Dengan
adanya persetujuan KMB modal besar asing mendapat bantuan yang sangat besar
dari suatu pemerintah "nasional" yang bisa digunakan untuk menutupi
eksploitasi atas kekayaan alam dan Rakyat Indonesia dengan semboyan-semboyan
"nasional".
Pemerintah
dan majikan modal besar asing berusaha mengabui mata Rakyat dengan
omongan-omongan tentang "pembangunan nasional". Dengan semboyan
"pembangunan nasional" mereka mengadakan ofensif ekonomi terhadap
klas buruh. Mereka katakan, bahwa kekurangan barang yang diderita Rakyat
sekarang, bahwa harga mahal yang mesti dibayar oleh Rakyat dan bahwa bahaya
inflasi, adalah karena aksi-aksi kaum buruh. Mereka tuduh kaum buruh a-nasional
(tidak bersifat nasional), mereka tuduh massa kaum buruh sebagai
"komunis" dan sebagai tukang "main politik", mereka tuduh
kaum buruh sebagai alat "kekuasaan asing", sebagai alat
"Moskow", alat "RRT", dan sebagainya. Pemerintah dan
majikan modal besar asing mempermainkan sentimen dan belum-mengertinya klas-tengah
(kaum pengusaha nasional) dengan, menerangkan, bahwa tindakan-tindakan yang
diambil oleh pemerintah terhadap kaum buruh dan Rakyat umumnya, akan
mempertinggi prestasi kerja, akan meningkatkan produksi dan mendatangkan
kemakmuran. Oleh karena itu pemerintah berseru kepada Rakyat supaya membantu
rencana-rencana dan tindakan-tindakan pemerintah.
Kita
harus kupas propaganda yang menyesatkan ini. Propaganda ini bertujuan untuk
melemparkan beban krisis kepada kaum buruh dan Rakyat Indonesia, supaya untuk
kepentingan majikan-majikan imperialis (modal besar asing) kaum buruh suka
memperpanjang waktu kerja, kaum buruh suka menerima upah rendah atau lebih
rendah, kaum buruh suka bekerja setengah mati guna mempertinggi prestasi kerja,
supaya kaum buruh (termasuk pegawai-pegawai negeri) menerima saja kalau
dijatuhkan "rasionalisasi" dan massa-ontslag atas dirinya, karena toh
semuanya ini untuk "pembangunan nasional". Kita harus telanjangi
tipuan-tipuan dari kaum imperialis dan kaki tangannya ini dengan menerangkan,
bahwa produksi merosot sama sekali bukan karena tuntutan-tuntutan dan aksi-aksi
kaum buruh, tetapi produksi merosot adalah bersumber pada hak-milik secara
kapitalis atas alat-alat produksi vital (perkebunan, pertambangan, transport,
dsb.) dan disebabkan oleh adanya krisis kapitalisme yang juga menimpa Indonesia
karena Indonesia tidak memisahkan diri dari sistim kapitalisme dunia yang sudah
berada dalam krisis umum yang makin mendalam dan yang sedang sekarat. Kita harus terangkan, bahwa satu-satunya
jalan untuk mempertinggi produksi hanyalah dengan jalan menasionalisasi
alat-alat produksi vital dan dengan membuang tujuan-cari-untung secara
kapitalis dari alat-alat produksi tersebut. Kita wajib mengingatkan kepada
Rakyat
supaya
tidak terjebak oleh rencana-rencana pembangunan imperialis, yang pada
hakekatnya tidak lain daripada rencana bikin-laba yang tidak terbatas dan sebagai persiapan untuk
perang dunia yang baru. Kita tidak mungkin ikut di dalam pembikinan dan
pelaksanaan rencana produksi, dimana sistim imperialis masih berkuasa dan
sistim bikin-laba yang tidak terbatas masih tidak diganggu-gugat. Kita harus
tunjukkan, bahwa justru cara-cara
modal
besar asing dan pemborosan oleh pemerintah itulah yang sebenarnya membikin
prestasi kerja menjadi rendah,
membikin
produksi menjadi merosot, membikin mahal harga barang dan yang menimbulkan
inflasi. Rencana-rencana imperialis tidak bisa lain daripada menuju krisis yang
lebih dalam dan menuju kemerosotan produksi yang sangat cepat. Untuk mengatasi
krisis yang makin mendalam ini sudah ada tanda-tanda bahwa sistim kerja paksa
mau dijalankan lagi di Indonesia. Massa-ontslag di kalangan kaum buruh dan
"rasionalisasi" di kalangan tentara telah menimbulkan barisan
penganggur yang hebat, dan ini telah membikin lebih merosot harga tenaga buruh,
dan ini merupakan syarat untuk adanya kerja paksa. Kaum penganggur yang makin
banyak jumlahnya ini bukannya diberi pekerjaan dengan membuka lapangan industri
yang luas, dan bukan diberi sokongan untuk sekedar mempertahankan hidupnya
selama menunggu mendapat pekerjaan,
tetapi
sebagian demi sebagian mereka dikirim sebagai kuli biasa atau dalam ikatan
tentara ke tempat-tempat di luar Jawa, dimana tidak ada tanda-tanda bahwa nasib
mereka akan menjadi baik. Yang terang ialah bahwa di tempat-tempat yang baru
itu sama
sekali
tidak ada pembangunan yang
sesungguhnya,
disana tidak ada pembukaan industri-industri besar atau pertanian-pertanian
negara yang
luas.
Yang mereka hadapi pada umumnya tidak beda dengan apa yang di zaman penjajahan
Belanda dulu dihadapi oleh kuli "kontrak Deli" atau oleh kaum
"kolonisasi Lampung". Pengembalian zaman "kontrak Deli" dan
"Kolonisasi Lampung" di zaman "merdeka" sekarang ini
dibalut dengan semboyan "untuk pembangunan nasional" atau "untuk
pembangunan negara".
Kita
harus jelaskan, bahwa tidak mungkin ada pembangunan nasional dan tidak mungkin
ada reorganisasi produksi jika tidak dilakukan nasionalisasi atas
perusahaan-perusahaan vital dan jika tidak dilaksanakan industrialisasi, jika
tidak dilikwidasi peraturan-peraturan kolonial, jika tidak dijalankan program
Demokrasi Rakyat dan jika tidak diberikan upah serta jaminan yang layak kepada
kaum buruh. Orang-orang
pemerintah dan majikan-majikan imperialis sering dan terus-menerus mengatakan,
bahwa nasionalisasi perusahaan vital adalah rencana yang terlalu umum, yang
abstrak, yang tidak praktis dan tidak menguntungkan kepentingan umum,
pendeknya, adalah sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan. Ini adalah juga
tipuan kaum imperialis dan kaki tangannya yang tidak masuk akal dan harus kita
tentang keras, ini adalah propaganda imperialis dan kaki tangannya yang hendak membodohkan kaum buruh dan Rakyat.
Oleh
karena itu, menganjurkan kepada kaum buruh untuk bekerja lebih keras dan lebih
lama, untuk memproduksi lebih banyak guna rencana-rencana modal besar asing, dimana
kaum buruh
dan massa
pekerja
lainnya
sedang dalam perjuangan yang pahit untuk mengatasi tingkat hidup yang bertambah
buruk, adalah anjuran yang mengorbankan kaum buruh untuk
kepentingan-kepentingan imperialis. Mereka yang menganjurkan ini tidak lain
daripada imperialis sendiri, kaki tangan imperialis atau orang-orang yang
mungkin jujur akan tetapi sudah menjadi korban propaganda imperialis. Kita
harus menelanjangi dan membuka kedok rencana-rencana imperialis, kita harus
mengadakan perlawanan terhadap semua pukulan-pukulan imperialis dan
agen-agennya, dan dengan gagah berjuang terus supaya dijalankan nasionalisasi
atas perusahaan-perusahan vital, supaya dijalankan kontrol atas
keuntungan-keuntungan, supaya dilaksanakan upah dan jaminan sosial yang layak,
supaya dijalankan Undang-undang 40 jam-kerja seminggu, dsb. sebagai ganjaran
pada kaum buruh yang ambil bagian penting dalam mengorganisasi produksi. Kita
harus tentang dengan keras tiap-tiap pikiran yang mengatakan bahwa
nasionalisasi dan lain-lainnya itu adalah tidak kongkrit, tidak praktis dan
tidak menguntungkan umum. Nasionalisasi, kontrol atas keuntungan, upah dan
jaminan sosial yang layak, 40 jam-kerja seminggu, dsb. itu adalah kongkrit, praktis dan menguntungkan umum.
Yang dirugikan oleh semuanya ini hanyalah imperialis dan kaki tangannya yang
sudah menjalin kepentingannya menjadi satu dengan kepentingan imperialis (kaum
komprador atau kaum agen imperialis).
Orang-orang
pemerintah sering menerangkan, bahwa negara tidak mempunyai uang untuk melaksanakan
nasionalisasi. Ini adalah keterangan yang sangat lucu dan mentertawakan.
Bukankah justru untuk mendapat uang guna mengisi kas negara perlu dilaksanakan
nasionalisasi atas perusahaan-perusahan vital, jadi jangan dibalik, seolah-olah
nasionalisasi yang membikin kosong kas negara. Dan keterangan ini merupakan
selimut untuk menutupi pendirian anti-nasionalisasi serta menunjukkan
pengertian nasionalisasi secara kapitalis yang tidak merugikan kapitalis
monopoli-monopoli. Keterangan yang menyesatkan ini juga harus ditelanjangi.
Adanya
pendapat yang menganggap bahwa mempopulerkan soal nasionalisasi perusahaan
vital sebagai sesuatu yang abstrak, yang tidak kongkrit, tidak praktis dan
tidak menguntungkan umum, adalah pendapat reformis dan reaksioner. Pendapat demikian
itu mesti ditentang. Perjuangan kita untuk mencapai tuntutan bagian-bagian
(partial demands, deeleisen) haruslah dipimpin oleh pengertian Marxis yang
tepat, yaitu bahwa tidak mungkin hasil tuntutan bagian bisa stabil dalam zaman
krisis seperti sekarang ini. Stabilitas hanya mungkin jika kita bisa
mengalahkan sama sekali semua ofensif kapitalis. Oleh karena ltu, disamping
menerima hasil-hasil tuntutan bagian yang bisa sekedar mengentengkan beban kaum
buruh, kita minta kepada kaum buruh supaya senantiasa waspada dan siap untuk
menghadapi ofensif-ofensif kapitalis, dan supaya siap untuk terus berjuang guna
tuntutan-tuntutan pokok mereka, yaitu tuntutan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan vital, kontrol atas keuntungan, upah dan jaminan yang
layak.
Dan bersamaan dengan
tuntutan untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan vital, harus kita jelaskan
pada kaum buruh dan seluruh Rakyat, bahwa nasionalisasi akan tidak ada artinya
jika ia dilaksanakan oleh suatu negara yang sudah seutuhnya mengabdikan diri pada
monopoli-monopoli Belanda dan Amerika, karena dalam keadaan demikian
nasionalisasi tidak lain daripada sesuatu yang hanya mengabdi kepentingan
kapitalis semata-mata. Jadi, tuntutan nasionalisasi tidak bisa dipisahkan dari
perjuangan politik untuk memisahkan negara dari modal monopoli asing. Tetapi
selama keadaan politik memungkinkan, tindakan-tindakan nasionalisasi sebagai
pelaksanaan tuntutan bagian daripada seluruh bangsa, mempunyai arti yang besar
untuk menghidupkan kembali ekonomi yang sudah dirusak oleh restriksi-restriksi
(pembatasan-pembatasan) kapitalis monopoli-monopoli dan yang sudah dibinasakan
oleh pendudukan fasis Jepang dalam perang dunia kedua. SUMBER: KEWAJIBAN FRONT PERSATUAN BURUH BAB II
Penerbit
Yayasan “Pembaruan”
Jakarta,
Juli 1952.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar