Kita tetap harus memperjelas satu aspek
lainnya, yang akan mendukung dan menentang Adler.
Satu-satunya cara untuk menarik kaum intelektual ke
sosialisme, menurut Adler, adalah dengan mengedepankan tujuan akhir dari
gerakan sosialis, di dalam keseluruhannya. Tetapi tentu saja Adler tahu bahwa
tujuan akhir ini menjadi semakin jelas dan menjadi semakin lengkap seiring
dengan progres konsentrasi industri, proletarianisasi strata menengah dan
intensifikasi antagonisme kelas. Terpisah dari kehendak para pemimpin politik
dan perbedaan-perbedaan dalam taktik nasional, di Jerman “tujuan akhir” ini
berdiri dengan jauh lebih jelas dan lebih segera dibandingkan di Austria dan
Itali. Tetapi proses sosial yang sama ini, yakni intensifikasi pertentangan
antara buruh dan kapital, mencegah kaum intelektual dari menyeberang ke partai
buruh. Jembatan antara kelas-kelas runtuh, dan untuk menyeberang, seseorang
harus melompati sebuah jurang yang semakin dalam seiring dengan berlalunya
waktu. Oleh karena ini, pararel dengan kondisi-kondisi yang secara objektif
membuat lebih mudah kaum intelektual untuk memahami secara teori esensi dari
kolektivisme, halangan-halangan sosial tumbuh semakin besar yang mencegah kaum
intelektual untuk bergabung dengan pasukan sosialis. Bergabung dengan gerakan
sosialis di negara maju manapun, dimana kehidupan sosial eksis, bukanlah sebuah
tindakan spekulatif, tetapi sebuah tindakan politik, dan disini kondisi sosial
menang melawan logika teori. Dan akhirnya ini berarti bahwa sekarang lebih
sulit untuk memenangkan kaum intelektual dibandingkan kemarin, dan akan lebih
sulit esok hari dibandingkan sekarang.
Akan tetapi, di dalam proses ini juga ada sebuah “perpecahan
di dalam proses yang berjalan lambat ini”. Sikap kaum intelektual terhadap
sosialisme, yang sudah kita jelaskan sebagai sikap yang terasingkan yang
semakin membesar dengan tumbuhnya gerakan sosialis, dapat dan harus berubah
secara pasti sebagai akibat dari perubahan politik secara objektif yang akan
menggeser perimbangan kekuatan sosial secara radikal. Di antara gagasan-gagasan
Adler, sebanyak ini yang benar: bahwa kaum intelektual ingin mempertahankan
eksploitasi kapitalis tidak secara langsung dan tidak tanpa syarat, selama kaum
intelektual secara materi tergantung pada kelas kapitalis. Kaum intelektual
bisa menyeberang ke kolektivisme bila mereka dapat melihat kemungkinan
kemenangan kolektivisme yang segera, bila kolektivisme muncul di
hadapan mereka bukan sebagai sebuah idealisme dari kelas yang berbeda, jauh,
dan asing [baca kelas buruh – ed.] tetapi sebagai sesuatu yang dekat dan nyata;
dan akhirnya, bila – dan ini bukan kondisi yang paling tidak penting –
perpecahan politik dengan kelas borjuis tidak mengancam setiap pekerja-otak
dengan konsekuensi materi dan moral yang menyeramkan. Kondisi-kondisi seperti
itu hanya bisa diciptakan bagi kaum intelektual Eropa melalui kekuasaan politik
sebuah kelas sosial yang baru; dan sedikit banyak melalui sebuah periode
perjuangan langusng dan segera untuk kekuasaan tersebut. Apapun yang menjadi
sebab keterasingan kaum intelektual Eropa dari rakyat pekerja – dan
keterasingan ini akan tumbuh semakin besar, terutama di negara-negara kapitalis
muda seperti Austria, Itali, dan negara-negara Balkan – di sebuah epos
rekonstruksi sosial yang hebat kaum intelektual – mungkin lebih awal dari pada
kelas-kelas intermediate lainnya – menyeberang ke sisi pembela
masyakarat yang baru. Sebuah peran yang besar akan dimainkan oleh kualitas
sosial kaum intelektual dalam koneksinya dengan ini, yang membedakan mereka
dari kelas borjuis kecil komersial dan industrial dan kelas tani: hubungan
okupasinya dengan cabang kebudayaan kerja sosial, kapasitasnya dalam
menggeneralisasi teori, fleksibilitas dan mobilitas cara berpikirnya;
pendeknya, intelektualitas mereka. Dihadapi dengan kenyataan
pemindahan seluruh aparatus masyarakat ke tangan yang baru [baca kelas buruh –
Ed.], kaum intelektual Eropa akan mampu meyakinkan diri mereka bahwa kondisi
baru yang tercipta ini tidak akan mencampakkan mereka ke jurang dalam tetapi
justru akan membuka peluang-peluang yang tak terbatas bagi mereka untuk
mengaplikasikan kekuatan-kekuatan teknik, organisasi, dan ilmiah; dan mereka
akan bisa membawa ke depan kekuatan-kekuatan tersebut dari barisan mereka,
bahkan pada periode awal yang sangat kritis ketika rejim yang baru harus
menghadapi kesulitan-kesulitan teknik, sosial, dan politik yang besar.
Tetapi bila penaklukan aparatus masyarakat tergantung sebelumnya
pada bergabungnya kaum intelektual ke partai kaum proletar Eropa, maka prospek
kolektivisme sangatlah buruk – karena, seperti yang sudah kita coba tunjukkan
di atas, bergabungnya kaum intelektual ke Sosial Demokrasi di dalam kerangka
rejim borjuis, berlawanan dengan harapan-harapan Max Adler, menjadi semakin
mustahil seiring dengan berlalunya waktu.
(Sumber: The
Intelligentsia and Socialism. Pertama kali diterbitkan di The New
International Vol 4. No.8, Agustus 1938, hal. 249-250).
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar