Percayalah Pada Benarnya NASAKOM! [2]

Diposting oleh poentjak harapan on Minggu, 18 Maret 2012

Amanat–Indotrinasi Presiden Soekarno, pada pembukaan Kursus Kilat Kader Nasakom, 1 Juni 1965, di Istora Senayan, Jakarta.


Indonesia inilah yang di dalam Konperensi Negara-negara Non-Aliged, negara-negara netral di Beograd, Belgrado, ibukota Yugoslavia, dan kemudian di Kairo, ibu kota Republik Persatuan Arab, Indonesia ini yang pertama mengatakan di hadapan di seluruh dunia, Indonesia tidak bisa hidup secara peaceful coexistence dengan kaum imperialis, tidak bisa! Antara imperialisme dan revolusi Indonesia, antara imperialisme dan negeri-negeri atau rakyat-rakyat yang diimperialisi oleh imperialisme tidak bida, tidak mungkin ada peaceful coexistence, tetapi yang ada perjuangan, pertempuran mati-matian. Mana lu punya dada, ini dadaku! Hanya demikian, saudara-saudaraku, sikap kita yang pantas terhadap imperialis. Jadi, Indonesialah yang pertama-tama berani menyangkal slogan yang sudah berpuluh tahun didengung-dengungkan di dunia ini, yaitu peaceful coexistence, peaceful coexistence. Indonesia dengan tidak tedeng aling-aling berkata: Tidak, tidak bisa peaceful coexistence dengan imperialis. Oleh karena itu, Indonesia sekarang ini yang paling dicap sebagai enemy number one, musuh nomor satu, apalagi Indonesia ini, saudara-saudara, makin lama makin mempengaruhi rakyat-rakyat Asia, Afrika, bahkan Latin Amerika, bahkan rakyat-rakyat lain di luar Asia, Afrika dan Latin Amerika itu.
Dulu, saudara-saudara, tatkala kita mengadakan A-A pertama di Bandung, uuh, waktu itu ya, kaum imperialis itu seperti acuh tak acuh, mula-mula dianggapnya Konperensi Asia-Afrika di Bandung itu seperti itu, ini perkataan kaum imperialis, een theepartijtje; theepartijtje yaitu semacam, yaaa kumpulan minum-minum bersama. Baca piato saya pada pembukaan A-A pertama di Bandung tahun ‘55, di situ saya berkata: janganlah Konperensi A-A ini menjadi apa yang dikira oleh kaum imperialis semacam theepartijtje—kalau bahasa damesnya ialah thee-kransje—tidak, jadikanlah A-A ini satu usaha untuk menggabungkan tenaga-tenaga A-A, tenaga-tenaga Asia-Afrika di dalam lapangan perjuangan menentang imperialisme untuk mengadakan dunia baru tanpa exploitation de l’homme par l’homme dan exploitation de nation par nation.
Nah ini, saudara-saudara, mula-mula oleh kaum imperialis di…, heh,… diangkat pundak mereka itu, biar mereka berkaok-kaok, tidak dianggap serius oleh kaum imperialis, tapi ternyata A-A makin kuat, makin teguh, makin kuat, makin teguh; semangat Bandung, Dasasila Bandung, makin makan sedalam-dalamnya di dalam hati sanubari rakyat-rakyat Asia-Afrika bukan saja, tetapi masuk ke dalam hatinya, sanubarinya, keyakinan politiknya, tekad perjuagannya, rakyat-rakyat di Amerika Latin. Baru mereka itu menjadi sadar, A-A ini adalah satu bahaya.
Oleh karena itu, pada waktu dasawarsa, saudara-saudara, saya pernah berkata, ho-ho-ho, engkau tidak tahu, saudara-saudara, pada waktu itu pating seliver di Jakarta ini cecunguk-cecunguk kaum imperialis. Ada cecunguk yang kulit putih, ada cecunguk yang kulit sawo matang, kulit sawo matang yang seperti kamu itu, saudara-saudara. Tahu artinya cecunguk? Kata orang Jawa, coro … (seorang hadirin berteriak : Kakkerlak! —Red.) ... ya, Kakkerlak. Diawaskan, diperhatikan Dasawarsa, dan di situ mereka makin yakin, waah ini, A-A ini makin lama makin jadi bahaya. Apalagi sesudah saya, atas nama rakyat Indonesia mengucapkan pidato saya di gedung ini, di sana yaitu pidato pembukaan perayaan Dasawarsa A-A di Jakarta. Mereka berkata, wah-wah-wah, bukan saja Indonesia berbahaya, membahayakan kita—kita ini nekolim—tetapi Soekarno inilah yang paling berbahaya.
Oleh karena itu, tadi dikatakan oleh Pak Chairul Saleh, agar jangan sampai Soekarno bisa menguasai nanti, mempengaruhi A-A kedua di Aljazair, kalau bisa bunuh dia! Dan seperti tadi Pak Chairul Slaeh berkata, bukan saja Soekarno, juga Pak Yani, Pak Subandrio, dan pemimpin-pemimpin yang lain. Yah saudara-saudara, sebagiamana biasa aku, punya perisai yang paling utama, ialah Allah SWT. Lima-enam kali saya dicoba dibunuh. Coba ya, ada yang mencoba dengan granat, ada yang mencoba dengan mortir, ada yang mencoba dari kapal udara, dimitralyur, tetapi berkat perlindungan Allah SWT aku selalu selamat.
Saudara-saudara, dan seperti pernah kukatakan pula beberapa hari yang lalu di hadapan para penglima, mereka punya rencana itu, saudara-saudara, sedapat mungkin sebelum Aljazair, Soekarno, Yani, Subandrio cs. dibunuh. Kalau tidak bisa, sesudah Aljazair ini akan diadakan limited attack, limited itu artinya terbatas, bukan kecil-kecilan, tetapi yang terbatas, bukan hantam seluruhnya, tetapi ya, sebagian, limited. Attack artinya gempuran, serangan. Sesudah Aljazair dirancangkan, diadakan limited attack kepada Indonesia , dan kalau ada limited attack itu, tentu sedikit kaca, pikir mereka. Dalam kekacauan itu antek-antek imperialis yang ada di dini akan bertindak menggulingkan Soekarno, Soebandrio, Yani cs.
Jikalau perjuangan kita ini memang perjuangan yang diridoi Tuhan—dan aku percaya, saudara-saudara, bahwa perjuangan kita ini diridoi Tuhan—insya Allah SWT, Tuhan pun akan melindungi kita, menjaga kita di dalam hal ini. Dan bukan saja itu, bukan karena diridohi Tuhan, saudara-saudara, insya Allah SWT, tetapi juga jikalau bangsa Indonesia tetap kompak, tetap bersatu, tetap waspada, tetap bernasakom, insya Allah, meskipun mereka mengadakan serangan yang bagaimanapun juga, kita hantam kembali serangan itu, hancur-lebur serangan dari musuh itu. Ya, tanpa tedeng aling-aling, kita ini tidak mau akan ini dan itu, tidak, tetapi kalau mau gontok-gontokan, ya, ini dadaku, mana dadamu! dan aku bisa berkata demikian oleh karena kita ini berdiri di atas Persatuan Rakyat Indonesia, gabungan, semenbundeling daripada progressief-revolutionnaire krachten di dalam kalangan bangsa Indonesia ini, dari sabang sampai Merauke. Lihat-lihat, saudara-saudara, apa dayanya kaum imperialis di Vietnam? Kita ini 105 juta, saudara-saudara, Vietnam itu berapa? tidak ada seperlima rakyat Indonesia, en toch, saudara-saudara, kaum imperialis babak-benjut di Vietnam. Apa sebab? Rakyat Vienam bersatu, rakyat Vietnam kompak bersatu, rakyat Vietnam kompak berkata “sekali merdeka, tetap merdeka!” dan pertahankan kemerdekaan itu habis-habisan!
Dulu, saudara-saudara, tatkala Dasawarsa diadakan disini, Perdana Menteri Pham Van Dong pernah mengumpulkan beberapa pemimpin Asia-Afrika di Istana Bogor, dan di situ Pham Van Dong berkata kepada mereka, kepada pemimpin-pemimpin Asia-Afrika yang dikumpulkan di Istana Bogor itu: saudara-saudara, kami pasti menang! Apa sebab kami pasti menang, kata Pham Van Dong, yaitu perdana menteri Vietnam, oleh karena kami kompak bersatu, dan bukan saja kompak bersatu, kami mempunyai tekad untuk berjuang bagaimanapun juga, kami mempunyai tekad untuk menderita, untuk berkorban, jikalau perlu dengan jiwa raga kami, untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kami proklamirkan tahun’45 itu. Chou En Lay pada waktu itu juga bicara, apakah kata Chou En Lay? sesudah mengucapkan kekaguman beliau terhadap Indonesia? Dan memang seperti dikatakan oleh Pak Chairul Saleh tadi, Indonesia sedang dipandang tinggi oleh negara Asia dan Afrika. Apa yang dikatakan oleh Chou En Lay? kekaguman Chou En Lay ialah, sebagaimana juga rakyat RRC, sebagaimana juga rakyat Vietnam, rakyat Indonesia berani juga berrevolusi. Dan memang kita berani berrevolusi.
Berrevolusi itu apa, saudara-saudara? Bukan minum Teh dan makan kue yang manis di bawah sinar bulan purnama, tidak, berrevolusi artinya berjuang, berrevolusi artinya berkorban, berrevolusi itu artinya menggempur, dan jikalau perlu digempur. Rakyat RRC berani berrevolusi, rakyat Vietnam berani berrevolusi. Demikian pula kata Chou En Lay, rakyat Indonesia berani berrevolusi. Oleh karena itu, Indonesia sekarang ini menjadi mercusuar perjuangan rakyat-rakyat Asia-Afrika. Ya, kita semuanya berani berrevolusi, sampai kepada ibu-ibu dan adik-adik yang duduk di sini, yang bajunya indah-indah, semuanya berani berrevolusi.
Ya, kita sekarang ini berbaju baik, belum semuanya kita berbaju baik, tetapi sudah lebih baiklah daripada waktu kita mengadakan negara Republik Indonesia. Ya, di luar orang berkata : Hh, Indonesian people going about in rags, artinya rakyat Indonesia itu pakaiannya compang-camping, going about in rags. Indonesian people starving, rakyat Indonesia hampir mati kelaparan. Ya, bohong, di samping kebohongan lain-lain, Indonesia chaos, kacau, Indonesia on the verge of collapse itu artinya di pinggir jurang kehancuran. Bohong! Ya betul, kita pada sekarang ini belum semuanya berpakaian indah permai, seperti dicita-citakan dalam Ampera, tetapi lihat, Lihat! (Presiden lalu menyanyi—Red).
Siapa bilang aku dari Malang,
Aku ini dari Bangkalan,
Siapa bilang kita kurang sandang,
Wanita kita cukup pakaian.
(Hadirin ikut menyanyikan refrein lagu “Bersukaria”—Red.).
Bung Aidit dari PKI mengatakan, saking banyaknya pangan yang ada di suatu tempat, ada gili-gili jebol. Yang dipakai oleh rakyat di situ untuk menutup gili-gili jebol itu apa? Singkong, saking banyaknya singkong, singkong dipakai menutup gili-gili.
Siapa bilang saya dari Blitar,
saya ini anak Prambanan,
Siapa bilang kita lapar,
Indonesia cukup makanan.
(Hadirin menyanyikan refrein lagu “Bersukaria”—Red.).
Siapa bilang ini soto sembarang soto,
Ini soto, soto babat,
Siapa bilang aku ke Tokyo,
Lebih baik tinggal di kalangan Rakyat.
(Disambut lagi oleh hadirin dengan refrein “Bersukaria”—Red.).
Kita bisa begini ini karena apa? Karena kita merdeka. Lha, kita bisa mempertahankan kemerdekaan itu karena apa? Persatuan Indonesia yang bulat berporoskan Nasakom.
Nah ini, ini, ini yang tidak diketahui, diinsafi oleh imperialis, bahwa kekuatan kita di sinilah. Mereka itu selalu menuduh kita ini-itu, ini-itu, mereka tidak menginsafi bahwa kita kuat, kita tidak bisa dihantam, kita, dalam bahasa inggrisnya “invisible.” invisible artinya tidak bisa diikalahkan, karena kita kompak bersatu mengadakan pengabungan, samen bundeling dari semua progresief-revolutionnaire krachten.
Kemarin dulu saya baca artikel, artikel yang ditulis oleh seorang Amerika yang ternama, namanya Roger Hilsman, Roger Hilsman. Ini Roger Hilsman menjalankan pemerintahannya, pemerintah Amerika, pemerintah Amerika yang sekarang ini sedang kepletes—apa bahasa Indonesianya kepletes ini? —Kepletes di Vietnam. Ya, kalau kejepit itu cuma begini, tapi kepletes itu... kepletes, bahasa inggrisnya, bogged. Saudara simo Rangkir, what is bog? lumpur yang ... kepletes di Vietnam, dan Roger Hilsman berkata, kepletes di Vietnam, oleh karena Amerika berani-berani berperang dengan Vietnam tanpa mengetahui hikmat-hikmatnya peperangan gerilia. Dikira peperangan gerilia itu peperangan gampang, saudara-saudara. Dikira peperangan gerilia itu gampang ditindas, padahal tidak. Nah, buktinya Vietnam. Meskipun datang di Vietnam dengan kapal perang, kapal induk, kapal udara, bomber-bomber jet dengan guided missiles, toh tidak bisa mengalahkan gerilia di Vietnam itu, malahan kepletes.
Nah, Roer Hilsman berkata, satu kesalahan besar dari pemimpin, pemerintah Amerika Serikat, ialah tidak mengerti hikmatnya peperangan gerilia. And that is bad, kata Hilsman, that is bad, yaitu jelek sekali, salah sekali. Tetapi Roger Hilsman juga berkata, Amerika membuat kesalahan yang lebih besar dari itu, satu kesalahan lebih besar daripada tidak mengeti hikmatnya perang gerilia, yaitu tidak mengerti bahwa di Asia, Afrika, dan Latin Amerika itu sekarang sedang berkobar-kobar dan makin tinggi kobarnya, nasionalisme, rasa cinta kepada tanah air, rasa cinta kepada bangsa, rasa cinta kepada kemerdekaan. Tidak mengerti bahwa di Asia-Afrika sekarang ini sedang hidup satu alam pemikiran, satu alam pemerasaan baru, yang saya sendiri di dalam pidato saya tahun ‘56 di Washington menamakannya the period of nationalism.
Saya berkata di Washington pada waktu itu : Ingat, he rakyat Amerika, kami bangsa Asia—pada waktu itu aku belum berkata Asia-Afrika—kami bangsa Asia sekarang ini sedang hidup di dalam period of nationalism. Jikalau engkau tidak mengerti nationalism kami ini, saya berkata, meskipun engkau tumpahkan dolar-dolar sejumlah air di Niagara—ya, saya berkata itu, seperti air di Niagara, gemrodjog terus-menerus, dolar, dolar, dolar, di Asia—engkau tidak bisa mengambil hatinya rakyat Asia, jikalau engkau tidak bisa mengerti nasionalisme Asia ini. Ini aku telah memperingatkan di dalam tahun ‘56, saudara-saudara, di Amerika sendiri, di hadapan pemimpin-pemimpin Amerika sendiri, baik di Washington maupun New York. Nah, ini diulang oleh Roger Hilsman, Amerika ternyata tidak mengerti hal ini, tidak mengerti bahwa asia, Afrika, latin Amerika sekarang ini hidup di dalam alamnya nasionalisme. Dan Roger Hilsman berkata, manakala ia tadi berkata, tidak mengeri gerilia adalah bad, bad, salah, kalau tidak mengerti nasionalisme Asia-Afrika, it is worst. Worst itu lebih jahat lagi, lebih salah lagi, lebih keblinger lagi.
Nah ini, saudara-saudara, memang Amerika, inggris tidak mengerti akan nasionalisme kita, tidak mengerti akan nasionalisme Asia, tidak mengerti akan nasionalisme Afrika, tidak mengerti akan nasionalisme Latin Amerika. Saudara-saudara, misalnya A-A, bandung, Dasawarsa A-A, itu tak lain dan tak bukan adalah pengutaraan nasionalisme kita, nasionalisme Indonesia, Nasionalisme Asia, Nasionalisme Afrika. Oleh karena itu, nanti di Aljazair, saudara-saudara, bulan Juni ini, insya Allah SWT, di situ kita akan melihat juga meledaknya, lebih meledaknya Nasionalisme Asia-Afrika ini, saudara-saudara.
Lha ini, worst, lebih celaka lagi, ndak dimengerti oleh pihak Nekolim; sekarang malahan mereka sudah berusaha segala macam usaha, saudara-saudara, untuk menggagalkan Konperensi Asia-Afrika kedua di Aljazair itu. Mereka hendak menggagalkan, oleh karena mereka tidak mengerti bahwa nasionalisme Asia-Afrika toh akan hidup, toh akan menjalar, toh akan berkobar-kobar, sebagaimana orang tidak bisa menahan terbitnya matahari, saudara-saudara, jikalau orang hendak menahan pula terbitnya, menaiknya nasionalisme di Asia dan Afrika. Apalagi sesudah kita, saudara-saudara, dengan tidak tedeng aling-aling juga berkat, tahun muka insya Alla SWT di Indonesia akan diadakan Conefo, Nasakom internasional, kataku. Apa sebab Nasakom Internasioanal? Oleh karena di dalam Conefo itu akan kita kumpulkan insya Allah SWT ya negara-negara nasionalis, ya negara-negara agama, ya negara-negara komunis, semua negara-negara yang anti imperialis. Kita kumpulkan di dalam Conefo di Jakarta, saudara-saudara. Ha, makin, makin gemetar lagi, saudara-saudara, pihak imperialis. Kalau Conefo terjadi, celaka mereka itu. Oleh karena itu, dari sekarang pun mereka hendak mencoba menggagalkan Conefo itu. Tetapi, saudara-sudara, oleh karena itu, kita, sekali lagi kita yang mengambil inisiatif, oleh karena itu, sekali lagi kita yang akan memberi tempat kepada Conefo yang pertama, yaitu di Jakarta, di dekat gelora “Bung Karno” ini, maka menjadi kewajiban seluruh rakyat Indonesia, baik dari NAS, maupun dari A, maupun dari KOM, untuk menyelamatkan Conefo ini, untuk menjaga agar Conefo ini tidak gagal.
Hai kader Nasakom, hai kader Nasakom, engkau juga Conefo! Hai kader Nasakom, engkau jaga Conefo, jaha Conefo, jaga Conefo, jangan Conefo gagal! Conefo adalah puncak dari kita punya kemenangan, puncak dari revolusi Indonesia. Dan percayalah engkau, bahwa Conefo akan bisa berjalan? Percayakah engkau, Nasakom adalah benar? Percayakah engkau, bahwa pancasila adalah dasar yang benar? Percaya, sekali lagi percayalah, bahkan aku tadi berkata lebih daripada hakkul yakin, percayalah!
Aku pernah menggambarkan satu kejadian mengenai hal kepercayaan. Pada satu hari Nabi—kalau boleh dikatakan Nabi—Ku Fu Tze, Kong Hu Tju, didatangi seorang muridnya. Murid Kong Hu Tju bertanya: Ya Tuanku, apakah syarat bagi sesuatu bangsa menjadi kuat? Syaratnya apa supaya sesuatu bangsa menjadi kuat, sentosa, teguh? Kong Hu Tju menjawab: syaratnya ada tiga. Satu: satu tentara yang kuat: bangsa itu supaya kuat harus mempunyai tentara yang kuat. Dua: bangsa ini harus cukup sandang, cukup pangan, syarat nomor dua. Syarat ketiga: bangsa ini harus mempunyai kepercayaan, kepercayaan bahwa dia bisa berdiri teguh. Sang murid menanyakan kepada Kong Hu Tju: kalau dari tiga syarat ini, tentara, sandang-pangan, kepercayaan, salah satu harus ditinggalkan, dibuang, mana yang Tuanku akan buang lebih dahulu? Kong Hu Tju menjawab: buanglah tentara ini. Rakyat tanpa tentara yang kuat, asal sandang-pangannya cukup, asal mempunyai kepercayaan, bangsa itu akan tetap berdiri. Dan sang murid mengejar lagi kepada guru, tanya lagi: Ya Tuanku, dari dua syarat ini, sandang pangan yang cukup dan kepercayaan, kalau harus ditinggalkan satu dari pada dua ini, mana Tuanku akan tinggalkan? Kong Hu Tju menjawab: aku akan tinggalkan sandang-pangan yang cukup; tidak perlu sandang-pangan melimpah-limpah, pangan bisa dikurangi, sandang bisa dikurangi, tetapi kepercayaan tidak boleh dikurangi. Satu bangsa yang tidak mempunyai kepercayaan, tidak akan hidup selama-lamanya. Satu bangsa tanpa kepercayaan, tidak dapat berdiri!
Lha aku sekarang menanya kepadamu, hai kader Nasakom, engkau hai kader Nasakom, engkau mempunyai kepercayaan atau tidak, mempunyaikah engkau kepercayaan, kepercayaan, kepercayaan, bahwa Rakyat Indonesia ini bisa menjadi kuat, negara Republik Indonesia menjadi kuat? Jikalau engkau tidak mempunyai kepercayaan yang demikian itu dari sekarang, sebenarnya, saudara-saudara, telah gugur engkau punya keyakinan. Tetapi manakal engkau mempunyai kepercayaan itu, segala hal bisa keluar, saudara-saudara. Dari tangannya satu bangsa yang mempunyai kepercayaan, bisa keluar tentara yang kuat, dari satu bangsa yang mempunyai kepercayaan, sandang-pangan bisa ngagorolong, keluar dengan melimpah-limpah. Tetapi satu bangsa yang tidak mempunyai kepercayaan, saudara-saudara, bangsa yang demikian itu telah mandek di tengah jalan.
Oleh karena itu, amanatku pada hari ini kepada kamu sekalian ialah terutama sekali, percayalah, percaya kepada diri bangsamu sendiri, percaya kepada Pancasila, percaya kepada benarnya Nasakom, percaya bahwa perjuangan kita ini adalah perjuangan yang benar dan yang pasti akan berhasil.
Sekian, terima kasih.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar