Amanat–Indotrinasi
Presiden Soekarno, pada pembukaan Kursus Kilat Kader Nasakom, 1 Juni 1965, di
Istora Senayan, Jakarta.
Indonesia
inilah yang di dalam Konperensi Negara-negara Non-Aliged, negara-negara netral
di Beograd, Belgrado, ibukota Yugoslavia, dan kemudian di Kairo, ibu kota
Republik Persatuan Arab, Indonesia ini yang pertama mengatakan di hadapan di
seluruh dunia, Indonesia tidak bisa hidup secara peaceful coexistence dengan
kaum imperialis, tidak bisa! Antara imperialisme dan revolusi Indonesia, antara
imperialisme dan negeri-negeri atau rakyat-rakyat yang diimperialisi oleh
imperialisme tidak bida, tidak mungkin ada peaceful coexistence, tetapi yang
ada perjuangan, pertempuran mati-matian. Mana lu punya dada, ini dadaku! Hanya
demikian, saudara-saudaraku, sikap kita yang pantas terhadap imperialis. Jadi,
Indonesialah yang pertama-tama berani menyangkal slogan yang sudah berpuluh
tahun didengung-dengungkan di dunia ini, yaitu peaceful coexistence, peaceful
coexistence. Indonesia dengan tidak tedeng aling-aling berkata: Tidak, tidak
bisa peaceful coexistence dengan imperialis. Oleh karena itu, Indonesia
sekarang ini yang paling dicap sebagai enemy number one, musuh nomor satu,
apalagi Indonesia ini, saudara-saudara, makin lama makin mempengaruhi
rakyat-rakyat Asia, Afrika, bahkan Latin Amerika, bahkan rakyat-rakyat lain di
luar Asia, Afrika dan Latin Amerika itu.
Dulu,
saudara-saudara, tatkala kita mengadakan A-A pertama di Bandung, uuh, waktu itu
ya, kaum imperialis itu seperti acuh tak acuh, mula-mula dianggapnya Konperensi
Asia-Afrika di Bandung itu seperti itu, ini perkataan kaum imperialis, een
theepartijtje; theepartijtje yaitu semacam, yaaa kumpulan minum-minum bersama.
Baca piato saya pada pembukaan A-A pertama di Bandung tahun ‘55, di situ saya
berkata: janganlah Konperensi A-A ini menjadi apa yang dikira oleh kaum
imperialis semacam theepartijtje—kalau bahasa damesnya ialah thee-kransje—tidak,
jadikanlah A-A ini satu usaha untuk menggabungkan tenaga-tenaga A-A,
tenaga-tenaga Asia-Afrika di dalam lapangan perjuangan menentang imperialisme
untuk mengadakan dunia baru tanpa exploitation de l’homme par l’homme dan
exploitation de nation par nation.
Nah
ini, saudara-saudara, mula-mula oleh kaum imperialis di…, heh,… diangkat pundak
mereka itu, biar mereka berkaok-kaok, tidak dianggap serius oleh kaum
imperialis, tapi ternyata A-A makin kuat, makin teguh, makin kuat, makin teguh;
semangat Bandung, Dasasila Bandung, makin makan sedalam-dalamnya di dalam hati
sanubari rakyat-rakyat Asia-Afrika bukan saja, tetapi masuk ke dalam hatinya,
sanubarinya, keyakinan politiknya, tekad perjuagannya, rakyat-rakyat di Amerika
Latin. Baru mereka itu menjadi sadar, A-A ini adalah satu bahaya.
Oleh
karena itu, pada waktu dasawarsa, saudara-saudara, saya pernah berkata,
ho-ho-ho, engkau tidak tahu, saudara-saudara, pada waktu itu pating seliver di
Jakarta ini cecunguk-cecunguk kaum imperialis. Ada cecunguk yang kulit putih,
ada cecunguk yang kulit sawo matang, kulit sawo matang yang seperti kamu itu,
saudara-saudara. Tahu artinya cecunguk? Kata orang Jawa, coro … (seorang
hadirin berteriak : Kakkerlak! —Red.) ... ya, Kakkerlak. Diawaskan,
diperhatikan Dasawarsa, dan di situ mereka makin yakin, waah ini, A-A ini makin
lama makin jadi bahaya. Apalagi sesudah saya, atas nama rakyat Indonesia
mengucapkan pidato saya di gedung ini, di sana yaitu pidato pembukaan perayaan
Dasawarsa A-A di Jakarta. Mereka berkata, wah-wah-wah, bukan saja Indonesia
berbahaya, membahayakan kita—kita ini nekolim—tetapi Soekarno inilah yang
paling berbahaya.
Oleh
karena itu, tadi dikatakan oleh Pak Chairul Saleh, agar jangan sampai Soekarno
bisa menguasai nanti, mempengaruhi A-A kedua di Aljazair, kalau bisa bunuh dia!
Dan seperti tadi Pak Chairul Slaeh berkata, bukan saja Soekarno, juga Pak Yani,
Pak Subandrio, dan pemimpin-pemimpin yang lain. Yah saudara-saudara,
sebagiamana biasa aku, punya perisai yang paling utama, ialah Allah SWT.
Lima-enam kali saya dicoba dibunuh. Coba ya, ada yang mencoba dengan granat,
ada yang mencoba dengan mortir, ada yang mencoba dari kapal udara, dimitralyur,
tetapi berkat perlindungan Allah SWT aku selalu selamat.
Saudara-saudara,
dan seperti pernah kukatakan pula beberapa hari yang lalu di hadapan para
penglima, mereka punya rencana itu, saudara-saudara, sedapat mungkin sebelum
Aljazair, Soekarno, Yani, Subandrio cs. dibunuh. Kalau tidak bisa, sesudah
Aljazair ini akan diadakan limited attack, limited itu artinya terbatas, bukan
kecil-kecilan, tetapi yang terbatas, bukan hantam seluruhnya, tetapi ya,
sebagian, limited. Attack artinya gempuran, serangan. Sesudah Aljazair
dirancangkan, diadakan limited attack kepada Indonesia , dan kalau ada limited
attack itu, tentu sedikit kaca, pikir mereka. Dalam kekacauan itu antek-antek
imperialis yang ada di dini akan bertindak menggulingkan Soekarno, Soebandrio,
Yani cs.
Jikalau
perjuangan kita ini memang perjuangan yang diridoi Tuhan—dan aku percaya,
saudara-saudara, bahwa perjuangan kita ini diridoi Tuhan—insya Allah SWT, Tuhan
pun akan melindungi kita, menjaga kita di dalam hal ini. Dan bukan saja itu,
bukan karena diridohi Tuhan, saudara-saudara, insya Allah SWT, tetapi juga
jikalau bangsa Indonesia tetap kompak, tetap bersatu, tetap waspada, tetap
bernasakom, insya Allah, meskipun mereka mengadakan serangan yang bagaimanapun
juga, kita hantam kembali serangan itu, hancur-lebur serangan dari musuh itu.
Ya, tanpa tedeng aling-aling, kita ini tidak mau akan ini dan itu, tidak,
tetapi kalau mau gontok-gontokan, ya, ini dadaku, mana dadamu! dan aku bisa
berkata demikian oleh karena kita ini berdiri di atas Persatuan Rakyat
Indonesia, gabungan, semenbundeling daripada progressief-revolutionnaire
krachten di dalam kalangan bangsa Indonesia ini, dari sabang sampai Merauke.
Lihat-lihat, saudara-saudara, apa dayanya kaum imperialis di Vietnam? Kita ini
105 juta, saudara-saudara, Vietnam itu berapa? tidak ada seperlima rakyat
Indonesia, en toch, saudara-saudara, kaum imperialis babak-benjut di Vietnam.
Apa sebab? Rakyat Vienam bersatu, rakyat Vietnam kompak bersatu, rakyat Vietnam
kompak berkata “sekali merdeka, tetap merdeka!” dan pertahankan kemerdekaan itu
habis-habisan!
Dulu,
saudara-saudara, tatkala Dasawarsa diadakan disini, Perdana Menteri Pham Van Dong
pernah mengumpulkan beberapa pemimpin Asia-Afrika di Istana Bogor, dan di situ
Pham Van Dong berkata kepada mereka, kepada pemimpin-pemimpin Asia-Afrika yang
dikumpulkan di Istana Bogor itu: saudara-saudara, kami pasti menang! Apa sebab
kami pasti menang, kata Pham Van Dong, yaitu perdana menteri Vietnam, oleh
karena kami kompak bersatu, dan bukan saja kompak bersatu, kami mempunyai tekad
untuk berjuang bagaimanapun juga, kami mempunyai tekad untuk menderita, untuk
berkorban, jikalau perlu dengan jiwa raga kami, untuk mempertahankan
kemerdekaan yang telah kami proklamirkan tahun’45 itu. Chou En Lay pada waktu
itu juga bicara, apakah kata Chou En Lay? sesudah mengucapkan kekaguman beliau
terhadap Indonesia? Dan memang seperti dikatakan oleh Pak Chairul Saleh tadi,
Indonesia sedang dipandang tinggi oleh negara Asia dan Afrika. Apa yang
dikatakan oleh Chou En Lay? kekaguman Chou En Lay ialah, sebagaimana juga
rakyat RRC, sebagaimana juga rakyat Vietnam, rakyat Indonesia berani juga
berrevolusi. Dan memang kita berani berrevolusi.
Berrevolusi
itu apa, saudara-saudara? Bukan minum Teh dan makan kue yang manis di bawah
sinar bulan purnama, tidak, berrevolusi artinya berjuang, berrevolusi artinya
berkorban, berrevolusi itu artinya menggempur, dan jikalau perlu digempur.
Rakyat RRC berani berrevolusi, rakyat Vietnam berani berrevolusi. Demikian pula
kata Chou En Lay, rakyat Indonesia berani berrevolusi. Oleh karena itu,
Indonesia sekarang ini menjadi mercusuar perjuangan rakyat-rakyat Asia-Afrika.
Ya, kita semuanya berani berrevolusi, sampai kepada ibu-ibu dan adik-adik yang
duduk di sini, yang bajunya indah-indah, semuanya berani berrevolusi.
Ya,
kita sekarang ini berbaju baik, belum semuanya kita berbaju baik, tetapi sudah
lebih baiklah daripada waktu kita mengadakan negara Republik Indonesia. Ya, di
luar orang berkata : Hh, Indonesian people going about in rags, artinya rakyat
Indonesia itu pakaiannya compang-camping, going about in rags. Indonesian
people starving, rakyat Indonesia hampir mati kelaparan. Ya, bohong, di samping
kebohongan lain-lain, Indonesia chaos, kacau, Indonesia on the verge of
collapse itu artinya di pinggir jurang kehancuran. Bohong! Ya betul, kita pada
sekarang ini belum semuanya berpakaian indah permai, seperti dicita-citakan
dalam Ampera, tetapi lihat, Lihat! (Presiden lalu menyanyi—Red).
Siapa bilang aku dari Malang,
Aku ini dari Bangkalan,
Siapa bilang kita kurang sandang,
Wanita kita cukup pakaian.
(Hadirin
ikut menyanyikan refrein lagu “Bersukaria”—Red.).
Bung Aidit dari PKI mengatakan,
saking banyaknya pangan yang ada di suatu tempat, ada gili-gili jebol. Yang
dipakai oleh rakyat di situ untuk menutup gili-gili jebol itu apa? Singkong,
saking banyaknya singkong, singkong dipakai menutup gili-gili.
Siapa bilang saya dari Blitar,
saya ini anak Prambanan,
Siapa bilang kita lapar,
Indonesia cukup makanan.
(Hadirin menyanyikan refrein lagu
“Bersukaria”—Red.).
Siapa bilang ini soto sembarang soto,
Ini soto, soto babat,
Siapa bilang aku ke Tokyo,
Lebih baik tinggal di kalangan Rakyat.
(Disambut
lagi oleh hadirin dengan refrein “Bersukaria”—Red.).
Kita
bisa begini ini karena apa? Karena kita merdeka. Lha, kita bisa mempertahankan
kemerdekaan itu karena apa? Persatuan Indonesia yang bulat berporoskan Nasakom.
Nah
ini, ini, ini yang tidak diketahui, diinsafi oleh imperialis, bahwa kekuatan
kita di sinilah. Mereka itu selalu menuduh kita ini-itu, ini-itu, mereka tidak
menginsafi bahwa kita kuat, kita tidak bisa dihantam, kita, dalam bahasa
inggrisnya “invisible.” invisible artinya tidak bisa diikalahkan, karena kita
kompak bersatu mengadakan pengabungan, samen bundeling dari semua
progresief-revolutionnaire krachten.
Kemarin
dulu saya baca artikel, artikel yang ditulis oleh seorang Amerika yang ternama,
namanya Roger Hilsman, Roger Hilsman. Ini Roger Hilsman menjalankan
pemerintahannya, pemerintah Amerika, pemerintah Amerika yang sekarang ini
sedang kepletes—apa bahasa Indonesianya kepletes ini? —Kepletes di Vietnam. Ya,
kalau kejepit itu cuma begini, tapi kepletes itu... kepletes, bahasa
inggrisnya, bogged. Saudara simo Rangkir, what is bog? lumpur yang ... kepletes
di Vietnam, dan Roger Hilsman berkata, kepletes di Vietnam, oleh karena Amerika
berani-berani berperang dengan Vietnam tanpa mengetahui hikmat-hikmatnya
peperangan gerilia. Dikira peperangan gerilia itu peperangan gampang,
saudara-saudara. Dikira peperangan gerilia itu gampang ditindas, padahal tidak.
Nah, buktinya Vietnam. Meskipun datang di Vietnam dengan kapal perang, kapal
induk, kapal udara, bomber-bomber jet dengan guided missiles, toh tidak bisa
mengalahkan gerilia di Vietnam itu, malahan kepletes.
Nah,
Roer Hilsman berkata, satu kesalahan besar dari pemimpin, pemerintah Amerika
Serikat, ialah tidak mengerti hikmatnya peperangan gerilia. And that is bad,
kata Hilsman, that is bad, yaitu jelek sekali, salah sekali. Tetapi Roger
Hilsman juga berkata, Amerika membuat kesalahan yang lebih besar dari itu, satu
kesalahan lebih besar daripada tidak mengeti hikmatnya perang gerilia, yaitu
tidak mengerti bahwa di Asia, Afrika, dan Latin Amerika itu sekarang sedang
berkobar-kobar dan makin tinggi kobarnya, nasionalisme, rasa cinta kepada tanah
air, rasa cinta kepada bangsa, rasa cinta kepada kemerdekaan. Tidak mengerti
bahwa di Asia-Afrika sekarang ini sedang hidup satu alam pemikiran, satu alam pemerasaan
baru, yang saya sendiri di dalam pidato saya tahun ‘56 di Washington
menamakannya the period of nationalism.
Saya
berkata di Washington pada waktu itu : Ingat, he rakyat Amerika, kami bangsa
Asia—pada waktu itu aku belum berkata Asia-Afrika—kami bangsa Asia sekarang ini
sedang hidup di dalam period of nationalism. Jikalau engkau tidak mengerti
nationalism kami ini, saya berkata, meskipun engkau tumpahkan dolar-dolar
sejumlah air di Niagara—ya, saya berkata itu, seperti air di Niagara, gemrodjog
terus-menerus, dolar, dolar, dolar, di Asia—engkau tidak bisa mengambil hatinya
rakyat Asia, jikalau engkau tidak bisa mengerti nasionalisme Asia ini. Ini aku
telah memperingatkan di dalam tahun ‘56, saudara-saudara, di Amerika sendiri,
di hadapan pemimpin-pemimpin Amerika sendiri, baik di Washington maupun New
York. Nah, ini diulang oleh Roger Hilsman, Amerika ternyata tidak mengerti hal
ini, tidak mengerti bahwa asia, Afrika, latin Amerika sekarang ini hidup di
dalam alamnya nasionalisme. Dan Roger Hilsman berkata, manakala ia tadi
berkata, tidak mengeri gerilia adalah bad, bad, salah, kalau tidak mengerti
nasionalisme Asia-Afrika, it is worst. Worst itu lebih jahat lagi, lebih salah
lagi, lebih keblinger lagi.
Nah
ini, saudara-saudara, memang Amerika, inggris tidak mengerti akan nasionalisme
kita, tidak mengerti akan nasionalisme Asia, tidak mengerti akan nasionalisme
Afrika, tidak mengerti akan nasionalisme Latin Amerika. Saudara-saudara,
misalnya A-A, bandung, Dasawarsa A-A, itu tak lain dan tak bukan adalah
pengutaraan nasionalisme kita, nasionalisme Indonesia, Nasionalisme Asia,
Nasionalisme Afrika. Oleh karena itu, nanti di Aljazair, saudara-saudara, bulan
Juni ini, insya Allah SWT, di situ kita akan melihat juga meledaknya, lebih
meledaknya Nasionalisme Asia-Afrika ini, saudara-saudara.
Lha
ini, worst, lebih celaka lagi, ndak dimengerti oleh pihak Nekolim; sekarang
malahan mereka sudah berusaha segala macam usaha, saudara-saudara, untuk
menggagalkan Konperensi Asia-Afrika kedua di Aljazair itu. Mereka hendak
menggagalkan, oleh karena mereka tidak mengerti bahwa nasionalisme Asia-Afrika
toh akan hidup, toh akan menjalar, toh akan berkobar-kobar, sebagaimana orang
tidak bisa menahan terbitnya matahari, saudara-saudara, jikalau orang hendak
menahan pula terbitnya, menaiknya nasionalisme di Asia dan Afrika. Apalagi
sesudah kita, saudara-saudara, dengan tidak tedeng aling-aling juga berkat,
tahun muka insya Alla SWT di Indonesia akan diadakan Conefo, Nasakom
internasional, kataku. Apa sebab Nasakom Internasioanal? Oleh karena di dalam
Conefo itu akan kita kumpulkan insya Allah SWT ya negara-negara nasionalis, ya
negara-negara agama, ya negara-negara komunis, semua negara-negara yang anti
imperialis. Kita kumpulkan di dalam Conefo di Jakarta, saudara-saudara. Ha, makin,
makin gemetar lagi, saudara-saudara, pihak imperialis. Kalau Conefo terjadi,
celaka mereka itu. Oleh karena itu, dari sekarang pun mereka hendak mencoba
menggagalkan Conefo itu. Tetapi, saudara-sudara, oleh karena itu, kita, sekali
lagi kita yang mengambil inisiatif, oleh karena itu, sekali lagi kita yang akan
memberi tempat kepada Conefo yang pertama, yaitu di Jakarta, di dekat gelora
“Bung Karno” ini, maka menjadi kewajiban seluruh rakyat Indonesia, baik dari
NAS, maupun dari A, maupun dari KOM, untuk menyelamatkan Conefo ini, untuk
menjaga agar Conefo ini tidak gagal.
Hai
kader Nasakom, hai kader Nasakom, engkau juga Conefo! Hai kader Nasakom, engkau
jaga Conefo, jaha Conefo, jaga Conefo, jangan Conefo gagal! Conefo adalah
puncak dari kita punya kemenangan, puncak dari revolusi Indonesia. Dan
percayalah engkau, bahwa Conefo akan bisa berjalan? Percayakah engkau, Nasakom
adalah benar? Percayakah engkau, bahwa pancasila adalah dasar yang benar?
Percaya, sekali lagi percayalah, bahkan aku tadi berkata lebih daripada hakkul
yakin, percayalah!
Aku
pernah menggambarkan satu kejadian mengenai hal kepercayaan. Pada satu hari
Nabi—kalau boleh dikatakan Nabi—Ku Fu Tze, Kong Hu Tju, didatangi seorang
muridnya. Murid Kong Hu Tju bertanya: Ya Tuanku, apakah syarat bagi sesuatu
bangsa menjadi kuat? Syaratnya apa supaya sesuatu bangsa menjadi kuat, sentosa,
teguh? Kong Hu Tju menjawab: syaratnya ada tiga. Satu: satu tentara yang kuat:
bangsa itu supaya kuat harus mempunyai tentara yang kuat. Dua: bangsa ini harus
cukup sandang, cukup pangan, syarat nomor dua. Syarat ketiga: bangsa ini harus
mempunyai kepercayaan, kepercayaan bahwa dia bisa berdiri teguh. Sang murid
menanyakan kepada Kong Hu Tju: kalau dari tiga syarat ini, tentara,
sandang-pangan, kepercayaan, salah satu harus ditinggalkan, dibuang, mana yang
Tuanku akan buang lebih dahulu? Kong Hu Tju menjawab: buanglah tentara ini.
Rakyat tanpa tentara yang kuat, asal sandang-pangannya cukup, asal mempunyai
kepercayaan, bangsa itu akan tetap berdiri. Dan sang murid mengejar lagi kepada
guru, tanya lagi: Ya Tuanku, dari dua syarat ini, sandang pangan yang cukup dan
kepercayaan, kalau harus ditinggalkan satu dari pada dua ini, mana Tuanku akan
tinggalkan? Kong Hu Tju menjawab: aku akan tinggalkan sandang-pangan yang cukup;
tidak perlu sandang-pangan melimpah-limpah, pangan bisa dikurangi, sandang bisa
dikurangi, tetapi kepercayaan tidak boleh dikurangi. Satu bangsa yang tidak
mempunyai kepercayaan, tidak akan hidup selama-lamanya. Satu bangsa tanpa
kepercayaan, tidak dapat berdiri!
Lha aku
sekarang menanya kepadamu, hai kader Nasakom, engkau hai kader Nasakom, engkau
mempunyai kepercayaan atau tidak, mempunyaikah engkau kepercayaan, kepercayaan,
kepercayaan, bahwa Rakyat Indonesia ini bisa menjadi kuat, negara Republik Indonesia
menjadi kuat? Jikalau engkau tidak mempunyai kepercayaan yang demikian itu dari
sekarang, sebenarnya, saudara-saudara, telah gugur engkau punya keyakinan.
Tetapi manakal engkau mempunyai kepercayaan itu, segala hal bisa keluar,
saudara-saudara. Dari tangannya satu bangsa yang mempunyai kepercayaan, bisa
keluar tentara yang kuat, dari satu bangsa yang mempunyai kepercayaan,
sandang-pangan bisa ngagorolong, keluar dengan melimpah-limpah. Tetapi satu
bangsa yang tidak mempunyai kepercayaan, saudara-saudara, bangsa yang demikian
itu telah mandek di tengah jalan.
Oleh
karena itu, amanatku pada hari ini kepada kamu sekalian ialah terutama sekali,
percayalah, percaya kepada diri bangsamu sendiri, percaya kepada Pancasila,
percaya kepada benarnya Nasakom, percaya bahwa perjuangan kita ini adalah
perjuangan yang benar dan yang pasti akan berhasil.
Sekian, terima kasih.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar