KETERANGAN TENTANG "PEMBANGUNAN NASIONAL" DAN NASIONALISASI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN VITAL

Diposting oleh poentjak harapan on Sabtu, 17 Maret 2012


 Dengan adanya persetujuan KMB modal besar asing mendapat bantuan yang sangat besar dari suatu pemerintah "nasional" yang bisa digunakan untuk menutupi eksploitasi atas kekayaan alam dan Rakyat Indonesia dengan semboyan-semboyan "nasional".

Pemerintah dan majikan modal besar asing berusaha mengabui mata Rakyat dengan omongan-omongan tentang "pembangunan nasional". Dengan semboyan "pembangunan nasional" mereka mengadakan ofensif ekonomi terhadap klas buruh. Mereka katakan, bahwa kekurangan barang yang diderita Rakyat sekarang, bahwa harga mahal yang mesti dibayar oleh Rakyat dan bahwa bahaya inflasi, adalah karena aksi-aksi kaum buruh. Mereka tuduh kaum buruh a-nasional (tidak bersifat nasional), mereka tuduh massa kaum buruh sebagai "komunis" dan sebagai tukang "main politik", mereka tuduh kaum buruh sebagai alat "kekuasaan asing", sebagai alat "Moskow", alat "RRT", dan sebagainya. Pemerintah dan majikan modal besar asing mempermainkan sentimen dan belum-mengertinya klas-tengah (kaum pengusaha nasional) dengan, menerangkan, bahwa tindakan-tindakan yang diambil oleh pemerintah terhadap kaum buruh dan Rakyat umumnya, akan mempertinggi prestasi kerja, akan meningkatkan produksi dan mendatangkan kemakmuran. Oleh karena itu pemerintah berseru kepada Rakyat supaya membantu rencana-rencana dan tindakan-tindakan pemerintah.
Kita harus kupas propaganda yang menyesatkan ini. Propaganda ini bertujuan untuk melemparkan beban krisis kepada kaum buruh dan Rakyat Indonesia, supaya untuk kepentingan majikan-majikan imperialis (modal besar asing) kaum buruh suka memperpanjang waktu kerja, kaum buruh suka menerima upah rendah atau lebih rendah, kaum buruh suka bekerja setengah mati guna mempertinggi prestasi kerja, supaya kaum buruh (termasuk pegawai-pegawai negeri) menerima saja kalau dijatuhkan "rasionalisasi" dan massa-ontslag atas dirinya, karena toh semuanya ini untuk "pembangunan nasional". Kita harus telanjangi tipuan-tipuan dari kaum imperialis dan kaki tangannya ini dengan menerangkan, bahwa produksi merosot sama sekali bukan karena tuntutan-tuntutan dan aksi-aksi kaum buruh, tetapi produksi merosot adalah bersumber pada hak-milik secara kapitalis atas alat-alat produksi vital (perkebunan, pertambangan, transport, dsb.) dan disebabkan oleh adanya krisis kapitalisme yang juga menimpa Indonesia karena Indonesia tidak memisahkan diri dari sistim kapitalisme dunia yang sudah berada dalam krisis umum yang makin mendalam dan yang sedang sekarat. Kita harus terangkan, bahwa satu-satunya jalan untuk mempertinggi produksi hanyalah dengan jalan menasionalisasi alat-alat produksi vital dan dengan membuang tujuan-cari-untung secara kapitalis dari alat-alat produksi tersebut. Kita wajib mengingatkan kepada Rakyat supaya tidak terjebak oleh rencana-rencana pembangunan imperialis, yang pada hakekatnya tidak lain daripada rencana bikin-laba yang tidak terbatas dan sebagai persiapan untuk perang dunia yang baru. Kita tidak mungkin ikut di dalam pembikinan dan pelaksanaan rencana produksi, dimana sistim imperialis masih berkuasa dan sistim bikin-laba yang tidak terbatas masih tidak diganggu-gugat. Kita harus tunjukkan, bahwa justru cara-cara modal besar asing dan pemborosan oleh pemerintah itulah yang sebenarnya membikin prestasi kerja menjadi rendah, membikin produksi menjadi merosot, membikin mahal harga barang dan yang menimbulkan inflasi. Rencana-rencana imperialis tidak bisa lain daripada menuju krisis yang lebih dalam dan menuju kemerosotan produksi yang sangat cepat. Untuk mengatasi krisis yang makin mendalam ini sudah ada tanda-tanda bahwa sistim kerja paksa mau dijalankan lagi di Indonesia. Massa-ontslag di kalangan kaum buruh dan "rasionalisasi" di kalangan tentara telah menimbulkan barisan penganggur yang hebat, dan ini telah membikin lebih merosot harga tenaga buruh, dan ini merupakan syarat untuk adanya kerja paksa. Kaum penganggur yang makin banyak jumlahnya ini bukannya diberi pekerjaan dengan membuka lapangan industri yang luas, dan bukan diberi sokongan untuk sekedar mempertahankan hidupnya selama menunggu mendapat pekerjaan, tetapi sebagian demi sebagian mereka dikirim sebagai kuli biasa atau dalam ikatan tentara ke tempat-tempat di luar Jawa, dimana tidak ada tanda-tanda bahwa nasib mereka akan menjadi baik. Yang terang ialah bahwa di tempat-tempat yang baru itu sama sekali tidak ada pembangunan yang sesungguhnya, disana tidak ada pembukaan industri-industri besar atau pertanian-pertanian negara yang luas. Yang mereka hadapi pada umumnya tidak beda dengan apa yang di zaman penjajahan Belanda dulu dihadapi oleh kuli "kontrak Deli" atau oleh kaum "kolonisasi Lampung". Pengembalian zaman "kontrak Deli" dan "Kolonisasi Lampung" di zaman "merdeka" sekarang ini dibalut dengan semboyan "untuk pembangunan nasional" atau "untuk pembangunan negara".
Kita harus jelaskan, bahwa tidak mungkin ada pembangunan nasional dan tidak mungkin ada reorganisasi produksi jika tidak dilakukan nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan vital dan jika tidak dilaksanakan industrialisasi, jika tidak dilikwidasi peraturan-peraturan kolonial, jika tidak dijalankan program Demokrasi Rakyat dan jika tidak diberikan upah serta jaminan yang layak kepada kaum buruh. Orang-orang pemerintah dan majikan-majikan imperialis sering dan terus-menerus mengatakan, bahwa nasionalisasi perusahaan vital adalah rencana yang terlalu umum, yang abstrak, yang tidak praktis dan tidak menguntungkan kepentingan umum, pendeknya, adalah sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan. Ini adalah juga tipuan kaum imperialis dan kaki tangannya yang tidak masuk akal dan harus kita tentang keras, ini adalah propaganda imperialis dan kaki tangannya yang hendak membodohkan kaum buruh dan Rakyat.
Oleh karena itu, menganjurkan kepada kaum buruh untuk bekerja lebih keras dan lebih lama, untuk memproduksi lebih banyak guna rencana-rencana modal besar asing, dimana kaum buruh dan massa pekerja lainnya sedang dalam perjuangan yang pahit untuk mengatasi tingkat hidup yang bertambah buruk, adalah anjuran yang mengorbankan kaum buruh untuk kepentingan-kepentingan imperialis. Mereka yang menganjurkan ini tidak lain daripada imperialis sendiri, kaki tangan imperialis atau orang-orang yang mungkin jujur akan tetapi sudah menjadi korban propaganda imperialis. Kita harus menelanjangi dan membuka kedok rencana-rencana imperialis, kita harus mengadakan perlawanan terhadap semua pukulan-pukulan imperialis dan agen-agennya, dan dengan gagah berjuang terus supaya dijalankan nasionalisasi atas perusahaan-perusahan vital, supaya dijalankan kontrol atas keuntungan-keuntungan, supaya dilaksanakan upah dan jaminan sosial yang layak, supaya dijalankan Undang-undang 40 jam-kerja seminggu, dsb. sebagai ganjaran pada kaum buruh yang ambil bagian penting dalam mengorganisasi produksi. Kita harus tentang dengan keras tiap-tiap pikiran yang mengatakan bahwa nasionalisasi dan lain-lainnya itu adalah tidak kongkrit, tidak praktis dan tidak menguntungkan umum. Nasionalisasi, kontrol atas keuntungan, upah dan jaminan sosial yang layak, 40 jam-kerja seminggu, dsb. itu adalah kongkrit, praktis dan menguntungkan umum. Yang dirugikan oleh semuanya ini hanyalah imperialis dan kaki tangannya yang sudah menjalin kepentingannya menjadi satu dengan kepentingan imperialis (kaum komprador atau kaum agen imperialis).
Orang-orang pemerintah sering menerangkan, bahwa negara tidak mempunyai uang untuk melaksanakan nasionalisasi. Ini adalah keterangan yang sangat lucu dan mentertawakan. Bukankah justru untuk mendapat uang guna mengisi kas negara perlu dilaksanakan nasionalisasi atas perusahaan-perusahan vital, jadi jangan dibalik, seolah-olah nasionalisasi yang membikin kosong kas negara. Dan keterangan ini merupakan selimut untuk menutupi pendirian anti-nasionalisasi serta menunjukkan pengertian nasionalisasi secara kapitalis yang tidak merugikan kapitalis monopoli-monopoli. Keterangan yang menyesatkan ini juga harus ditelanjangi.
Adanya pendapat yang menganggap bahwa mempopulerkan soal nasionalisasi perusahaan vital sebagai sesuatu yang abstrak, yang tidak kongkrit, tidak praktis dan tidak menguntungkan umum, adalah pendapat reformis dan reaksioner. Pendapat demikian itu mesti ditentang. Perjuangan kita untuk mencapai tuntutan bagian-bagian (partial demands, deeleisen) haruslah dipimpin oleh pengertian Marxis yang tepat, yaitu bahwa tidak mungkin hasil tuntutan bagian bisa stabil dalam zaman krisis seperti sekarang ini. Stabilitas hanya mungkin jika kita bisa mengalahkan sama sekali semua ofensif kapitalis. Oleh karena ltu, disamping menerima hasil-hasil tuntutan bagian yang bisa sekedar mengentengkan beban kaum buruh, kita minta kepada kaum buruh supaya senantiasa waspada dan siap untuk menghadapi ofensif-ofensif kapitalis, dan supaya siap untuk terus berjuang guna tuntutan-tuntutan pokok mereka, yaitu tuntutan nasionalisasi perusahaan-perusahaan vital, kontrol atas keuntungan, upah dan jaminan yang layak.
Dan bersamaan dengan tuntutan untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan vital, harus kita jelaskan pada kaum buruh dan seluruh Rakyat, bahwa nasionalisasi akan tidak ada artinya jika ia dilaksanakan oleh suatu negara yang sudah seutuhnya mengabdikan diri pada monopoli-monopoli Belanda dan Amerika, karena dalam keadaan demikian nasionalisasi tidak lain daripada sesuatu yang hanya mengabdi kepentingan kapitalis semata-mata. Jadi, tuntutan nasionalisasi tidak bisa dipisahkan dari perjuangan politik untuk memisahkan negara dari modal monopoli asing. Tetapi selama keadaan politik memungkinkan, tindakan-tindakan nasionalisasi sebagai pelaksanaan tuntutan bagian daripada seluruh bangsa, mempunyai arti yang besar untuk menghidupkan kembali ekonomi yang sudah dirusak oleh restriksi-restriksi (pembatasan-pembatasan) kapitalis monopoli-monopoli dan yang sudah dibinasakan oleh pendudukan fasis Jepang dalam perang dunia kedua. 

SUMBER: KEWAJIBAN FRONT PERSATUAN BURUH BAB II
 Penerbit Yayasan “Pembaruan”
Jakarta, Juli 1952.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar