Paduka tuan Ketua yang mulia!
Sesudah
tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai
mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari
Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan
menepati permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia. Apakah permintan Paduka tuan
Ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nati
akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.
Maaf,
beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu
diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang
Mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang
diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische
grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat
yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang
kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan: Paduka tuan Ketua yang
mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada
tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”.
Merdeka
buat saya ialah “political independence”, politieke onafhankelijkheid. Apakah
yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?
Tuan-tuan
sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir,
kalau-kalau banyak anggota yang saya katakan di dalam bahasa asing, maafkan
perkataan ini “zwaarwichtig” akan perkara yang kecil-kecil “Zwaarwichtig”
sampai kata orang Jawa “jelimet”. Jikalau sudah membicarakan hal yang
kecil-kecil sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan.
Tuan-tuan
yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan
dunia itu.
Banyak
sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan
negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara
yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka,
Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia
merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya!
Alangkah
berbedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus
lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai jelimet! Maka saya
bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80%
dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau
itu.
Bacalah
buku Amstrong yang menceritakan tentang Ibn Saud! Di situ ternyata bahwa
tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian
besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari
otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia
itu! Toh Saudi Arabia merdeka.
Lihatlah
pula jikalau tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat Sovyet Rusia! Pada
masa Lenin mendirikan Negara Sovyet adakah rakyat Sovyet sudah cerdas? Seratus
lima puluh milyun rakyat Rusia, adalah rakyat Musyik yang lebih daripada 80%
tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo
Tolstoi dan Fulop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Sovyet
Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Sovyet itu. Dan kita sekarang di sini
mau mendirikan negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita
kemukakan!
Maaf,
PT Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya buku, kalau saya membaca tuan punya
surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimet hal ini dan
itu dahulu semuanya! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu,
sampai jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak
akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia
merdeka, sampai di lobang kubur! (tepuk tangan riuh)
Saudara-saudara!
Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun 33 saya telah menulis satu
risalah. Risalah yang bernama “Mencapai Indonesia Merdeka”. Maka di dalam
risalah tahun 33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politike
onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah suatu
jembatan, satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya
jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Ibn
Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, in one night only! kata
Amstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia Merdeka di satu
malam sesudah ia masuk kota Riyad dengan 6 orang! Sesudah “jembatan” itu
diletakkan oleh Ibn Saud, maka di seberang jembatan, artinya kemudian daripada
itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi Arabia. Orang yang tidak
dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan
sebagai nomade, yaitu orang Badui, diberi pelajaran bercocok-tanam. Nomade
diubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, semuanya di seberang jembatan.
Adakah
Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet Rusia Merdeka, telah mempunyai
Djnepprprostoff, dan yang maha besar di sungai Djeppr? Apa ia telah mempunyai
radio-station, yang menyundul ke angkasa? Apa ia telah mempunyai kereta-kereta
api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah tiap-tiap orang Rusia
pada waktu Lenin mendirikan Sovyet Rusia Merdeka telah dapat membaca dan
menulis?
Tidak,
tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin
itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru
mengadakan Greche, baru mengadakan Djnepprprostoff! Maka oleh karena itu saya
minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati,
janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan jelimet,
dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannya
tuan-tuan punya semangat, jikalau tuan-tuan demikian, dengan semangat
pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan
seruan pada saya, 2 milyun pemuda itu semua berhasrat Indonesia Merdeka
Sekarang!!! (Tepuk tangan riuh)….
Saudara-saudara,
kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi
zwaarwichtig, menjadi gentar, padahl semboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang
saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan
semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita
mempunyai semboyan “INDONESIA MERDEKA SEKARANG”. Bahkan 3 kali sekarang, yaitu
Indonesia Merdeka Sekarang, sekarang, sekarang! (Tepuk tangan riuh)….
Dan
sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, kok
lantas kita zwaarwichtig dan gentar-hati! Saudara-saudara, saya peringatkan
sekali lagi, Indonesia Merdeka, political Independence, politieke
onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan
gentar! Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh
Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang
bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti denga orang yang bernama Abdul
Halim. Jikalau umpamanya Butyoo-Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia,
pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence,
politieke onafhankelijkheid, in one night, di dalam satu malam!
Saudara-saudara,
pemuda-pemuda yang 2 milyun, semuanya bersemboyan: Indonesia Merdeka, sekarang!
Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara
kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata
mangke rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani
menerima urusan negara Indonesia Mereka? (Seruan audiens: Tidak! Tidak!)
Saudara-saudara,
kalau umpamanya pada saat sekarang ini Balantentara Dai Nippon menyerahkan
urusan negara kepada kita, maka satu menit pun kita tidak akan menolak,
sekarang pun kita menerima urusan itu, sekarang pun kita mulai dengan negara
Indonesia yang Merdeka! (Tepuk tangan audiens menggemparkan)
Saudara-saudara,
tadi saya berkata, ada perbeaan antara Sovyet Rusia, Saudi Arabia, Inggris,
Amerika dan lain-lain tentang isinya: tetapi ada satu yang sama, yaitu rakyat
Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup
mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya.
Rakyat Inggris sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis.
Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala
sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negaranya dengan darahnya sendiri,
dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk
kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing,
saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita
Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk
Merdeka. (Tepuk tangan riuh)
Cobalah
pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun
demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan
perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin.
Ada yang berkata Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji f500. Kalau saya
sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik,
sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai meja kursi,
yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu set, sudah
mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya
berani kawin.
Ada
orang lain yang berkata: saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai
meja satu, kursi empat, yaitu “meja makan”, lantas satu sitje, lantas satu
tempat tidur.
Ada
orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia
sudah mempunyai gubug saja dengan satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin.
Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk dengan satu meja,
empat kursi, satu zitje, satu tempat tidur: kawin.
Sang
Ndoro yang mempunyai rumah gedung, electrische kookplaat, tempat tidur, uang
bertimbun-timbun: kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig, belum tentu mana
yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat-tidurnya yang mentul-mentul, atau
Sarinem dan Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk,
saudara-saudara! (tepuk tangan, dan tertawa).
Tekad
hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu
periuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai
gerozilver satu kaset plus kinderuitzet, buat 3 tahun lamanya! (tertawa)
Saudara-saudara,
soalnya adalah demikian: kita ini berani merdeka atau tidak? Inilah,
saudara-saudara sekalian. Paduka tuan Ketua yang mulia, ukuran saya yang
terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai
dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian PT Soetardjo beberapa
hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau
mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah
kemerdekan Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini
lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai
political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat
Indonesia merdeka! (tepuk tangan riuh)
Di
dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam
Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi
Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu persatu. Di dalam
Sovyet Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Sovyet Rusia satu persatu.
Saudara-saudara!
Sebagai juga salah seorang pembicara berkata: Kita bangsa Indonesia tidak sehat
badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongerudeem,
banyak ini banyak itu, “Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka.”
Saya
berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum
merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita,
walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat
kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di
dalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di
dalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud
saya dengan perkataan “jembatan”. Di seberang jembatan, jembatan emas, inilah
baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat,
sehat, kekal, dan abadi.
Tuan-tuan
sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita
mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa
sebenarnya internasionaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan
kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak
diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak! Syaratnya sekedar bumi,
rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk internasionaalrecht.
Cukup, saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahan,
kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang
sudah bernama: Merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak
perduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak perduli rakyat bodoh atau
pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara
merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahannya, sudahlah ia
merdeka.
Janganlah
kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang
bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka atau tidak? Mau merdeka
atau tidak? (Hadirin serempak menjawab: Mauuu!)
Saudara-saudara!
Sesudah saya bicarakan tentang hal “merdeka” maka sekarang yang bicarakan
tentang hal dasar.
Paduka
tuan Ketua yang mulia! Saya mengerti apakah yang Paduka tuan Ketua kehendaki!
Paduka tuan Ketua minta dasar, minta philosophisce grondslag, atau jikalau kita
boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka tuan Ketua yang mulia meminta
suatu “Weltanschauung”, di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.
Kita
melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak di
antara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas “Weltanschauung”. Hitler
mendirikan Jermania di atas “national-sozialistische Weltanscahuung”, filsafat nasional-sosialisme
telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu. Lenin
mendirikan negara Sovyet di atas satu “Weltanschauung”. Yaitu Marxistische,
Historisch-Materialistische Weltanschauung. Nippon mendirikan negara Dai Nippon
di atas “Weltanschauung”, yaitu yang dinamakan “Tenoo Koodoo Seishin”. Di atas
“Tenoo Koodoo Seishin” inilah negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn
Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu “Weltanschauung”, bahkan di atas
satu dasar agama, yaitu Islam. Demikian itulah, yang diminta oleh Paduka tuan
Ketua yang mulia: Apakah “Weltanschauung” kita, jikalau kita hendak mendirikan
Indonesia yang merdeka?
Tuan-tuan
sekalian, “Weltanschauung” ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati
kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia datang. Idealis-idealis di
seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam
“Weltanschauung” mereka itu. Maka oleh karena itu, sebenarnya tidak benar
perkataan anggota yang terhormat Abikoesno, bila beliau berkata, bahwa banyak
sekali negara-negara merdeka didirikan dengan isi seadanya saja, menurut
keadaan. Tidak! Sebab misalnya, walaupun menurut perkataan John Reed: “Sovyet –
Rusia didirikan di dalam 10 hari oleh Lenin c.s.”, John Reed, di dalam kitabnya:
“Ten days that shock the world”, “Sepuluh hari yang menggoncangkan dunia”,
walaupun Lenin mendirikan Sovyet- Rusia di dalam 10 hari, tetapi
“Weltanschauung”nya telah tersedia berpuluh-puluh tahun. Terlebih dulu telah
tersedia “Weltanschauung”-nya, dan di dalam 10 hari itu hanya sekedar direbut
kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu di atas “Weltanschauung” yang sudah
ada. Dari 1895 “Weltanschauung” itu dicobakan di “generala-repetitie-kan”.
Lenin
di dalam revolusi tahun 1905 telah mengerjakan apa yang dikatakan oleh beliau
sendiri “generale-repetitie” daripada revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum
1917, “Weltanschauung” itu disedia-sediakan, bahkan diikhtiar-ikhtiarkan.
Kemudian, hanya dalam 10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed, hanya dalam 10
hari itulah didirikan negara baru, direbut kekuasaan, ditaruhkan kekuasaan itu
di atas “Weltanschauung” yang telah berpuluh-puluh tahun umurnya itu. Tidakkah
pula Hitler demikian?
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar