner bergolak pada tahun 1918-1920. Tak pernah ada transisi yang begitu tiba-tiba seperti di Hungaria.
Para pemimpin Partai Komunis yang muda, sebagian besar terdiri dari para mantan tahanan perang yang baru saja kembali dari Rusia, menunjukkan keberanian, inisiatif dan energi. Tapi dari awal, kebingungan mereka mengenai persoalan-persoalan teori mengakibatkan mereka membuat kesalahan-kesalahan yang serius pada masalah-masalah mendasar yang nantinya memiliki konsekuensi yang parah.
Mengenai masalah tanah yang sangat penting, mereka menganjurkan penyitaan perkebunan-perkebunan besar, tapi menentang pembagian tanah kepada para petani dengan alasan bahwa hal ini akan mendorong perkembangan para pemilik tanah kecil dan menghambat pertumbuhan ide-ide sosialis di desa-desa. Mengenai masalah nasional, daripada dengan jelas mendukung hak menentukan nasib sendiri, mereka menaikkan slogan “pengembangan diri kaum proletar” yang secara esensial tidak berarti apa-apa.
Meskipun demikian, dalam iklim revolusioner yang tengah berlangsung, kaum Komunis memperoleh dukungan dengan cepat. Kendati beberapa kesalahan mereka, kaum Komunis mempenetrasi barak-barak, pabrik-pabrik dan serikat-serikat buruh, yang sebelumnya didominasi oleh para pemimpin buruh sayap kanan.
Karena suasana hati massa yang sekarang ini, Partai Komunis mengalami pertumbuhan yang eksplosif dalam beberapa minggu, bukan hanya di Budapest yang proletarian, tetapi juga di Szeged, kota terbesar kedua, dimana seksi besar dari Partai Sosial Demokrat (SDP) bergabung ke dalam Partai Komunis dan banyak garnisun setempat yang secara terang-terangan memamerkan kartu Partai. Yang terpenting lagi, Liga Pemuda SDP bergabung ke Partai Komunis pada bulan Desember 1918.
Takut pada pertumbuhan Partai Komunis yang cepat yang mengancam untuk menghancurkan basis mereka di dalam gerakan buruh, para pemimpin Sosial Demokrat memulai sebuah kampanye rumor yang menyebarkan kebohongan mengenai Bolshevik “Rusia” dan “para pemecah-belah” dan “kontra-revolusi dari kiri”. Seperti kaum Menshevik Rusia, para pemimpin SDP Hungaria tidak menganggap Hungaria “matang” untuk revolusi sosialis.
Mereka mendasarkan diri pada gagasan akan proses evolusioner yang panjang di mana, secara damai, bertahap, tanpa gejolak tiba-tiba, Hungaria akan melalui, pertama melalui periode panjang demokrasi borjuis dan kemudian, mungkin setelah 50 atau 100 tahun, rakyat Hungaria akan “siap” untuk sosialisme.
Sayangnya bagi ideologi-ideologi gradualisme, arus peristiwa-peristiwa bergerak cepat dalam arah yang berlawanan. Melihat kegagalan demokrasi borjuis untuk menangani setiap masalah-masalah mendesak mereka, massa mengambil tindakan langsung. Ada gelombang pendudukan-pendudukan pabrik.
Kontrol buruh didirikan di banyak pusat industri. Terdapat demonstrasi terus-menerus dari kaum pekerja, tentara dan pengangguran. Pada akhir bulan Januari 1919 terjadi bentrokan berdarah antara tentara pemerintah dan para pemogok. Ketidakpuasan menyebar ke tentara. Masalah kebangsaan meledak dan memperbaharui intensitas pergolakan-pergolakan revolusioner di Ukraina Barat. Janji-janji Karolyi mengenai otonomi, jauh dari meredam gerakan, justru telah menuang bensin ke dalam bara api.
Mengikuti contoh dari Noske dan Scheidemann di Jerman di mana pada bulan Januari Rosa Luxemburg dan Karl Liebknecht dibunuh atas prakarsa para pemimpin Sosial Demokrat, kepemimpinan SDP Hungaria melecutkan kampanye anti-Komunis yang memuncak dalam sebuah provokasi yang mirip dengan Hari-Hari Juli di Rusia, dan penangkapan kepimpinan Partai Komunis. Bela Kun dan kamerad-kameradnya mengalami penganiayaan kejam di penjara.
Namun, pemerintah telah salah perhitungan. Dalam situasi revolusioner suasana hati massa dapat berubah dengan cepat. Penangkapan tersebut mengungkapkan peran kontra-revolusioner dari para pemimpin SDP di pemerintahan. Massa yang naif yang telah mempercayai para pemimpin SDP dengan harapan menemukan solusi untuk masalah mereka sekarang dengan cepat berbalik melawan mereka.
Partai Komunis Hungaria, dari minoritas kecil, sekarang memperoleh dukungan mayoritas di wilayah-wilayah kunci gerakan buruh. Kaum buruh menarik kesimpulan sederhana: jika pemerintahan ini menentang Bolshevisme, maka kita harus mendukung Bolshevisme. Para pemimpin SDP sekarang mendapati diri mereka disahuti dalam pertemuan-pertemuan publik.
Bahkan seorang Sosial Demokrat kanan, seperti Erno Garami kemudian mengakui bahwa “penangkapan para pemimpin Bolshevik bukan hanya tidak melemahkan, tapi justru memperkuat kapasitas tempur mereka.” Seorang dari kelompok yang sama, Wilhelm Bohm menulis: “Dengan hilangnya para pemimpin mereka, gerakan Bolshevik mendapatkan kekuatan yang baru.”
Gerakan sekarang mengalir deras di bawah arahan Partai Komunis. Penangkapan para pemimpin komunis menjadi percikan untuk semua ketidakpuasan dan frustrasi massa yang terakumulasi. Sepanjang bulan Maret, ada kecenderungan yang tak diragukan ke arah pemberontakan bersenjata. Di Szeged pada 10 Maret soviet lokal dengan cepat mengambil alih kendali kota, dan diikuti oleh kota-kota lain. Petani merebut tanah-tanah milik Count Esterhazy, tanpa menunggu keputusan pemerintah.
Dikejutkan oleh peristiwa-peristiwa yang tak terduga, para pemimpin buruh reformis mencoba untuk membelokkan gerakan ke arah yang aman dengan memajukan slogan majelis konstituante. Tetapi para pemimpin SDP sudah dicampakkan oleh gerakan massa yang tidak sabar. Buruh-buruh di pabrik-pabrik besar di Budapest mendeklarasikan dukungannya untuk Partai Komunis.
Kaum pekerja menarik kesimpulan yang revolusioner dari seluruh situasi. Mereka telah menggulingkan 400 tahun pemerintahan Habsburg dengan kekuatan dan organisasi mereka sendiri. Soviet-soviet buruh tidak hanya memiliki senjata ringan tapi juga senapan mesin dan artileri. Di sisi lain, pemerintah tidak memiliki angkatan bersenjata yang bisa diandalkan.
Massa telah melalui sekolah perang yang keras, revolusi, dan kontra-revolusi dengan topeng yang demokratis, dan sekarang siap untuk pertempuran yang menentukan. Argumentasi-argumentasi yang moderat dari para pemimpin SDP sekarang sudah tidak berguna.
Kaum buruh menafsirkan slogan kaum sosial demokrat dengan benar sebagai usaha untuk mengalihkan perhatian mereka dari tujuan utama kekuasaan. Ketidaksabaran yang meningkat dari kaum pekerja dengan peran para pemimpin Sosial-Demokrat diekspresikan dalam penolakan dari kaum buruh percetakan Budapest untuk mencetak surat kabar SDP Nepszava. Para pekerja percetakan mogok pada tanggal 20 Maret – pada hari yang sama dimana Sekutu mengirimkan ultimatumnya kepada Karolyi. Pada tanggal 21 pemogokan buruh cetak telah berubah menjadi pemogokan umum, menuntut pembebasan pemimpin Partai Komunis dan memindahkan kekuasaan ke kelas pekerja.
Gerakan spontan ini menyebabkan perpecahan dalam kepemimpinan SDP. Satu bagian dari kepemimpinan SDP, secara terbuka mendukung kaum borjuis, siap untuk memainkan peran yang sama kontra-revolusionernya seperti Noske dan Scheidemann di Jerman. Yang lainnya lebih berhati-hati. Pemerintahan Karolyi sedang dalam keadaan runtuh setelah ultimatum Sekutu.
Terdemoralisasi, kaum liberal borjuis menyerahkan kekuasaan kepada para pemimpin buruh reformis, yang menerima hadiah ini dengan berat hati dan tangan gemetar.Kaum borjuasi meletakkan semua tanggung jawab untuk menyelesaikan krisis di atas pundak kaum Sosial Demokrat “moderat”. Tetapi kaum sosial demokrat ini, selalu bersedia untuk menerima “tugas patriotik” mereka, berada dalam posisi yang sangat lemah.
Pengaruh mereka di kalangan massa cepat menyusut tanpa bekas. Bagaimana mereka bisa mempertahankan diri mereka sendiri? Lalu terjadi sebuah peristiwa yang tidak ada preseden dalam sejarah: para pemimpin SDP, yang masih dalam pemerintahan, pergi ke penjara untuk bernegosiasi dengan para pemimpin Partai Komunis, yang dipenjara dengan keterlibatan mereka baru saja. Fakta ini dengan sendirinya menunjukkan perubahan-perubahan besar dalam korelasi kekuatan-kekuatan kelas yang terjadi dalam sebuah situasi revolusioner.


Diterjemahkan dari “The Hungarian Soviet Republic of 1919: The Forgotten Revolution.” Alan Woods, 12 November 1979

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar