Inlander, Gestapu dan Kontra-Revolusi [1]

Diposting oleh poentjak harapan on Minggu, 18 Maret 2012


Saudara-saudara sekalian,
Barangkali saudara-saudara melihat saya masuk ruangan ini dengan muka marah. Memang, marah! Masa, pantas kamu orang yang dipersilahkan datang di sini jam 7, kan kamu orang minta supaya ini malam datang di sini, menyuruh presiden satu jam menunggu! Tadi saya memakai perkataan “inlander’ kamu orang sekalian!
Ya, rapat baru setengah enam habis.
Go to hell dengan setengah enam!
Inikah Golongan Karya? Inikah yang dinamakan katanya menjunjung tinggi, patuh kepada Kepala Negara, Presiden. Saya marah, saudara-saudara!
Kalau saudara-saudara meladeni revolusi cara begini, No, tidak akan revolusi itu selesai. Jangan mengeluarkan alasan kepada saya: ya sidang baru setengah enam habis. Kalau sidang akan memakan waktu begitu banyaknya, mulai pagi-pagi betul! Jam berapa mulai sidang?
Mulailah jam lima pagi! Inlanders!
Saya bekerja mati-matian tanpa berhenti. Ya mati-matian tanpa berhenti saya bekerja! Kamu orang enak-enak membuang waktu. Terus terang, saya marah!
Saudara-saudara, dan memang diwaktu-waktu yang belakangan ini saya terus marah-marah kepada segala pihak dan golongan. Oleh karena apa? Oleh karena omong kosong, jikalau orang mengatakan, ya kami semuanya untuk revolusi. Omong kosong!
Sebenarnya bukan untuk revolusi, dan menepati, mentaati segala hukum-hukum revolusi, tetapi berbuat segala sesuatu yang merugikan kepada revolusi.
Saya di muka MPRS, di muka kabinet, di muka Pancatunggal, dimana-mana saya berkata, bahwa saya ini diwaktu yang akhir-akhir ini, yang selalu dikatakan taat kepada Bung Karno, berdiri bulat di belakang Bung Karno, menjalankan segala apa yang dikomandokan oleh Bung Karno, tetapi saya merasa diri saya ini kadang-kadang seperti dikentuti. Ya, saya ulangi malahan saya pernah berkata, dua kali saya berkata, malahan memakai bahasa asing saudara-saudara, als jullie mij nog lust, behoudt mij. Als Jullie mij niet meer lsut, trap mij eruit! Malahan saya tidak perlu di-trap eruit, saya akan mengundurkan diri sendiri. Sebab apa? Kebanyakan daripada pemimpin-pemimpin kita itu. Cuma di lidah dan di bibir saja: mengabdi kepada revolusi, mengabdi kepada revolusi, mengabdi kepada revolusi, tetapi menyimpang daripada revolusi.
Saya dijadikan Pemimpin Besar Revolusi, bukan kehendak saya sendiri. MPRS yang menetapkan saya menjadi Pemimpin Besar Revolusi. MPRS menetapkan saya menjadi Presiden seumur hidup, jadi bukan kehendak saya sendiri. Dan saya saudara-saudara, saya mempelajari revolusi-revolusi, dan saya berikhtiar untuk memimpin revolusi menurut garis-garis revolusi yang sebenarnya.
Di kalangan karyawan banyak yang dengan kata saja: Ya, mengikuti segala ajaran-ajaran dari Bung Karno. Petanono atimu dhewe (selidiki hatimu sendiri), telah engkau punya hati sendiri, apa betul saudara-saudara menjalankan ajaran Bung Karno?! Apakah betul saudara-saudara menjalankan Panca Azimat daripada revolusi? Pancasil? Inggih Pancasila. Nasakom? Ya, Nasakom. Tapi banyak yang sebenarnya tidak menjalani Nasakom. Ya, terutama sekali di waktu yang akhir-akhir ini, saudara-saudara. Trisakti demikian pula dengan Berdikari, demikian pula dengan ajaranku yang lain-lain.
Pancasila, tadi disebutkan oleh Djuhartono, Garuda Pancasila. Apakah tidak benar kalau saya berkata, bahwa di waktu yang akhir-akhir ini, Pancasila dipergunakan sebagai satu barang an sich. Aku Pancasila! Maksudnya apa orang yang berkata demikian itu? Aku anti komunis. Nah, Ginting koq manggut-manggut. Ya apa tidak?! Perkataan dipakai untuk sebetulnya mendemonstreer anti kepada “Kom”. Padahal Pancasila itu sebetulnya tidak anti-Kom. “Kom” dalam arti ideologi sosial untuk mendatangkan di sini satu masyarakat sosialistis. Kalau dikatakan, ya aku Pancasila, tetapi dalam hatinya anti Nasakom, komnya ini, Pancasila juga dipakai untuk mengatakan aku Pancasila, tetapi aku anti-Nas. Aku Pancasila tetapi aku anti A. Ya apa tidak? Pancasila adalah pemerrsatu, adalah satu ideologi yang mencakup segala. Dan aku sendiri berkata, aku ini apa? Aku Pancasila. Aku apa? Aku perasan daripada Nasakom. Aku adalah nasionalis, aku adalah A, aku adalah sosialis, kataku. Tapi banyak orang memakai Pancasila itu sebagai satu hal yang anti. Ya apa tidak Emma? Ayo, terus terang yaaa! Anti Gestapu lain! Kom, kom, kom, saya katakan, sebagai ideologi untuk mendatangkan di sini satu masyarakat yang adil dan makmur. Saya tidak mengatakan anti Gestapu, saya sendiri menghukum kepada Gestapu. Saya sendiri memerintahkan diadakannya Mahkamah Militer Luar Biasa. Tetapi saya melihat, bahwa perkataan Pancasila itu sekarang dipakai untuk itu. Pancasila, pancasila, pancasila, tetapi sebenarnya anti kepada bagian kom daripada Nasakom. Pancasila, pancasila, pancasila. Lha kalau begitu lha mbok ya anti kepada Nas-nya juga. Pancasila, Pancasila, Pancasila, kalau begitu juga anti kepada A-nya juga. Tidak!
Saudara-saudara ik laat me niet bebonderan. Saya tahu, saya tahu terhadap orang-orang yang menjalankan Gestapu; artinya, perbuatan pada tanggal 1 Oktober itu. Sebetulnya bukan 30 September, 1 Oktober pagi, jam 4 pagi. Ha itu saya sendiri mengatakan itu salah, harus dihukum. Sayalah yang memerintahkan untuk diadakan Hakim Militer, Militare Rechtbank Luar Biasa untuk menghukum mereka itu. Tetapi sebagai ideologi kom, what is in a word, ideologi sosialisme, ideologi untuk mengadakan satu masyarakat yang adil dan makmur yang progresif revolusioner, itu yang saya maksudkan.
Sekarang perkataan progresif revolusioner pun dipakai sebagai macam barang dagangan. Tapi saya tegaskan selalu, progresif revolusioner bukan hanya revolusioner saja. Apa artinya progresif? Progresif yaitu merombak yang sekarang, maju kepada satu taraf yang lebih maju. Itu yang dinamakan kiri. Kalau cuma revoluusioner saja, saya tempo hari berkata Hitler adalah revolusioner. Dia merombak sama sekali, dia menghantam de oude orde, dia malahan menangkap orang puluhan ribu dimasukkan dalam concentratiecamp, dia mengedrel orang ratusan, ribuan, dia membawa orang-orang Yahudi puluhan ribu, bukan saja di dalam condentratiekamp, tetapi di dalam gaskamer, dibunuh dengan gas. Dia dus orang revolusioner, tetapi dia bukan progresif revolusioner. Dia adalah malahan retrogressif revolusioner. Retrogressif artinya membawa ke belakang. Bukan memajukan.
Nah ini karyawan-karyawan, saudara-saudara karyawan. kenapa dinamakan karyawan? Terutama ialah mereka itu pekerja, kerja, kerja, kerja. Kerja apa? terutama ialah mereka pekerja untuk mengadakan masyarakat baru, satu masyarakat progresif. saudara adalah karyawan, saudara adalah karyawan, saudara adalah karyawan, saudara adalah karyawan. Untuk apa, kerja apa? Kerja di bidang pekerjaan saudara masing-masing. Membangun satu masyarakat baru yang progressif, yaitu kiri. Karena itu, aku menegaskan hal ini, saudara-saudara. Pendek kata, kalau saudara mengaku atau menamakan dirimu anak Bung Karno, saya tidak mau punya anak yang tidak kiri. Ya, saya tidak mau punya anak yang tidak kiri. Kalau yang cuma mulutnya saja progresif revolusioner, tetapi di dalam hatinya sebetulnya kanan.
Tempo hari saya berkata, banyak orang yang mengatakan, revolusioner, revolusioner, progresif revolusioner, tapi bukan hanya anti Landreform, misalnya menghalang-halangi berjalannya Landreform. Ini nyata ini, bukan kiri ini, kanan, kanan, kanan! Sebab Landreform adalah satu syarat mutlak untuk masyarakat sosialis. Landreform adalah satu syarat mutlak untuk mendirikan satu masyarakat yang  adil dan makmur. Tidakkah banyak saudara-saudara, golongan-golongan dikalangan kita yang anti Landreform, bukan saja, tetapi malahan menghalang-halangi Landreform. Jadi meskipun berteriak: aku progresif revolusioner,  aku progresif revolusioner,  aku progresif revolusioner, tapi jikalau anti Landreform, go to hell dengan engkau punya perkataan progresif revolusioner.
Ini yang saya kehendaki daripadka seluruh masyarakat Indonesia supaya mengerti, mengerti, mengerti, mengerti revolusi kita ini, revolusi apa? Yaitu revolusi yang dengan perkataan aku katakan kiri, Trisakti saudara-saudara, adalah kiri. Berdaulat di lapangan politik, itu adalah kiri. Berdaulat di lapangan ekonomi, itu adalah kiri. Dan berdikari di lapangan ekonomi adalah syarat mutlak bagi sosialisme.
Waaah, di kalangan karyawan, di kalangan Front Nasional, he saya menyatakan, aku anti atheist. Aku anti atheist, aku anti atheist, aku anti atheist. Di dalam hatinya ia benci kepada Marxisme, katanya karena Marxisme adalah atheist. Tidak! Ayo, saya minta tulisan Marx atau Engels yang menyatakan benar-benar atheisme, Marx dan Engels anti kepada Gereja, kepada praktek daripada Gereja.
Anehnya, di kalangan ini saudara-saudara, di dalam surat kabar surat kabar ada satu perkataan yang lho, tadinya selalu menuduh kepada Marxisme itu atheisme. Kok lantas ada perkataan di dalam surat kabar itu, kalau tidak salah kemarin atau ini hari muncul lagi: Marxisme religious. Lho, Imam praktiknya, apa itu Marxisme religious, dat bestaat niet. Itu perkataan sebetulnya timbul daripada hati yang benci kepada Marxisme. Tetapi oleh karena ia, Presiden ini Marxist, dus ya, saya setuju kepada marxisme, Maar yang religious. Lho, lho, lho, kip zonder kop ini, Saudara-saudara. Ya, kip zonder kop. Ayam tanpa kepala.
Nah, saya menghendaki agar supaya rakyat Indonesia itu janganlah ayam tanpa kepala, apalagi dari Front Nasional, yang Front Nasional itu saya adakan justru untuk membuat seluruh rakyat Indonesia itu menjadi ayam jantan yang mempunyai kepala, agar supaya revolusi kita itu bisa berjalan betul diatas hukum-hukum revolusi menuju kepada tujuan revolusi 17 Agustus 1945.
Front Nasional kalau ikut-ikut, saya sudah marah tempo hari kepada Djuhartono, kalau ikut-ikut Front Nasional kepada membakar, membakar semangat gontok-gontokan satu sama lain, saya bubarkan Front Nasional itu! Ya, saya bubarkan Front Nasional, tidak peduli, saudara-saudara! Saya di dalam waktu sekarang ini merasa diperintahkan oleh seluruh masyarakat Indonesia untuk menyelamatkan bangsa Indonesia ini. Dan siapa yang mencoba untuk meretakkan bangsa Indonesia ini berhadapan dengan Soekarno. Siapa yang menang, tidak tahu. Tetapi jelas akan berhadapan dengan Soekarno. 40 tahun daripada saya punya hidup ini saya dedicate kepada bangsaku, dedicate kepada persatuan bangsaku. Oleh karena hanya dengan persatuan bangsa kita bisa mencapai apa yang dicita-citakan oleh rakyat jelata, rakyat gembel ini, yaitu apa yang dinamakan Ampera=Amanat Penderitaan Rakyat.
Sampai-sampai saya menggali ajaran-ajaran dari pemimpin-pemimpin lain. Sampai-sampai saya citeer, baik Gibbon, maupun Arnold Toynbee yang berkata, “a great civilization never goes down unless it de storys it self from within”. Jadi, kalau saudara ikut destroy our nation from within, saudara-saudara adalah penghianat bangsa. Ya, kalau saudara-saudara ikut-ikut merobek-robek bangsa Indonesia itu, dadanya bangsa Indonesia saudara robek-robek dengan menganjur-anjurkan gontok-gontokkan, panas-panasan, saudara sebetulnya pengkhianat bangsa!

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar