Kaum
Sosial-Demokrat Rusia pertama-tama berjuang untuk memperoleh kebebasan politik. Mereka membutuhkan
kebebasan justru untuk mempersatukan kaum buruh Rusia secara luas serta terbuka
dalam perjuangan untuk susunan masyarakat yang baru dan lebih baik, masyarakat
Sosialis.
Apa
kebebasan politik itu?
Untuk
memahami ini si-tani lebih dulu harus memperbandingkan keadaan bebasnya
sekarang dengan perhambaan. Di bawah sistim perhambaan si tani tak dapat kawin
tanpa izin si tuan tanah. Kini si tani bebas kawin tanpa izin siapapun
juga. Di bawah sistim perhambaan si tani pasti harus bekerja untuk tuan
tanah pada hari apa saja yang telah ditetapkan oleh juru milik si tuan tanah.
Kini si tani bebas memilih, untuk majikan mana, pada hari apa, dan untuk upah berapa
dia bekerja. Di bawah sistim penghambaan si tani sama sekali tak dapat
meninggalkan desanya tanpa izin tuan tanah. Sedangkan kini si tani bebas pergi
ke mana saja dia suka, jika komune desa memperkenankan dia pergi, jika dia
tidak mempunyai tunggakan pajak, jika dia bisa mendapat surat pas, dan jika
gubernur atau polisi tidak melarang dia pindah tempat kediaman. Jadi, kini pun
si tani tidak mempunyai kebebasan penuh untuk pergi ke mana dia suka, dia tidak
menikmati kebebasan gerak yang penuh, si tani masih tetap merupakan setengah
hamba. Nanti akan kami jelaskan secara terperinci mengapa si tani Rusia masih
tetap merupakan setengah hamba dan bagaimana dia dapat keluar dari keadaan itu.
Di
bawah sistim penghambaan si tani tidak berhak untuk mendapatkan harta tanpa
izin tuan tanah, dia tak boleh membeli tanah. Kini si tani bebas mendapatkan
harta macam apapun juga (tetapi kini pun dia tidak mempunyai kebebasan penuh
untuk meninggalkan komune desa, kebebasan penuh untuk mengatur tanahnya menurut
sukanya). Di bawah sistim penghambaan si tani dapat dicambuk atas perintah tuan
tanah. Kini si tani tak dapat dicambuk atas perintah tuan tanah, meskipun
sampai sekarang dia masih mudah kena hukuman badan.
Kebebasan
ini disebut kebebasan sipil – kebebasan
dalam urusan-urusan keluarga, dalam urusan-urusan pribadi, dalam urusan-urusan
mengenai mengenai harta mili. Si tani dan si buruh bebas (meskipun tidak
sepenuhnya) mengatur hidup keluarga mereka dan urusan-urusan pribadi mereka,
mengatur kerja (memilih majikan mereka) dan mengatur harta-milik mereka.
Tetapi
baik kaum buruh Rusia maupun Rakyat Rusia dalam keseluruhannya sampai sekarang
belum bebas mengatur urusan-urusan umum
mereka. Semua Rakyat dalam keseluruhannya tetap tinggal hamba
kaum birokrat, persis seperti petani-petani dulu adalah hamba tuan tanah.
Rakyat Rusia tidak berhak memilih penjabat-penjabat mereka, tidak berhak
memilih wakil-wakil mereka yang membuat undang-undang bagi seluruh negeri.
Rakyat Rusia bahkan tidak berhak menyelenggarakan rapat-rapat untuk membahas
urusan-urusan negara.
Kita bahkan tak boleh mencetak suratkabar-suratkabar dan buku-buku, kita bahkan
tak dapat berbicara di muka semua orang dan bagi semua orang tentang hal-hal
mengenai seluruh negara tanpa izin penjabat-penjabat yang telah ditempatkan di
atas kita tanpa persetujuan kita, persis seperti tuan tanah pada masa yang lalu
mengangkat juru-miliknya tanpa persetujuan petani-petani!
Persis
seperti petani-petani dulu merupakan budak-budak tuan tanah-tuan tanah, begitu
pulalah Rakyat Rusia masih tetap merupakan budak birokrasi. Persis seperti
petani-petani di bawah sistim perhambaan dulu tidak mempunyai kebebasan sipil,
demikin pulalah Rakyat Rusia masih belum mempunyai kebebasan politik. Kebebasan politik
berarti kebebasan Rakyat mengatur urusan-urusan umu, urusan-urusan negara
mereka. Kebebasan politik berarti hak Rakyat memilih wakil-wakil
(utusan-utusan) mereka untuk Duma Negara [*2] (parlenem). Semua
undang-undang semestinya dibahas serta diumumkan, semua pajak serta cukai
semestinya ditetapkan hanya oleh satu Duma Negara (parlemen) yang dipilih oleh
Rakyat itu sendiri. Kebebasan politik berarti hak Rakyat untuk memilih sendiri
semua penjabat mereka, menyelenggarakan segala macam rapat untuk membahas semua
urusan negara, menerbitkan suratkabar-suratkabar dan buku-buku apa saja yang
mereka sukai tanpa harus minta izin apapun.
Semua
Rakyat Eropa lainnya sudah lama memenangkan kebebasan politik bagi diri mereka
sendiri. Hanya di Turki dan Rusia sajalah Rakyat masih dalam perbudakan politik
oleh pemerintah Sultan dan oleh pemerintah otokrasi tsar. Otokrasi tsar berarti
kekuasaan yang tak terbatas dari tsar. Rakyat samasekali tidak ikut serta dalam
mengatur negara dan dalam pemerintah negara. Semua undang-undang dibuat dan
semua penjabat diangkat oleh tsar sendiri, oleh kewenangan pribadinya yang tak
terbatas, yang otokratis. Tetapi, sudah barang tentu, tsar bahkan tidak dapat tahu akan
semua undang-undang dan semua penjabat-penjabat Rusia. Tsar bahkan tak dapat
tahu akan apa yang sedang terjadi di dalam negeri. Tsar hanya mensyahkan
kehendak beberapa puluh penjabat yang terbesar dan paling tinggi
kebangsawanannya. Bagaimanapun juga besar kehendaknya, satu orang
tidaklah dapat memerintah sebuah negeri yang maha luas seperti Rusia. Bukanlah
tsar yang memerintah Rusia – orang hanya bisa berbicara tentang pemerintahan
otokrasi, pemerintahan satu orang! – Rusia diperintah oleh segenggam kecil
penjabat yang terkaya dan paling tinggi kebangsawananny. Tsar hanya kenal akan
sesuatu apa yang segenggam orang-orang ini berkenan memberitahuka kepadanya.
Tsar sama sekali tidak berkesempatan untuk menentang kehendak segenggam
bangsawan tinggi ini: tsar sendiri adalah seorang tuan tanah dan bangsawan;
sejak dari masa kanak-kanak betul-betul dia hidup hanya di kalangan
orang-orang bangsawan ini; merekalah yang mengasuh serta mendidiknya; yang
diketahuinya tentang Rakyat Rusia dalam keseluruhannya hanyalah apa yang
diketahui oleh tuan-tuan bangsawan ini, tuan tanah-tuan tanah yang kaya ini dan
beberapa orang saja dari pedagang-pedagang yang paling kaya, yang diterima
dalam istana tsar.
Di
setiap kantor administrasi Wolost orang akan mendapati gambar yang
itu-itu juga yang tergantung pada dinding; gambar itu melukiskan tsar
(Alexander III, bapak tsar yang sekarang) yang berbicara kepada kepala-kepala
Wolost yang telah datang pada penobatannya. Tsar memerintahkan kepada mereka: “Turutilah
perintah kepala-kepala kaum bangsawan!” Dan tsar
yang sekarang, Nikolai II, telah mengulangi kata-kata itu juga. Jadi, tsar-tsar
sendiri mengakui bahwa mereka dapat memerintah negara hanya dengan bantuan kaum
bangsawan dan melalui kaum bangsawan. Kita harus ingat betul-betul kata-kata
harus menuruti perintah kaum bangsawan. Kita harus mengerti jelas betapa
bohongnya omongan kepada Rakyat dari orang-orang yang mencoba mengemukakan
bahwa pemerintah tsar adalah bentuk pemerintahan yang terbaik. Di negeri-negeri
lain – kata orang-oreang itu – pemerintah dipilih; tetapi kaum kayalah yang
dipilih, dan mereka memerintah dengan tak adil serta menindas kaum miskin.
Sedangkan di Rusia, pemerintah tidak dipilih; tsar yang otokratis memerintah
seluruh negeri. Tsar berdiri di atas semua orang, kaya dan miskin. Tsar,
katanya, bersikap sama-sama adil terhadap semua orang, miskin maupun kaya.
Omongan
sedemikian itu hanyalah kemunafikan belaka. Setiap orang Rusia tahu akan macam
keadilan yang diberikan oleh pemerintah kita. Setiap orang tahu apakah seorang
buruh biasa atau seorang buruh-tani di negeri kita dapat menjadi seorang
anggota Dewan Negara.Akan tetapi di semua negeri Eropa liannya kaum buruh
pabrik dan kaum buruh-tani pernah dipilih untuk Duma Negara (parlemen); dan
mereka berbicara dengan bebas kepada semua orang tentang kehidupan yang
sengasara dari kaum buruh, dan berseru kepada kaum buruh supaya bersatu dan
berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Dan tak seorangpun berani
memberhentikan pidato-pidato dari wakil-wakil Rakyat ini, tak seorang polisipun
berani menjamah mereka.
Di
Rusia tidak ada pemerintah yang dipilih, dan yang memerintah bukan saja mereka
yang kaya serta orang-orang bangsawan, tetapi juga yang terjahat dari orang-orang
ini. Yang memerintah ialah tukang-tukang intrik yang paling ahli di dalam
istana tsar, tukang tusuk-tukang tusuk yang paling licik, orang-orang yang
membawa kebohongan-kebohongan serta fitnah-fitnah kepada tsar yang mengambil
muka serta menjilatnya. Mereka memerintah secara rahasia; Rakyat tidak tahu dan
tidak bisa mengetahui undang-undang apa yang sedang dirancang, peperangan apa
yang sedang dieramkan, pajak-pajak baru apa yang sedang dijalankan,
penjabat-penjabat mana yang mendapat anugerah dan untuk jasa-jasa apa, dan
penjabat-penjabat mana yang dipecat [*3]. Di negeri manapun tak ada
jumlah amtenar yang begitu besar seperti di Rusia. Dan amtenar-amtenar ini
menjulang tinggi di atas Rakyat yang tak bersuara bagaikan hutan gelap –
seorang pekerja biasa tak pernah dapat menembus hutan ini, tak akan bisa
mendapat keadilan. Tak ada satu pengaduanpun terhadap para penjabat karena
korupsi, perampokan atau tindakan kekerasannya, yang pernah terbongkar; setiap
pengaduan dijadikan tidak berarti apa-apa oleh peng-undur-unduran birokrasi
resmi. Suara seorang yang terpencil tak pernah sampai pada seluruh Rakyat,
melainkan hilang dalam rimba yang gelap ini, dicekik dalam kamar-siksa polisi.
Suatu balatentara para amtenar, yang tak pernah dipilih Rakyat dan yang tak
bertanggung-jawab kepada Rakyat, telah merajut sebuah jaring yang tebal, dan
manusia menggelepar-gelepar dalam jaring ini seperti lalat[*4].
Otokrasi
tsar adalah suatu otokrasi dari amtenar-amtenar. Otokrasi tsar berarti
ketergantungan Rakyat secara perhambaan pada amtenar-amtenar dan terutama pada
polisi. Otokrasi tsar adalah otokrasi polisi.
Itulah
sebabnya maka kaum buruh keluar ke jalan-jalan dengan panji-panji yang
bertuliskan: ”Enyahlah otokrasi!” “Hidup kebebasan politik!” Itulah sebabnya
maka puluhan juta kaum miskin desa harus juga menyokong dan menyambut seruan
bertempur dari kaum buruh kota ini. Seperti mereka, kaum buruh-tani serta kaum
tani-miskin dengan tidak menjadi gentar karena pengejaran, tak takut pada
ancaman-ancaman serta tindakan kekerasan musuh yang mana saja, dan tak bingung
karena kekalahan-kekalahan pertama, harus maju tampil ke depan untuk perjuangan
yang menentukan demi kebebasan seluruh Rakyat Rusia dan menuntut pertama-tama pemanggilan bersidang wakil-wakil Rakyat.
Biarlah Rakyat sendiri di seluruh Rusia memilih wakil-wakil (utusan-utusan)
mereka. Biarlah wakil-wakil itu membentuk sebuah majelis tertinggi, yang akan
menegakkan pemerintahan pilihan di Rusia, membebaskan Rakyat dari
ketergantungan perhambaan pada amtenar-amtenar dan polisi, menjamin bagi Rakyat
hak bebas berapat, bebas berbicara dan mempunyai pers yang bebas!
Itulah
yang pertama-tama dikehendaki kaum Sosial-Demokrat. Itulah arti tuntutan
mereka yang pertama: tuntutan untuk kebebasan politik [*5].
Kita
tahu bahwa kebebasan politik, pemilihan secara bebas untuk Duma Negara
(parlemen), kebebasan berapat, kebebasan pers, tak akan sekaligus membebaskan
Rakyat pekerja dari kemiskinan serta penindasan. Di dunia bahkan tak ada alat
yang dapat membebaskan kaum miskin kota dan desa dengan sekaligus dari beban
bekerja untuk kaum kaya. Rakyat pekerja tak mempunyai seorangpun untuk
menaruhkan harapan-harapan mereka padanya dan tak seorangpun yang dapat
diandalkannya kecuali diri mereka
sendiri. Siapapun juga tidak akan membebaskan si-buruh dari
kemiskinan jika dia tidak membebaskan
dirinya sendiri. Dan untuk membebasakan diri mereka
sendiri kaum buruh seluruh negeri, seluruh Rusia, harus bersatu
dalam satu serikat, dalam satu partai. Tetapi jutaan kaum buruh tak dapat
bersatu ketika pemerintah otokrasi polisi melarang segala macam rapat,
segala macam suratkabar kaum buruh, dan memilih wakil-wakil buruh apa saja.
Untuk bersatu mereka harus mempunyai hak untuk membentuk serikat-serikat dari
segala macam, mereka harus mempunyai kebebasan untuk bersatu, mereka
harus mempunyai hak kebebasan politik.
Kebebasan
politik tidak akan sertamerta membebaskan Rakyat pekerja dari kemiskinan, tetapi ia akan memberikan suatu senjata
kepada kaum buruh untuk melawan kemiskinan. Tak ada cara lain dan tidak
mungkin ada cara lain untuk melawan kemiskinan kecuali penyatuan kaum buruh itu sendiri. Tetapi jutaan Rakyat tak
dapat bersatu jika tak ada kebebasan
politik.
Di
semua negeri Eropa, di mana Rakyat telah memperoleh kebebasan politik, kaum
buruh sudah mulai bersatu sejak lama. Di seluruh Eropa, kaum buruh yang tidak
memiliki baik tanah, maupun bengkel-bengkel, yang bekerja seumur hidupnya untuk
orang-orang lain untuk upah, dinamakan kaum
proletar. Lebih lima puluh tahun yang lalu telah diperdengarkan
seruan bagi Rakyat pekerja supaya bersatu. “Kaum proletar semua negeri,
bersatulah” – selama lima puluh tahun yang lalu kata-kata ini sudah
didengungkan dan menggema di seluruh dunia, kata-kata itu diulangi dalam
puluhan dan ratusan ribu rapat kaum buruh, dapat dibaca dalam jutaan brosur
serta suratkabar Sosial-Demokrat dalam semua dan segala macam bahasa.
Sudah
barang tentu, mempersatukan jutaan kaum buruh dalam satu serikat, dalam satu
partai adalah suatu tugas yang amat sangat sukar; ia menuntut waktu, menuntut
ketekadan, keuletan serat keberanian. Kaum buruh ditindih oleh kemelaratan dan
kemiskinan, dimatikan rasa mereka oleh kerja berat yang tak habis-habisnya
untuk kaum kapitalis dan kaum tuan tanah; seringkali kaum buruh bahkan tak
mempunyai waktu untuk berfikir apa sebabnya mereka tetap menjadi orang-orang
miskin selama-lamanya, atau bagaimana supaya bebas dari kemiskinan ini.
Segala-galanya dilakukan untuk mencegah kaum buruh menjadi bersatu; atau dengan
jalan kekerasan secara langsung dan luas, seperti di negeri-negeri semacma
Rusia di mana tak ada kebebasan politik, atau dengan menolak memperkerjakan
kaum buruh yang mengkhotbahkan ajaran Sosialisme, atau, akhirnya, dengan jalan
tipudaya serta pengkorupan. Tetapi tak ada kekerasan, tak ada pengejaran yang
dapat menahan kaum buruh proletar berjuang untuk tujuan agung membebaskan
seluruh Rakyat pekerja dari kemiskinan serta penindasan. Jumlah kaum
buruh Sosial-Demokrat terus menerus bertambah besar. Ambillah negeri tetangga
kita, Jerman; di sana mereka mempunyai pemerintah yang dipilih. Dulu di Jerman
juga terdapat pemerintah monarki otokratis yang tak terbatas. Tetapi sudah
lama, lebih dari lima puluh tahun yang lalu, Rakyat Jerman telah menghancurkan
otokrasi serta memperoleh kebebasan politik dengan kekerasan. Di Jerman
undang-undang tidak dibuat oleh beberapa gelintir amtenar, seperti di Rusia,
tetapi oleh suatu majelis wakil-wakil
Rakyat, oleh suatu parlemen, oleh Reichstag, sebagaimana
orang-orang Jerman menamakannya. Semua orang laki-laki yang sudah dewasa ambil
bagian dalam memilih wakil-wakil untuk majelis ini. Ini memungkinkan orang
menghitung berapa suara yang diberikan kepada kaun Sosial-Demokrat. Dalam tahun
1887 sepersepuluh dari
semua suara diberikan kepada kaum Sosial-Demokrat. Dalam tahun 1898 (pada waktu
berlangsungnya pemilihan yang terakhir untuk Reichstag Jerman) suara
Sosial-Demokrat naik hampir tiga kali.
Kali ini lebih dari
seperempat dari semua suara diberikan kepada kaum
Sosial-Demokrat. Lebih
dari dua juta orang laki-laki dewasa memilih calon-calon Sosial-Demokrat untuk
parlemen [*6]. Sosialisme belum merata-luas di kalangan kaum buruh-tani
Jerman, tetapi sekarang sedang mencapai kejuan yang terutama cepat sekali di
kalangan mereka. Dan apabila massa buruh-tani, buruh-tani harian, dan kaum tani
miskin, bersatu dengan saudara-saudara mereka di kota-kota, maka kaum buruh
Jerman akan menang dan akan menciptakan tata aturan-tata aturan di mana kaum
pekerja tak akan menderita kemiskinan ataupun penindasan.
Dengan
jalan apakah kaum buruh Sosial-Demokrat hendak membebaskan Rakyat dari kemiskinan?
Untuk
mengetahui ini, orang harus mengerti dengan jelas sebab-musabab kemiskinan
massa Rakyat yang mahaluas di bawah tata aturan masyarakat yang sekatang.
Kota-kota kaya sedang tumbuh, toko-toko serta rumah-rumah yang mewah-mewah
sedang didirikan, jalan-jalan keretaapi sedang dibangun, segala macam
mesin serta penyempurnaan sedang ditrapkan dalam industri, maupun dalam
pertanian, tetapi jutaan Rakyat tetap dalam kemiskinan, terus bekerja seumur
hidupnya hanya untuk memberikan nafkah yang cukup untuk hidup saja bagi
keluarga-keluarga mereka. Itu belum semuanya: kian lama kian banyak orang yang
menjadi penganggur. Baik di kota maupun di desa makin banyak orang yang
samasekali tidak bisa mendapat pekerjaan apapun juga. Di desa-desa mereka
kelaparan, di kota-kota mereka membesarkan barisan-barisan “orang-orang
gelandangan” dan “orang-orang kere”, mereka menemukan tempat berlindung seperti
binatang dalam gubuk-gubuk di dalam tanah di pinggir-pinggir kota,
atau di kampung-kampung kotor dan gudang-gudang di bawah tanah yang
mengerikan, seperti yang di Pasar Chitrov di Moskwa.
Bagaimanakah
dapat begitu? Kekayaan serta kemewahan meningkat, namun jutaan dan berjuta-juta
orang yang dengan kerja mereka menciptzkzn segala kekayaan ini tetap dalam
kemiskinan dan kekurangan? Petani-petani mati kelaparan, kaum buruh berkeliaran
menganggur, namun saudarag-saudagar mengekspor jutaan pud gandum dari Rusia ke
negeri-negeri lain, pabrik-pabrik dan kilang-kilang ditutup karena
barang-barang tak dapat dijual, tak ada pasar bagi barang-barang itu?
Sebab
dari kesemuanya ini, pertama-tama, yalah bahwa bagian amat besar dari tanah,
dan juga pabrik-pabrik, mesin-mesin, gedung-gedung, kapal-kapal, dan
lain-lainnya, adalah kepunyaan sejumlah kecil orang-orang kaya. Puluhan juta
orang bekerja di atas tanah ini dan dalam pabrik-pabrik serta bengkel-bengkel
itu, tetapi semuanya itu dimiliki oleh beberapa ribu atau puluhan ribu
orang kaya, tuan tanah, saudagar dan pemilik-pabrik. Orang-orang bekerja untuk
orang-orang kaya tersebut untuk mendapatkan uang sewa, upah, satu potong roti.
Semua yang dihasilkan lebih dan di luar apa yang dibutuhkan untuk memberikan
nafkah yang cukup untuk hidup saja bagi kaum buruh, semuanya itu jatuh pada
tangan pemilik-pemilik kaya; semuanya itu adalah laba mereka, “penghasilan”
mereka. Segala keuntungan yang berasal dari penggunaan mesin-mesin serta dari
penyempurnaan-penyempurnaan dalam cara-cara kerja jatuh pada tuan tanah-tuan
tanah dan kaum kapitalis: mereka menimbun kekayaan yang tak tepermanai sedang
kaum buruh hanya memperoleh remah-remah yang hina dari kekayaan ini. Kaum buruh
dikumpulkan untuk bekerja; di perkebunan-perkebunan besar dan dalam
pabrik-pabrik yang besar dipekerjakan beberapa ratus dan kadang-kadang malah
beberapa ribu kaum buruh. Apabila kerja dipersatukan begini, dan apabila
dipergunakan mesin-mesin yang sangat bermacam-macam, maka kerja itu menjadi
lebih produktif; seorang buruh menghasilkan lebih banyak daripada puluhan buruh
yang dulu bekerja sendiri-sendiri dan tanpa bantuan mesin-mesin apapun. Tetapi
keuntungan-keuntungan dari kerja yang lebih menghasilkan, yang lebih produktif
ini tidak jatuh pada semua kaum pekerja, tetapi pada sejumlah amat kecil tuan
tanah-tuan tanah besar, pedagang-pedagang dan pemilik-pemilik pabrik.
Orang
sering mendengar bahwa katanya tuan tanah-tuan tanah dan saudagar-saudagar itu
“memberi pekerjaan” bagi Rakyat,
bahwa mereka “memberi” nafkah abagi kaum miskin. Katanya, misalnya, bahwa
sebuah pabrik atau perusahaan seorang tuan tanah tetangga “memberi hidup” pada petani-petani
setempat. Akan tetapi, sebenarnya, kaum buruh dengan kerja mereka memberi hidup
pada diri mereka sendiri dan juga pada semua yang tidak bekerja. Tetapi untuk izin bekerja di atas
tanah tuan tanah, di dalam sebuah pabrik, atau pada kereta api, si buruh
memberikan kepada si pemilik semua yang dihasilkan dengan cuma-cuma, sedang si buruh itu sendiri memperoleh hanya
cukup untuk hidup saja. Jadi sebenarnya, bukanlah tuan tanah-tuan tanah
dan saudagar-saudagar yang memberi pekerjaan kepada kaum buruh, melainkan kaum
buruhlah yang dengan kerja mereka memberi hidup pada setiap orang, menyerahkan
bagian terbesar dari hasil-hasil kerja mereka dengan
cuma-cuma.
Selanjutnya.
Di semua negeri modern kemiskinan Rakyat itu adalah karena kenyataan
bahwa kaum pekerja menghasilkan segala macam barang untuk dijual, untuk pasar.
Pemilik pabrik dan tukang, tuan tanah serta petani kaya menghasilkan
barnga-barang ini atau itu, memelihara ternak, menanam serta memaneni
padi-padian untuk dijual, untuk mendapatkan uang. Di mana-mana uang telah
menjadi kekuatan yang utama. Semua dan segala macam barang yang dihasilkan oleh
kerja manusia dipertukarkan untuk uang. Dengan uang orang dapat membeli apa
saja yang dikehendaki. Dengan uang orang dapat membeli manusia pun, artinya,
memaksa orang yang tidak memiliki apa-apa bekerja untuk orang lain yang
mempunyai uang. Dulunya, tanah yang merupakan kekuatan yang utama – begitulah
halnya di bawah sistim penghambaan; barang siapa memiliki tanah ia memiliki
kekuatan serta kekuasaan. Akan tetapi kini uang, kapitallah yang menjadi
kekuatan utama. Dengan uang orang dapat membeli tanah sebanyak yang dia suka.
Tanpa uang orang tak akan dapat berbuat banyak biarpun dia mempunyai tanah:
orang harus mempunyai uang untuk membeli sebuah bajak atau perkakas lainnya,
untuk membeli ternak, membeli pakaian dan barang-barang bikinan-kota lainnya,
apalagi untuk membayar pajak. Karena untuk uang hampir semua tuan tanah telah
menghipotikkan tanah mereka kepada bank-bank. Untuk memperoleh uang pemerintah
meminjam kepada orang-orang kaya dan bankir-bankir di seluruh dunia, dan setiap
tahunnya membayar ratusan juta rubel sebagai bunga dari pinjaman-pinjaman itu.
Karena
uang kini setiap orang melakukan perang yang sengit terhadap setiap orang
lainnya. Masing-masing berusaha membeli murah dan menjual mahal, masing-masing
berusaha menyaingi yang lain, berusaha menjula lebih banyak barang-barang,
menjatuhkan harga, menyembunyikan dari yang lain pasar yang memberi laba atau
kontrak yang menguntungkan. Dalam perebutan umum untuk uang ini orang-orang
kecil, tukang-tukang kecil atau petani-petani kecil, berada di dalam keadaan
yang lebih buruk dari semuanya: mereka selalu kalah disaingi oleh saudagar
besar atau petani kaya. Mereka itu tak pernah mempunyai serap apapun juga;
mereka hidup dari tangan ke mulut; sekali saja mendapat kesukaran, sekali saja
mendapat kecelakaan, mereka sudah terpaksa menggadaikan harta bendanya yang
penghabisan dan menjual hewan penarinya dengan harga yang tiada berarti. Sekali
mereka jatuh ke dalam cengkeraman seorang kulak atau seorang
lintah darat, maka jarang sekali mereka berhasil meloloskan diri dari
cengkeraman itu dan dalam kebanyakan hal menjadi bangkrut samasekali. Setiap
tahun puluhan dan ratusan ribu petani dan tukang-tukang kecil mengunci
pondok-pondok mereka, menyerahkan tanah pembagian mereka kepada
komune desa dan menjadi kaum buruh-upahan, buruh tani, buruh tak ahli, kaum
proletar. Tetapi kaum kaya makin bertambah kaya dalam perjuangan untuk uang
itu. Orang kaya menumpuk jutaan dan ratusan juta Rubel dalam bank-bank dan
mendapat laba tidak hanya dengan uang mereka sendiri tapi juga dengan uang yang
dititipkan dalam bank-bank oleh orang lain. Orang kecil yang menitipkan
puluhan atau beberapa ratus Rubel dalam sebuah bank atau sebuah bank tabungan
mendapat bunga sebanyak tiga atau empat kopek untuk setiap Rubel; tetapi
kaum kaya menarik jutaan dari puluhan itu dan menggunakan jutaan tersebut untuk
memperluas perputarannya dan mendapat bungan sepuluh atau duapuluh kopek untuk
setiap Rubel.
Itulah
sebabnya maka kaum buruh Sosial-Demokrat mengatakan bahwa satu-satunya cara
untuk mengakhiri kemiskinan Rakyat yalah merobah tata aturan-tata aturan yang
ada dari atas sampai ke bawah, di seluruh negeri, dan mendirikan susunan sosialis: dengan kata-kata
lain, mengambil tanah dari pemilik-pemilik tanah besar, mengambil pabrik-pabrik
dari pemilik-pemilik pabrik, kapital uang dari bankir-bankir, menghapuskan milik perseorangan mereka dan menyerahkannya kepada seluruh Rakyat
pekerja di seluruh negara. Apabila hal ini dilakukan maka kerja kaum buruh
sudah tidak akan dipergunakan lagi oleh kaum kaya yang hidup atas kerja orang
lain, tetapi oleh kaum buruh itu sendiri dan oleh orang-orang yang mereka
pilih. Kalau demikian, maka hasil-hasil kerja bersama dan keuntungan-keuntungan
yang dibawa oleh segala penyempurnaan dan mesin-mesin akan menguntungkan semua
kaum pekerja, semua kaum buruh. Kekayaan akan bertambah besar dengan lebih cepat
lagi sebab, dengan bekerja untuk diri mereka sendiri, kaum buruh akan
bekerja lebih baik daripada jika mereka bekerja untuk kaum kapitalis, hari
kerja akan lebih pendek, taraf hidup kaum buruh akan menjadi lebih
tinggi, dan segala keadaan hidup mereka akan berobah sama sekali.
Tetapi
mengubah tata aturan yang ada di seluruh negeri bukanlah suatu hal yang mudah.
Hal ini menuntut banyak usaha, menuntut suatu perjuangan yang lama dan tekum.
Segenap kaum kaya, segenap pemilik harta, segenap burjuasi akan mempertahankan kekayaan mereka dengan sekuat tenaga
mereka. Para amtenar dan tentara akan bangkit membela seluruh klas kaya, sebab pemerintah itu
sendiri berada dalam tangan klas kaya. Kaum buruh harus berpadu sebagai satu
orang untuk berjuang menentang semua orang yang hidup atas kerja orang lian;
kaum buruh sendiri harus bersatu dan membantu mempersatukan semua yang
takbermilik dalam satu klas
buruh, dalam satu klas proletariat.
Bagi klas buruh perjuangan itu tak akan mudah, tetapi perjuangan itu pasti akan
berakhir dengan kemenangan kaum buruh, sebab burjuasi, yaitu orang-orang yang
hidup atas kerja orang lain, adalah suatu minoritas yang samasekali tak berarti
dari penduduk. Sedang klas buruh merupakan mayoritas Rakyat yang mahabesar.
Kaum buruh menentang pemilik-pemilik harta berarti jutaan menentang ribuan.
Dan kaum buruh di Rusia sudah mulai bersatu
untuk perjuangan besar ini di dalam satu Partai Buruh Sosial-Demokrat.
Kendatipun sulit untuk bersatu secara rahasia, bersembunyi-sembunyi dari
polisi, namun, penyatuan itu sedang makin tumbuh dan menjadi kuat. Dan apabila
Rakyat Rusia sudah memperoleh kebebasan politik, maka urusan penyatuan klas
buruh, urusan Sosialisme, akan maju dengan jauh lebih cepat, lebih cepat
daripada kemajuannya di kalangan kaum buruh Jerman.
Catatan:
[*1] Di
sini dan selanjutnya dan juga pada halaman-halaman 14, 18 kata-kata “Duma
Negara” dalam terbitan tahun 1905 diganti dengan kata-kata “Dewan Perwakilan
Rakyat” – Red.
[*2]
Dalam terbitan tahun 1905, sesudah kata “dipecat” ditambahkan teks
berikut:”Siapa yang mengumumkan perang dengan orang-orang Jepang? Pemerintah.
Adakah Rakyat ditanya tentang kemauan mereka berperang untuk merebut wilayah
Masyuria? Tidak, tidak ditanya karena kepala negara memerintah Rakyat lewat
amtenar-amtenarnya. Dan nah, Rakyat, karena dosa pemerintah, telah
dibangkrutkan oleh peperangan yang berat itu. Ratusan ribu serdadu-serdadu yang
muda telah gugur, keluarga-keluarganya dibangkrutkan, seluruh front Rusia
mengalami kemalangan, pasukan-pasukan Rusia diusir dari Mansyuria; peperangan
telah menelan lebih dari dua ribu juta Rubel (dua ribu juta Rubel! Kalau
dibagi, maka ini sama dengan seratus Rubel untuk setiap dari dua puluh juta
keluarga di Rusia). Rakyat tidak memerlukan wilayah Mansyuria. Rakyat tidak
mengingini peperangan. Sedang pemerintah kaum birokrat yang memerintah Rakyat
menurut kehendaknya sendiri memaksa Rakyat menjalankan peperangan yang
memalukan, yang mendatangkan maut dan membangkrutkan itu” – Red.
[*3]
Dalam terbitan tahun 1905, sesudah
kata-kata “seperti lalat” ada catatan berikut:” kekuasaan yang tak terbagi dari
amtenar-amtenar demikian disebut pemerintahan birokratis, dan semua kaum
amtenar dalam keseluruhannya disebut birokrasi” – Red.
[*4]
Dalam terbitan tahun 1905 sesudah kata-kata "kebebasan politik"
dimasukkan teks sebagai berikut:
“Pemerintah sudah berjanji memanggil wakil-wakil Rakyat untuk bersidang dalam bentuk Duma Negara. Akan tetapi dengan berkedok janji-janji ini pemerintah sekali lagi menipu Rakyat. Di bawah kedok Duma Negara ia mau memanggil bukan wakil-wakil sejati dari Rakyat, melainkan para amtenar, bangsawan, tuantanah dan pedagang-pedagang yang terpilih khusus. Wakil-wakil Rakyat seharusnya dipilih bebas, sedangkan pemerintah tidak mengijinkan pemilihan bebas, menutup surat kabar-surat kabar kaum buruh, melarang orang berapat dan berkumpul, mengejar Serikat Tani, menangkap dan menjbloskan ke dalam penjara orang-orang yang dipilih oleh kaum tani. Apakah pemilihan dapat sungguh-sungguh bebas, jika polisi dan penjabat-penjabat Zemstwo seperti dulunya terus menganiaya kaum buruh dan kaum tani?
“Pemerintah sudah berjanji memanggil wakil-wakil Rakyat untuk bersidang dalam bentuk Duma Negara. Akan tetapi dengan berkedok janji-janji ini pemerintah sekali lagi menipu Rakyat. Di bawah kedok Duma Negara ia mau memanggil bukan wakil-wakil sejati dari Rakyat, melainkan para amtenar, bangsawan, tuantanah dan pedagang-pedagang yang terpilih khusus. Wakil-wakil Rakyat seharusnya dipilih bebas, sedangkan pemerintah tidak mengijinkan pemilihan bebas, menutup surat kabar-surat kabar kaum buruh, melarang orang berapat dan berkumpul, mengejar Serikat Tani, menangkap dan menjbloskan ke dalam penjara orang-orang yang dipilih oleh kaum tani. Apakah pemilihan dapat sungguh-sungguh bebas, jika polisi dan penjabat-penjabat Zemstwo seperti dulunya terus menganiaya kaum buruh dan kaum tani?
Wakil-wakil Rakyat harus dipilih dari
seluruh Rakyat dengan samarata, supaya kaum bangsawan, tuantanah dan
pedagang-pedagang jangan memperoleh keunggulan atas kaum buruh dan
kaum tani. Bangsawan-bangsawan dan pedagang-pedagang,
beribu-ribu jumlahnya, sedangkan kaum tani meliputi berjuta-juta. Sedangkan di
bawah kedok Duma Negara pemerintah memanggil suatu sidang Dewan untuk mana
pemilihan-pemilihan bukan samarata. Pemerintah telah mengadakan
pemilihan-pemilihan yang begitu licin sehingga bangsawan-bangsawan dan
pedagang-pedagang akan mendudki hampir semua kursi di Duma itu, sedangkan kaum
buruh dan kaum tani akan tidak mempunyai bahkan satu wakil di antara sepuluh
mereka yang akan duduk di sana. Duma ini adalah Duma palsu. Itu adalah Duma
polisi. Itu adalah Duma amtenar-amtenar dan bangsawan-bangsawan. Untuk Dewan
Perwakilan Rakyat yang sejati diperlukan pemilihan-pemilihan di kalangan
seluruh Rakyat dengan sama rata. Itulah sebanya kaum buruh Sosial-Demokrat
menyatakan: Enyahlah Duma! Enyahlah Dewan yang di buat-buat! Kami membutuhkan
Konstituante seluruh Rakyat dan bukan kaum bangsawan dan pedagang-pedagang!
Kami butuhkan Konstituante seluruh Rakyat supaya bukan kaum amtenar berkuasa
atas Rakyat melainkan Rakyatlah menjadi berkuasa penuh atas kaum amtenar!”— Red.
[*5] Dalam terbitan tahun 1905, sesudah kata
“parlemen” dimasukkan teks sebagai berikut:”Dalam tahun 1903 tiga juta orang
laki-laki sewasa memilih calon-calon Sosial-Demokrat”— Red.
[*6]
Burjuis berarti seorang pemilik harta. Burjuasi ada semua pemilik-harta diambil
keseluruhannya. Seorang burjuis besar berarti pemilik harta besar. Seorang
burjuis kecil berarti seorang pemilik harta kecil. Kata-kata burjuasi dan
proletariat berarti kaum pemilik harta dan kaum buruh, kaum kaya dan kaum
miskin, atau orang-orang yang hidup atas kerja orang lain dan orang-orang yang
bekerja untuk orang lain untuk upah.
Sumber: KEPADA KAUM MISKIN DESA / 1903, BAB 2
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar