Inlander, Gestapu dan Kontra-Revolusi [2]

Diposting oleh poentjak harapan on Minggu, 18 Maret 2012


 Saudara boleh berkata, ya aku anti Gestapu! Ya aku juga anti Gestapu, aku juga memerintahkan agar supaya orang-orang yang menjalankan Gestapu itu dihukum. Tetapi, wacht even, kalau ada orang dengan antinya Gestapu itu juga merobek-robek dadanya bangsa Indonesia, dia akan berhadap-hadapan dengan saya. Tuhan yang akan memberi bantuan kepada saya, insya Allah SWT. Gemampang saudara-saudara! Kamu orang itu buat apa disini, buat apa? Ya kamu karyawan-karyawan buat apa? Aku bertanya lagi, buat apa engkau? Buat apa engkau? Buat bangsa dan negara.
Kenapa engkau kadang-kadang, saya tidak mengatakan engkau, benar engkau, tetapi kenapa kadang-kadang, nama berbakti tapi memecah-mecah bangsa. Nama berbakti kepada negara, tetapi merugikan kepada negara. Kenapa?
Ya, kami anti Gestapu!
Ya, Gestapu kan lain. Emma Puradeja, itu kan lain! Malah saya di dalam pidato saya di hadapan Kabinet pleno pernah saya mengatakan, menguraikan kepada tuan-tuan dan nyonya-nyonya pemimpin, bahwa perbuatan Gestapu adalah satu , ditinjau dari Marxisme, eine kinderkrankheit des kommunismus, kinderkrankheit des kommunismus. Yang sudah terjadi pula di Soviet Uni, di zamannya Lenin. Zaman-zaman Lenin itu ada orang yang mengira, ho, sosialisme tidak bisa dijalankan, kalau dijalankan dengan cara begini ini. Sosialisme hanyalah bisa dijalankan kalau kita potong lehernya orang-orang yang tidak mengikuti sosialisme. Lantas pemuda-pemuda Soviet Uni ini menembak mati beberapa jendral, seperti di sini ini 1 Oktober. Ada yang membakar rumahnya orang-orang yang bekas kapitalis. Lenin terus bangun, hukum perbuatan yang demikian ini. Malahan Lenin mengatakan ini adalah Kinderkrankheit, anak kecil yang tidak mengerti kepada revolusi.
Demikian pula saudara-saudara, kataku tempo hari itu, Darul Islam, itupun Kinderkrankheit des Islamismus. Orang mengatakan, mengira masyarakat Islam itu tidak bisa diadakan dengan bicara seperti sekarang ini. Masyarakat Islam harus dijalalankan dengan orang-orang hh!, yang bukan Islam harus dibunuh! Hukum-hukum Qur’an ini harus dipaksakan! Dikatakan malahan oleh Kartosuwirjo harus semacam satu total war terhadap orang-orang yang tidak menjalankan hukum Qur’an itu. Saya sendiri melihat foto-foto saudara-saudara, bagaimana Kartosuwirjo di dekat Bandung lhoo, ya, 40 km dekat Bandung, laki-laki, perempuan-perempuan, anak-anak, bayi-bayi dibunuh sama sekali. Itu katanya, ini caranya kita mengadakan masyarakat Islam.
Nah, persis apa yang dikerjakan oleh orang-orang Gestapu pada tanggal 1 Oktober yang lalu, tetapi sebagai ideologi saudara-saudara, ideologi yang saya gariskan sebagai iedologi untuk mengadakan masyarakat adil dan makmur tanpa exploitation de l’homme par l’home ideologi itu adalah satu inhrentie, inhrentie artinya satu hal yang Indonesia. Suprobo, saya panggil dia selalu Suprobo, apakah engkau bisa membayangkan revolusi itu tanpa Nas? Tanpa A? Tanpa apa yang saya namakan Kom? Tidak bisa. Tidak bisa. Sebab ketiga-tiganya ini adalah hasil dari apa yang saya katakan di dalam pidato saya tempo hari inspiratie van de geschiedenis, inspiratie van de masyarakat.
Saya kasih keterangan lebih dahulu tadinya, ini keterangannya. Inspirasi itu apa? Kalau engkau sudah mencipta, waaah…aku dapat inspirasi, atau engkau dapat inspirasi. Aku dapat inspirasi untuk membuat ini. Padahal kalau engkau pakai otakmu sendiri sebetulnya tidak sampai kepada, hhh, aku akan menciptakan hal itu. Karena itu, dikatakan inspirasi, kukatakan inspirasi itu adalah de scheppende ontmoeting tussen het bewuste en het onderbewuste in de mens. Mens itu, manusia itu mempunyai dua hal. He anak kecil, mengerti apa tidak? Kalau tidak mengerti, bilang saja pada pak Djuhartono nanti.
Manusia itu mempunyai dua hal: Alam pikiran yang sadar, otak bekerja itu, bewust, sadar. Ada juga alam pikiran yang sebetulnya kita tidak rasakan. Itu onbewust, bawah sadar, onderbewust. Misalnya ya, misalnya, saya sendiri sering, sering, sering, ada satu hal, saya pikirkan, pikirkan, pikirkan, sampai jauh malam, pikirkan lho, aktif dengan otak saya, bagaimana memecahkannya? Tidak bisa. Saya tidak bisa memecahkannya. Ternyata, bewust saya itu tidak bisa memecahkannya. Kemudian saya tidur. Pada waktu saya tidur itu, bewust tidur, saya punya bawah sadar, onder bewust ziyn saya ini bekerja terus, bekerja terus, memikir. Pagi saya bangun, gregah!, kata orang Jawa, bangun, sadar, ee, jawaban pemecahan soal itu sudah ada pada saya. Jadi, nyata ini saya bisa mendapatkan pemecahan daripada soal yang sulit itu pada waktu saya tidur, yaitu dijalankan, dikerjakan oleh onderbewustziyn saya ini.
Nah, manusia itu begitu, ada yang bewust ada yang onderbewust yang tidak kita rasakan kalau dua hal yang berpikir ini, yang bewust dan yang onderbewust ini bertemu, bertemu secara membangun, secara schappen, secara mencipta, itulah yang dinamakan inspirasi. De scheppende ontmoeting tusen het onderbewuste van de mens. Nah, itu mengenai manusia.
Lantas aku memberi keterangan mengenai revolusi. Revolusi itu apa? Wong revolusi itu bukan bikinan manusia. Bukan bikinanku. Aku tidak merasa membuat revolusi Indonesia ini. Aku malahan merasa sebagai perasan daripada revolusi Indonesia ini. Malahan aku kadang-kadang merasa seperti didorong-dorong oleh sesuatu hal gaib yang bernama revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia ini bukan buatanku, bukan buatan Hatta, kataku, bukan buatan siapapun. Dan revolusi itu apa? Lantas saya berkata, revolusi adalah inspirasi daripada masyarakat. Malahan, bukan saja yang berarti kecil-kecilan, razende inspiratie. Razen yaitu bergelora, menggeledek, mengguntur, itulah razende inspiratie. Razende inspiratie daripada masyarakat.
Memang nyata ini, bukan bewust thok. Apakah Marhaen yang tidak bisa membaca dan menulis mengetahui? Oo, harus Berdikari. Oo, harus mengadakan aturan ini. Oo, harus mengadakan simbol yang berupa Garuda Pancasila. Oo, harus….Tidak, tidak, tidak! Marhaen bewust tidak tahu apa-apa! Mereka ya memang orang yang katakanlah bodoh. En toch dia adalah satu tenaga yang beslissend fundamentael di dalam revolusi ini. Oleh karen apa? Oleh karena revolusi adalah inspirasi dalam kalbunya seluruh rakyat Indonesia. Dan inspirasi adalah kekuatan tadi, de scheppende ontmoeting van het bewuste en het onderbewuste.
Oleh karena itu, maka saya berkata, revolusi sebetulnya leidetezichzelf, memimpin dirinya sendiri. Saya dinamakan Pemimpin Besar Revolusi. Bahasa asingnya the revolution leads it self. Emma jangan mengira, engkau bisa memimpin revolusi. Aku pun jangan mengira, sudah, aku sebetulnya memimpin revolusi. Engkau tidak bisa, engkau tidak bisa, engkau tidak bisa, engkau tidak bisa. Djuhartono, meskipun engkau Brigjen, tidak bisa! Kita oleh karena itu harus jalan di atas rel yang ditentukan oleh revolusi itu. Katakanlah dalam bahasa Jawa tut wuri handayani. Tut Wuri artinya, tut mburi, ngetut dari belakang mengikuti dari belakang. Handayani yaitu memberi, mendayani, kalau revolusi kita nabrak, itu ee, dibetulkan sedikit. Kalau revolusi itu nabrak, itu dibetulkan sedikit. Tut wuri handayani.
Ada seorang pemimpin revolusi yang berkata, sesudah kejadian-kejadian hebat di dalam revolusi itu yang perlu didayani itu, dia berkata, “One can teach the leaders”, orang bisa mengajar pemimpin-pemimpinnya. One can teach the masses as well, orang bisa mengajar rakyat. But one cannot teach the revolution anything. One can teach the leaders, one can teach as well, we cannot teach the revolution something. Oleh karena revolusi mempunyai jiwa sendiri. Oleh karena revolusi adalah sebetulnya inspirasi daripada rakyat. De schappende ontmoeting van het bewuste in de rakyat, en het onderbewust.
Rakyat jelata itu tidak tahu apa-apa, tidak tahu hukum, dan jumlah, tidak senang ini, tanah airku ini kok dijajah oleh Belanda. Tidak bisa berbuat segala apa yang kita mau, karena ada Belanda. Ha, timbul nasionalisme di dalam kalangan rakyat itu, menghendaki agar supaya Indonesia menjadi satu negara yang merdeka.
Ada di dalam kalangan rakyat jelata yang bodoh itu semaunya, saya bilang, rakyat jelata itu boleh dikatakan tidak mempunyai mulut, karena itu aku menyebutkan diriku sendiri penyambung lidah daripada rakyat jelata, rakyat jelata berkata, ah tidak enak ini, kok kita tidak bisa menjalankan agama kita sebagai diperintahkan oleh agama kita sendiri. Islam tidak bisa berjalan menurut ajaran-ajaran islam. Kristen Katolik tidak bisa berjalan menurut ajaran-ajaran Kristen Katolik. Protestan tidak bisa berjalan menurut ajaran-ajaran Protestan. Onderbewust ingin, ingin kepada satu masyarakat yang berdasarkan kepada agama.
Nah, timbullah apa yang saya namakan A. Nas sudah, A sudah.
Nah, begitu pula di dalam kalangan rakyat jelata yang selalu lapar, yang selalu harus makan sedikit sekali, bahkan kurang daripada cukup. Masa manusia biasa itu memerlukan paling sedikit katakanlah, 2500 kalori satu hari, kok ia, si miskin itu hanya dapat 1000 kalori satu hari. Mustinya rumahnya itu kalau ada angin jangan dia keanginan, mustinya istrinya itu kalau anaknya itu lapar bisa terus memberi air susu kepada sang anak, kok ini tidak bisa memberi air susu, oleh karena istrinya sendiri itu kekurangan makan. Mustinya, ia ingin si anak itu, anaknya bisa membaca dan menulis, kok ini tidak. Hanya anak-anak ndoro-ndoro yang bisa membaca dan menulis.
Apakah kita heran, jikalau di dalam masyarakat yang demikian itu lantas timbul keinginan, onderbewuste pula timbul keinginan untuk satu masyarakat yang cukup makan, cukup sandang, cukup perumahan, cukup pendidikan, cukup segala-galanya. Yaitu satu keinginan kepada satu masyarakat adil dan makmur. Wah, timbullah apa yang saya namakan ideologi Kom-kah, ideologi Sos-kah, ideologi Marxis-kah. Pendeknya satu ideologi yang menghendaki masyarakat yang adil dan makmur tanpa explotation de l’homme par l‘ hommme. Jadi, ini adalah satu objektifitas.
Lha kok ada orang yang tidak mau menerima atau tidak mau mengakui adanya ini, ke-Kom-an di dalam masyarakat kita, lantas pakai alasan Gestapu. Nothing to do with this Gestapu, saudara-saudara. Sebelum ada Gestapu sudah ada ini perasaan yang demikan ini. Dan saya kata, sesudah Gestapu, tahun muka, tahun muka, tahun muka, tetap akan ada ideologi yang menghendaki satu masyarakat yang adil dan makmur. Katakanlah itu komunis, katakanlah itu Marxis, katakanlah itu sosialis, katakanlah itu apa saja, tetapi ini ideologi, ini tetap. Dan ideologi ini ada tetap bersemayam di dalam dada dan pikirannya sebagian besar daripada rakyat Indonesia. Karena itu, siapa yang tidak mau menerima Nasakom, dia sebetulnya, die snapt niets van de Indonesische revolutie. Tidak mengerti revolusi Indonesia ini. Jangan bawa-bawa Gestapu saudara-saudara. Lantas membawa Gestapu dengan hendak menghukum Gestapu ini, memecah-belah bangsa Indonesia ini! Orang Front Nasional ada yang ikut-ikut dalam hal ini.
Padahal aku berkata, pokok dari segala pokok ialah bangsa Indonesia yang bersatu. Pokok dari segala pokok. Apakah ada negara Republik Indonesia kalau tidak ada bangsa Indonesia yang bersatu? Tadi, saudara itu yang duduk di sana itu, mengatakan mengabdi kepada bangsa dan negara. Apa ada negara Republik Indonesia. Siapa yang membuat Angkatan Darat ini? Bangsa Indonesia. Angkatan Udara ini? Bangsa Indonesia. Angkatan Laut ini? Bangsa Indonesia. Apakah ada angkatan Kepolisian Negara ini? Bangsa Indonesia. Apakah ada pemerintah Republik Indonesia yang sekarang ini presidennya/nama Soekarno, lain hari saya tidak tahu kalau tidak ada bangsa Indonesia ini. Bangsa Indonesia ini yang telah mengadakan negara. Negara ini yang mengadakan pemerintah. Ya, bangsa Indonesia dipecah-belah. Padahal bangsa ini pokok daripada segala pokok, Emma Puradiredja! Pokok daripada sekalian pokok!
Inilah maksud saya kalau saya berkata, mula-mula saya berkata kita mau membunuh tikus yang makan kue di dalam rumah kita, janganlah bakar rumah kita itu! Tangkap tikus itu, tikus yang makan kue. Ada orang, yaaa, pak, ini bukan makan kue, de kwestie,  tikus ini ngegrogoti tiang-tiang rumah kita. Maksudnya, itu PKI ngegrogoti tiang-tiang rumah kita.
Saya berkata, lha mbok misalnya benar tikus itu ngegrogoti tiang-tiang rumah kita bunuhlah tikus itu, tetapi jangan bakar rumah ini, apa dengan membakar rumah itu tikus menjadi mati?! Membakar rumah! Bahasa Belandanya apa? Bahasa Belandanya: het kind met het vuile bakwater wekggooien. Ada, tempat pemandian anak kecil anak kecil dicuci di dalam semacam ember, tetapi air ember ini menjadi kotor, harus dibuang. Biarkan airnya yang dibuang, tetapi ya, sama sekali, si embernya, si airnya, si baby-nya dibuang. het kind met het vuile bakwater wekggooien. Ya engkau senyum, tapi keadaan memang begitu saudara-saudara, sekarang.
Nah, sekarang karyawan, saya ulangi lagi, karyawan itu karyawan apa, bekerja buat apa? buat menyelenggarakan revolusi kita ini. Ya revolusi kita ini hukum-hukumnya apa? Jangan lepas daripada hukum-hukum ini. Ya revolusi ini  mau mengadakan apa? Jangan lepas daripada apa yang hendak diadakan oleh revolusi ini. Kalau engkau memang mengatakan bahwa Bung Karno adalah engkau punya bapak. Tadi dikatakan oleh Djuhartono, anak-anak bapak. Kalau engkau memang mengakui sebagai Pemimpin Besar Revolusi, ikuti aku. Jangan menyimpang sedikitpun, jangan njegal kepadaku, jangan pura-pura, ya ikut taat kepada Presiden Soekarno, tetapi sebetulnya njegal. Menyerahkan persoalan ini kepada Bapak Presiden Soekarno, tetapi tidak menyerahkan. Menyerahkan kan sudah, sumonggo, kami menunggu, semonggo. Paling-paling memberi advies, tapi sumonggo, monggo. Tapi, ada orang yang monggo-monggo, tidak. Saya di-dictee didesak. Kami menyerahkan hal ini kepada Presiden Soekarno, tetapi Presiden Soekarno didesak-desak, kata orang jawa dipletet-pletetkan. Zo moet ‘t zo moet ‘t zo moet ‘t, beginilah, beginilah, beginilah harusnya, Pak Presiden harus begini! Fait accompli-kan Presiden itu. Lho katanya menyerahkan kepada Presiden Soekarno, tetapi saya di-dicteer, tetapi saya didesak, tetapi saya dipletet-pletetkan.
Saudara-saudara saya tidak mau di-dicteer. Saya malahan berkata, als jullie mij nog last, peganglah saya, tidak membenarkan kepada saya, trap mij eluit, bilang saya, bung, wij lusten U Niet meer, oo, terima kasih, saya kan mengundurkan diri, saudara-saudara. Kepada karyawan saya sekali lagi berkata, kalau betul-betul kamu mengakui atau menamakan dirimu anak Bung Karno, ikuti Bung Karno di dalam segala halnya. Jangan di dalam mulut berkata A, tetapi di dalam perbuatan sebenarnya bewust atau onbewust, menjegal. Jikalau demikian saudara-saudara, maka saya merasa gembira, bahwa saya mempunyai anak-seperti kamu orang.
Dan lagi saudara-saudara, tetap saya marah saudara-saudara adalah “inlanders”! Revolusi kita itu satu gerak cepat, satu gerak cepat. dan saya sendiri saudara-saudara, kadang-kadang tidak tidur, saya kerja terus, lha kok saudara-saudara enak-enak! Nou zeg, die Bung Karno kan wachten. kalau berkata, Bung Karno kan wachten masih tidak jadi apa. Nou zeg, presiden kan wachten. Masya Allah, Presiden kan wachten , Presiden boleh menunggu ini anggapan apa, saudara-saudara? maka saya marah pada saudara-saudara!
Perhatikan amanat saya ini.
Terima kasih.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar